UMS, pabelan-online.com – Lembaga Percik fasilitasi anak muda dalam mengkampanyekan keberagaman melalui acara “Training Jurnalisme Keberagaman Bagi Pemuda”. Percik memanfaatkan digitalisasi informasi yang semakin praktis dan lekat dalam kehidupan sehari-hari anak muda.
Keberagaman yang tampak pada masyarakat Indonesia seperti agama, suku, dan budaya menjadi kekayaan sekaligus modal sosial untuk membangun bangsa yang maju dan sejahtera. Selain itu, peran pemuda dan ajaran toleransi merupakan tumpuan sekaligus masa depan Indonesia. Maka dari itu, penting untuk memberi ruang bagi pemuda dalam gerakan mengkampanyekan keberagaman.
Namun tantangannya, pemuda harus menghadapi berbagai fakta intoleransi, diskriminasi, konflik berbasis agama atau keyakinan dan etnis (SARA), maupun propaganda radikalisme, dan ekstremisme di dunia maya. Demikian juga marak fake news dan fake information (berita palsu dan informasi palsu –red). Hal itu yang mendasari Lembaga Percik menyelenggarakan “Training Jurnalisme Keberagaman Bagi Pemuda” di Grand HAP Hotel, Surakarta, pada 15-16 Februari 2020.
Dalam pelatihan ini, Percik melibatkan stakeholder lokal di wilayah Kecamatan Pasar Kliwon dan turut mengundang beberapa Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, serta beberapa pemuda Karang Taruna Kelurahan Mojo, Joyosuran, Sangkrah, dan Semanggi.
Tujuan diselenggarakannya pelatihan ini guna menjangkau dan memanfaatkan media sosial agar menjadi ruang publik, melalui berita-berita yang bermuatan perdamaian dan menghargai keberagaman. Seperti yang dikatakan oleh Singgih, Pimpinan Lembaga Percik, ketika menulis mengenai keberagaman tidak boleh berat sebelah. “Harus seimbang,” serunya, Sabtu (15/2/2020).
Dalam jurnalisme keberagaman, yang lebih diutamakan adalah menghormati dan memihak pada kelompok yang rentan, mengedepankan Hak Asasi Manusia (HAM), berpihak pada korban yang umumnya adalah minoritas, mengedepankan jurnalisme damai, serta berperspektif gender.
Savic Ali, Pemimpin Redaksi Nahdlatul Ulama (NU) Online, dalam materi “Refleksi Perkembangan Kekerasan Ekstremisme dan Strategi Kontra Narasi”, ia mengatakan jika dunia online membuat hidup seakan-akan di bawah awan gelap. Ia mendorong peserta untuk bergerak aktif menyebarkan konten yang bermuatan pesan-pesan kedamaian. “Seperti membanjiri internet dengan konten positif,” tuturnya pada audience, Sabtu (15/2/2020).
Salah satu bloger, Blontank Poer yang juga menjadi pemateri mengatakan, bahwa praktik jurnalisme damai pada akhirnya kembali kepada kita (pengguna media sosial-red), sebab menurutnya pers hari ini telah selesai. Saat ini media sosial-lah yang menjadi rujukan semua orang. “Ketika bicara jurnalisme damai, kita juga harus tau kondisi sebenarnya,” ungkapnya, Sabtu (15/2/2020).
Reporter : Rio Novianto
Editor : Rifqah