UMS, pabelan-online.com – Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Ilmu Quran Tafsir (IQT) mengadakan Majelis Akhwat Progresif yang mengusung tema “Al-Quran dalam Memperlakukan Wanita Haid”. Diskusi yang diadakan via web meeting ini banyak membahas mengenai pandangan Islam terhadap wanita yang sedang haid.
Pemateri pertama, Aldila Luthfiana Rahmadewi dalam materinya memaparkan mengenai bagaimana kategori-kategori haid menurut mazhab Syafi’i.
Pertama, umur gadis tidak kurang dari 9 tahun, maksimalnya mendekati 9 tahun kurang 15 hari. Kedua, darah tidak kurang dari 24 jam, terbentang selama 15 hari. Ketiga, darah tidak boleh lebih dari 15 hari. Keempat, darah harus didahului suci minimal 15 hari. Kelima, darah tidak boleh didahului kelahiran atau nifas.
Aldila mengungkapkan, jika ia mengambil contoh dari mazhab Syafi’i ini karena mayoritas masyarakat di Indonesia menggunakan pedoman dari mahzhab Syafi’i.
Dalam pandangan Islam, terdapat batasan-batasan ibadah untuk perempuan balig yang mengalami haid atau nifas. Pada Majelis Akhwat Progresif kali ini membahas batasan-batasan ibadah untuk wanita yang sedang haid, termasuk gugurnya kewajiban salat dan tidak menjalankan puasa pada saat haid atau nifas, kemudian menggantinya.
Baca Juga: Prodi PG-PAUD UMS Berhasil Raih Akreditasi A Secara Online Saat Pandemi
Terlepas dari itu, wanita haid dapat tetap menjalankan ibadah lainnya, seperti berzikir dan berselawat. “Wanita haid diperbolehkan untuk melakukan ibadah selain kewajiban untuk salat dan puasa,” jelas Aldila, Rabu (23/9/2020).
Amrita Kanialaksmi, salah satu peserta Diskusi Majelis Akhwat Progresif mengungkapkan alasannya mengikuti diskusi tersebut, ia ingin menambah ilmu tentang pandangan Islam terhadap perempuan yang sedang haid.
“Saya jadi semakin paham tentang hukum haid di dalam Al-Quran,” ucapnya kala diwawancarai Tim Pabelan Online, Kamis (23/9/2020).
Reporter : Mg_Dhea dan Mg_Inggrit
Editor : Aprilia Aryani Dewi Kurniawati