Nestapa
Dalam nyaring suara jerit tangis
Ia berdiri tanpa nyala api kebangkitan
Gersang, kosong, hilang, letih
Sendiri, Ia meredup dalam kegelapan
Ia merindu, rindu pada Rabbmu
Ia rindu, merindu dengan Tuhanmu
Ia merindu, rindu dekapan dan tuntunan Rabbmu
Ia rindu, merindu akan nikmat rasa syukur pada Tuhanmu
Ia lelah, terus berlari di tengah goda yang besar
Ia letih pada dirinya yang berkali-kali jatuh
Ia sedih pada dirinya yang keras dan kasar
Ia muak dengan dirinya yang selalu mengeluh
Yaa Rabbi Ya Rahman
Keagungan-Mu sungguh Indah
Keagungan-Mu sangat megah
Keagungan-Mu luar biasa
Aku..
Ingin menjadi setitik dari kemegahan itu
Ya Ghafaar…
Lunturkanlah hitam hamba dan juga Ia
Tuntun kami menuju kemegahan-Mu
Bersama-Mu..
Dan para kekasih-Mu..
Soneta Asar
Dewi, pasal apa yang telah membuat mu murung?
Sedari dua belas kau menderai terus dan terus
Asar nan agung mengabu karna deraimu
Pasir putih, menghitam karna tangismu
Entah, dalam kepunganmu aku merasa semak hati
Berat otak hamba pada segala janji
Bibir mengunci meratapi gersangnya hati
Padahal Ia selalu berbaik hati pada diri
Contonhya melalui mu, Dewi..
Ia memberi minum pada tanah yang putih
Ia memberi makan pada jambu yang meninggi
Apa yang ganjil disini, Dewi? Apa yang salah?
Siapa yang salah? lalu siapa hamba?
Seonggok insan bodoh! yang lalai pada tugasnya
Penulis : Wike Tri Wulandari
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja
Baca Juga : Bulan Harapan