Puisi ini terinspirasi dari Al Qur’an Surah Ar Rahman
Badan titipan
Yang Kau ciptakan dari setabur tanah kering seperti tembikar
Telah dicela salah dan mungkar
Bila kini dikembalikan kepada tanah hampar
Mungkin hanya akan mencemari sang semayam
Aku tak layak dikebumikan di bawah bumimu
Tetapi aku tiada tempat lagi
Untuk membuang jasadku bila mati
Yang bisa kulakukan hanya terisak nyeri
Beri aku tumpangan sedikit hari
Biar yang hina sedikit bersuci
Selagi hidup begitulah pintaku selalu
Seperti di malam ini
Ar Rahman
Pemelihara timur dan barat
Yang membiarkan terjumpanya dua genang laut samudera
dan menciptakan sekat
Yang diantara kebinasaan memiliki wajah besar
dan kemuliaan yang kekal
Yang memperhatikan
dalam kesibukan mendengar doa
Sebelum langit menjadi terbelah merah mawar
Hambamu menawar
Aku tak sebening yakut dan marjan
Tetapi aku begitu rindu memandang dua surgamu
Apakah mata ini akan Kau buat buta dari yang hijau tua
Dan apa tangan ini akan Engkau buntungkan pula dari sekadar memetik kurma delima
Ar Rahman
Aku dalam ketakutan
Sebab nikmat-Mu yang mana saja selalu aku dustakan
Tepukan Bahu
Legam hitammu yang cemas
Wahai penggembala dingin
Kembara kasih sayang yang tak kunjung menuju akhir
Sedih
Kau bukan lagi penyabar
Tetapi telah mematikan hati yang semestinya hidup
Mega mendekap sebagai sisa sore
Sore yang pernah singgah
Secara megah menyelimuti penantianmu
Berpinta engkau mensyukurinya
Begitu engkau tak memuji
Begitu engkau tetap tak dilelapi
Parau suaramu
Panggil memanggil yang telah jauh labuh berlalu
Padahal sama saja
Tidak disahut
Jadi cukup sekian
Kupikir sekarang saatmu tidur
Percuma dia tidak mendengar
Atau mendengar tapi berpura-pura tuli
Atau memang tuli sudah
Kesempatannya
Jadi cukup sekian
Kupikir sekarang saatmu tidur
Nanti bangunlah tengah malam
Temui Tuhanmu
Dia lebih rindu
Asamu digunjing pagi
Kau enggan tidur suntuk semalam
Melupakan rekah fajar
Memilih lelap tatkala rizki embun memancar dari dedaunan
Sombong sekali kau rupanya
Siang pula resah bercerita
Betapa muram wajahmu
Tak pernah mau tersenyum lagi
Bagaimana?
Apa benar telah kau tinggalkan semuanya
Hanya untuk sepatah kata kau sebut cinta
Benar adanya cinta itu anugerah Lillah
Tetapi jangan berani meletak rendah kepada sesuatu yang salah
Tidakkah kau percaya pada kembali telahnya Siti Hawa kepada Sang Adam
Cinta hanya akan menemukan ketepatan dalam ketetapan
Ataupun terpatahnya hati Abu Bakar-Umar oleh Az Zahra
Dikarenakan Ali lebih tepat kepadanya
Sekali lagi cinta hanya akan menemukan ketepatan dalam ketetapan
Bersabarlah sebentar selagi pahit
Penyair : Tivana Firsta Haryono Putri
Mahasiswi Aktif Fakultas Adab dan Bahasa IAIN Surakarta
Editor : Rifqah