Judul : The Puppeteer
Penulis : Jostein Gaarder
Jumlah halaman : 352
Cetakan : Pertama, September 2017
Penerbit : Mizan
“Aku menikmati seluruh peran dan hubungan, bisa merasakan kecemburuaan kepada orang-orang yang datang dari luar tiba-tiba”
Jakop Jacobsen merupakan pria biasa dengan kehidupan biasa, akan tetapi Jakop memiliki kebiasaan yang tidak lazim, yaitu suka menghadiri acara pemakaman orang yang tidak dikenal. Jakop tidak pernah mendatangi acara-acara pemakaman itu sebagai sekadar pengamat, dan dia tidak menikmati peran sebagai orang luar (outsider).
Dalam hobinya yang menghadiri acara pemakaman, Jakop tidak sebodoh yang pembaca kira, dia adalah pencerita yang ulung. Jakop bercerita tentang bagaimana ia bertemu orang yang telah mati dengan riset-riset terlebih dahulu agar ceritanya lebih dipercaya oleh keluarga yang berduka.
Jakop sendiri mempunyai teman bicara yang bernama Pelle Skindro. Mereka terbilang sangat akrab hingga istri Jakop tak bisa memahaminya.
Dapat dibilang kebiasaan Jakop ini memiliki makna filosofis, saat berada dalam sebuah acara memorial, ia merasa didengarkan dan berpikir kalau ia merupakan anggota keluarga tersebut. Bisa dikatakan dia bisa berbaur dan bercerita yang sebenarnya bisa dikatakan membual, seolah-olah mengenal dekat dengan para mendiang.
Hal itu membuatnya merasa hidup lebih bermakna. Makna filosofisnya, ketika pembaca membuka bab RUNAR, hal ini membuat arti bahwa anggota keluarga tidak boleh meninggalkan atau menjahuinya.
Saat pertama saya membelinya, mungkin makna puppet (wayang atau boneka-red) belum terlihat, saya memaknai sebuah tokoh dari kehampaan akan sebuah hidup dan Jakop sendiri mencari eksistensinya, di cover bagian belakang ada sebuah kutipan dari Jean-Paul Sartre:
“Semua hal sudah dipecahkan manusia, kecuali bagaimana caranya hidup”
Di mana si tokoh tersebut mempunyai hobi aneh dan masa kecil yang sarat akan perundungan, novel ini menyindir tentang sebuah kehidupan manusia dan tabiat dalam berkehidupan.
Jostein Gaarder sangat apik dalam menyelipkan pesan moral di bukunya, sehingga kehampaan Jakop sendiri mempunyai makna yang mendalam dalam sebuah kisah dan eksistensi.
Penulis : Aditya Suyoko
Mahasiswa Aktif Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
Editor : Rio Novianto