Umumnya saat pergantian semester, mahasiswa diharuskan mengisi Kartu Rencana Studi masing-masing untuk mengambil mata kuliah beserta satuan kredit semesternya. Aturan yang berlaku di UMS untuk pengambilan maksimal SKS berasal dari Indeks Prestasi yang diperoleh dari semester sebelumnya (IPS). Namun pernahkah mendengar mahasiswa mengambil SKS di luar kapasitasnya? Semisal jika IPS seseorang 2,00, normalnya hanya bisa mengambil total 18 SKS. Tapi, dengan kekuatan aji mumpung, bisa menambah hingga 20 atau 24 SKS.
Berdasarkan pengakuan dosa dari seorang mahasiswa FEB UMS, dirinya yang masih duduk di bangku semester lima membenarkan hal tersebut. Meski tidak cukup IPnya, ia nekat mengajukan penambahan SKS pada TU FEB dan dilayani. Informasi mengenai bisa tambah SKS mandiri melalui TU FEB memang tidak diketahui banyak mahasiswa FEB, namun kejadian ini tidak terjadi sekali dua kali bahkan banyak dilakukan mahasiswa FEB angkatan muda, seperti 2017.
Ketika dikonfirmasi pada Wakil Dekan I, tidak ditemukan kejanggalan apapun pada TU FEB. Namun ia dengan keras menyangkal bahwa jika benar hal yang seperti itu ada, maka merupakan pelanggaran.
Sebetulnya, di FEB sendiri, peraturan itu legal dan berlaku untuk mahasiswa angkatan tua yang sekiranya terdampak akan aturan Kemenristekdikti yang mewajibkan mahasiswa lulus selambat-lambatnya 7 tahun pada jenjang S1. Namun itu tidak berlaku pada mahasiswa angkatan muda.
Suatu iktikad baik yang bermaksud untuk membantu mahasiswa angkatan tua agar cepat lulus, tak disangka dimanfaatkan pihak-pihak tertentu yang melihat celah dari aturan ini. TU FEB memperbolehkan mahasiswa angkatan muda lolos untuk mengajukan penambahan SKS meski IP-nya tak cukup.
Namun yang mengherankan, TU FEB tidak dapat keuntungan apa-apa dari celah yang telah ia manfaatkan ini. Ia tidak memungut tarif pada mahasiswa yang hendak mengambil SKS lebih. Entah apa motif yang mendasarinya melakukan itu, membuat pertanyaan berkelebat di kepala. Tak peduli mengambil keuntungan atau tidak, bagaimanapun ini tetaplah pelanggaran.
Di sini terpampang nyata ada kebobrokan sistem dari aturan yang berlaku. Namun jajaran birokrat fakultas seolah belum serius menanggapi hal yang katanya disebut “pelanggaran”. Tindakan curang seperti ini tidak akan mungkin terlihat di permukaan. Maka bila ingin menemukan siapa saja oknum yang memanfaatkan celah, sudah mestinya jadi kewenangan birokrat fakultas untuk menelusuri hingga ke akar-akarnya. Bukan hanya memaklumi dan seolah berdiam diri.
Ketegasan diperlukan demi perbaikan sistem ke depannya. Bila tidak ada ketegasan dari birokrat fakultas selaku stakeholder pemerintahan fakultas, pelanggaran akan terus terjadi tanpa mengenal akhir. Bahkan tidak menutup kemungkinan dapat memunculkan pelanggaran-pelanggaran yang lebih parah dari sebelumnya.
Perlu bagi fakultas untuk mengenali dan mengontrol apa-apa yang sudah menjadi ranahnya, dan menerapkan sanksi yang serius atas pelanggaran yang dilakukan sivitas akademika. Jangan sampai celah yang sudah ada, malah semakin melebar. Maka akan lebih baik jika ditutup celahnya.
Batasan SKS untuk tiap mahasiswa berdasarkan perolehan IP semester sebelumnya, berfungsi untuk menentukan beban belajar di semester berikutnya. Dari IP semester sebelumnya membuktikan seberapa jauh kapasitas mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah yang diambil.
Tetapi jika batasan tersebut dilangkahi, tidakkah malah menambah beban mahasiswa itu sendiri? Justru ada batasan itulah yang menjaga mahasiswa untuk mengambil jumlah SKS sesuai kemampuan belajarnya. Tak perlu latah mengikuti teman-teman yang melakukan tindakan curang, semua punya proses dan pathway masing-masing. Bukankah melakukan tindakan curang juga merupakan bibit-bibit korupsi? Belum lagi dosa yang harus ditanggung.