“Semua sekolah berdalih bahwa mereka memiliki kriteria nilai untuk masuk dalam sekolah itu. Jika tujuan sekolah untuk mencerdaskan, kenapa mereka hanya menerima murid yang pandai?” (Binorrow : Tongkat Musa dan Tujuh Roh Boorne, 2017)
Novel Binorrow yang ditulis oleh Sudarman BK ini menceritakan seorang anak laki-laki berumur 14 tahun yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata. Ia sangat sulit untuk mencerna pelajaran yang diajarkan di sekolah. Karena keterbatasannya ini, ia di cap bodoh oleh teman dan gurunya. Selain itu, ia juga kerap mendapatkan aksi bully. Sangking bodohnya Binorrow, kedua orang tuanya hingga sulit sekali mendapatkan sekolah yang mau menerima anaknya. Bahkan orang tua Binorrow perlu merogoh kocek yang cukup dalam untuk menyogok agar sekolah tersebut mau menerima anaknya untuk sekolah.
Bagi saya, buku ini memberikan tamparan yang cukup keras bagi penyelenggara pendidikan yang dinamai dengan sekolah. Banyak di antara mereka mengusung visi mencerdaskan kehidupan bangsa namun banyak sekali yang mengingkari visi itu sendiri. Hal ini terlihat dari mereka lebih menyukai menerima murid yang memiliki kemampuan otak yang besar (red– pintar) dibandingkan menerima murid yang mereka beri cap “bodoh” untuk kemudian dididik agar menjadi pintar.
Sekolah bukannya menjadi tempat anak-anak agar berproses dari bodoh menjadi pintar. Melainkan mendidik anak-anak yang sudah pintar dan tak menjamin menjadikan mereka lebih pintar pula. Sekolah yang katanya bertujuan untuk mendidik dan mencerdaskan hanya bualan belaka.
Perilaku bully yang diterima Binorrow tiap harinya membuat ia tidak memiliki semangat untuk melanjutkan sekolahnya. Terlebih ia juga tidak memiliki teman karena semua murid di sekolahnya menjauhi dirinya karena merasa Binorrow membawa virus kebodohan. Tindakan bully merupakan sebuah tindakan yang sangat tidak patut terjadi di sekolah terlebih diperlakukan kepada orang-orang yang memiliki kemampuan otak yang rendah.
Sekolah seharusnya menjadi tempat seseorang didik agar tidak menghakimi orang lain dengan kekuatan yang ia miliki. Justru dengan kekuatan yang ia miliki dalam hal ini kemampuan otak dalam memahami pelajaran, seharusnya kita membantu teman lainnya yang lemah dalam memahami pelajaran.
“Tidak ada lagi buku mulai malam ini. Tidak ada meja belajar dan tidak ada vitamin untuk kecerdasan otak. Aku mau semuanya berakhir sampai disini!”, ucap Binorrow yang sudah putus asa dengan kebodohannya yang tak kunjung hilang.
Kebodohan yang tak kunjung hilang dari dalam diri Binorrow pun akhirnya membuat pihak sekolah tidak kuat lagi dan mengeluarkannya dari sekolah. Orang tua Binorrow bingung karena harus kembali mencari sekolah yang berkenan untuk menerima anaknya. Karena sudah hampir semua sekolah di daerahnya tidak ada yang mau menerima anaknya karena virus kebodohan yang disematkan teman-teman Binorrow padanya. Pada akhirnya Binorrow dipindahkan oleh orang tuanya ke sekolah asrama yang terletak cukup jauh dari rumahnya.
Di sekolah barunya ini tak jauh berbeda dengan sebelumya, Binorrow merasakan hal yang sama seperti yang ia terima di sekolah sebelumnya. Perlakuan bully dari teman sekolah masih ia rasakan di sekolah asrama ini. Namun, di sekolah asrama inilah ia mendapatkan teman untuk pertama kalinya. Di sekolah ini pula lah teman barunya itu menjadi sahabat baginya. Teman yang sudah sejak lama ia idamkan layaknya teman-teman lainnya yang memiliki sosok untuk berbagi cerita.
Selain membahas mengenai sekolah yang gagal untuk mendidik muridnya yang bodoh, buku ini juga membahas kisah persahabatan. Sebagai manusia sudah tentunya kita membutuhkan orang lain dalam hidup kita. Berbagi cerita dan keluh kesah kepada orang lain, dapat menjadikan diri kita tenang dan lega. Hal ini lah yang dirasakan oleh Binorrow ketika ia pertama kali memiliki teman untuk berbagi cerita. Mempunyai sosok seorang teman yang dapat berbagi cerita, diyakini dapat membuat seseorang menjadi lebih kuat secara mental. Dukungan morel yang diberikan oleh seorang teman akan membuat kita menjadi lebih percaya diri.
Binorrow yang biasanya lebih memilih diam ketika dibully oleh teman-temannya kini mulai berani melawan perlakuan tersebut. Ini tak terlepas dari dukungan teman-temannya ketika ia di rundung. Seorang teman kini menjadikan Binorrow seperti layaknya memiliki pasukan tentara yang kapan saja dapat membantunya menghadapi musuh. Bersama para sahabatnya, Binorrow melakukan hal besar yang tak berani dilakukan oleh siapapun. Mereka mendaki sebuah gunung di pinggir sekolah yang terkenal dengan keangkerannya. Siapapun yang mendaki gunung tersebut tidak akan pernah kembali lagi.
Dalam hidup kita selalu diisi oleh suka maupun duka. Dengan hadirnya sosok sahabat di samping kita yang setia dalam duka maupun duka tentunya akan membuat kita semakin kuat untuk melewati fase itu. Persahabatan dapat kita pupuk dengan cara menjalin pertemanan yang memberikan rasa kenyamanan. Tentunya dalam menjalin pertemanan kita diberikan kebebasan oleh alam untuk memilih siapa saja orang yang dapat kita jadikan teman baik atau sahabat. Memiliki sahabat adalah salah satu hadiah terindah dalam hidup. Persahabat sejati sulit sekali kita temukan dalam kehidupan, untuk itu jagalah dan ingatkan sahabatmu tentang prestisiusnya persahabatan.
Sebagai penutup, izinkan saya menyampaikan satu kalimat bijak, “Persahabatan adalah hal tersulit di dunia untuk dijelaskan. Itu bukan sesuatu yang kamu pelajari di sekolah. Tetapi jika kamu belum belajar arti persahabatan, kamu benar-benar tidak mempelajari apapun.”
Baca Juga: Program Kampus Merdeka, UMS Adakan Sosialisasi Kegiatan Magang dan Studi Independen Bersertifikat
Penulis : Haviv Isya Maulana
Mahasiswa aktif Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja