UMS, pabelan-online.com – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Soloraya Menggugat serukan aksi selamatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Slamet Riyadi Kartasura pada Rabu, 30 Juni 2021. Aksi tersebut sempat dibubarkan oleh aparat kepolisian dan warga setempat.
Aksi Soloraya Menggugat merupakan konsolidasi dari beberapa universitas seperti Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Veteran Bangun Nusantara. Dalam aksi tersebut, setidaknya terdapat kurang lebih 50 mahasiswa dari berbagai BEM ikut turun ke jalan.
Terdapat lima tuntutan dalam aksi tersebut, yakni mendesak Ketua KPK untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021, mendesak Presiden RI untuk mengganti Ketua KPK, menuntut DPR untuk mencabut UU No. 19 tahun 2019 tentang KPK, menuntut KPK untuk segera menyelesaikan kasus korupsi yang ada di Indonesia. Serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal dan melawan pelemahan tindak pidana korupsi.
Sebelum aksi dimulai, aparat kepolisian sudah melakukan penyekatan dan menghalau peserta aksi disejumlah titik masuk Kartasura. Larangan kerumunan di tengah pandemi Covid-19 membuat aparat keamanan memukul mundur puluhan mahasiswa.
“Sejujurnya saya sangat kecewa. Kita sudah menyampaikan bahwa ini adalah aksi damai. Kami sudah mematuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan,” ucap Widi Adi Nugroho selaku Presiden BEM UMS, Rabu (30/6/2021).
Ditengah pandemi yang belum berakhir, serta seruan vaksinasi yang terus digencarkan. Pemerintah membuat keputusan yang cukup kontroversial, sehingga mendapat sorotan dari para mahasiswa. Persoalan mengenai peralihan status dari pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), menjadi polemik tersendiri karena dianggap mengurangi indepensi lembaga KPK.
“Inilah salah satu alasan kami dari Aliansi Soloraya Menggugat turun ke jalan untuk menyuarakan hal tersebut. Ini bukan hanya permasalahan mahasiswa saja, tetapi ini merupakan permasalahan rakyat Indonesia,” ujarnya ketika diwawancarai secara langsung, Rabu (30/6/2021).
Baca Juga: Eksistensi Kelas dalam Pasar
Menurutnya, pemerintah telah membuat keputusan yang amoral. Persoalan yang dianggap memicu kontroversi, tetapi tidak berkaitan dengan tugas KPK. Seperti memilih antara Al-Qur’an atau pancasila, menyinggung soal hijab, dan pertanyan yang berkaitan dengan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Mahasiswa sebagai agent of change sekaligus tangan kanan atau lidah penerus dari masyarakat, semestinya melek akan permasalahan besar yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Ia menegaskan, bahwa mahasiswa jangan ragu untuk menyuarakan aksi, selama hal tersebut benar.
“ Saya berharap kita sebagai mahasiswa yang kehadirannya ditunggu-tunggu oleh masyarakat sebagai agen perubahan. Janganlah kita egois, hanya mementingkan urusan kita sendiri. Kita sudah semestinya tanggap terkait dengan isu-isu nasional, terutama isu saat ini mengenai KPK. Karena hal tersebut mempengaruhi kinerja KPK kedepannya dan para koruptor,” tambahnya, Rabu (30/6/2021).
Salah satu mahasiswa yang mengikuti aksi Soloraya, ikut menyampaikan tanggapannya terkait aksi tersebut. Ia menjelaskan, bahwa KPK merupakan lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK menjadi lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
“Jika fungsi KPK dilemahkan, maka para koruptor akan jaya. Karena tidak ada yang mengusik perbuatan keji mereka,” ungkapnya, (30/6/2021).
Ia berharap, melalui aksi Soloraya Menggugat dapat menyadarkan masyarakat tentang keadaan di Indonesia. Menurutnya, banyak dari masyarakat Indonesia yang mengetahui keadaan KPK namun tetap memilih untuk bungkam.
“Jika kita terus diam, kebebasan menyampaikan aspirasi dikekang. Kedepannya mau jadi apa bangsa ini,” tambahnya, (30/6/2021).
Reporter : Andika dan Mulki Neli Zakana
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja