Judul : Gunung Kelima
Penulis : Paulo Coelho
Jumlah Halaman: 320 halaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2005
“Tuhan maha kuasa. Jika Ia membatasi diri-Nya hanya dengan melakukan apa-apa yang baik. Dia tidak bisa disebut Maha Kuasa; itu berarti Dia hanya menguasai satu bagian alam semesta, dan ada orang lain yang lebih berkuasa daripada-Nya, yang mengawasi dan menilai tindakan-tindakannya. Kalau demikian halnya, aku lebih memilih memuja orang yang lebih berkuasa itu.” (hlm. 311)
Penggalan dialog itu terjadi saat Nabi Elia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari anak seorang janda yang memberikan tumpangan untuk kehidupan Nabi Elia. Anak itu mengajukan pertanyaan berdasarkan apa yang ia temui dalam beberapa tahun terakhir. Anak itu harus menghadapi berbagai penderitaan yang membuatnya merasa hidup itu sangat berat. Maka, anak itu mengajukan pertanyaan ke Elia.
“Apakah Tuhan itu jahat?” (hlm. 311)
Percakapan antara anak janda dan Elia mewakili keseluruhan isi dari novel Coelho ini. Warna biru muda pada sampul novel terjemahannya ini memang membahas tentang Tuhan dan hamba-Nya yang juga seorang nabi. Novel ini berlatar pada tahun 870 sebelum masehi, di negara Israel dan Fenisia atau sekarang disebut dengan Lebanon. Tokoh-tokoh utama pada novel ini adalah orang-orang penting pada zaman itu, seperti nabi, raja, ratu, komandan, dan imam besar.
Banyak orang sudah mengulas salah satu novel terpopuler karya Coelho. Orang-orang mulai membahas konflik novel ini dari percakapan antara Elia dan anak janda yang tidak yakin akan kebaikan Tuhan, karena selama dia hidup, lebih banyak merasakan kesengsaraan daripada kesenangan. Namun, dari ratusan halaman yang dituliskan oleh Coelho, ada inti-inti novel lain yang bisa menjadi topik pembahasan yang menarik.
“Sejarah nenek moyang kita kelihatannya penuh orang-orang yang tepat dan berada di tempat yang tepat,” sahut Malaikat itu.
“Jangan percaya: Tuhan tidak pernah menguji orang-orang di luar batas kemampuan mereka.”
“Berarti Tuhan telah salah menilaiku.”
“Kesulitan apa pun yang menimpa, pada akhirnya akan berlalu. Seperti itulah cerita kejayaan dan tragedi-tragedi di dunia.” (hlm. 180)
Obrolan ini muncul ketika Elia bertemu dengan malaikat penjaganya, Elia protes terhadap malaikat yang selalu ada dan muncul disaat Elia merasa hidupnya tidak menyenangkan. Elia sering mengumpat pada malaikat dengan apa yang dirasakan oleh Elia.
Percakapan antara Elia dan malaikat penjaga banyak mengandung makna yang perlu dipelajari oleh umat yang mengaku beragama. Orang sering menganggap bahwa dia sudah sangat taat kepada Tuhan, mereka sudah berusaha sangat keras untuk menomor satukan Tuhan. Tetapi dalam kenyataan hidup, penderitaan dan kesusahan berulang kali mereka rasakan.
Lewat novelnya ini, Coelho berusaha untuk memberikan nilai-nilai religius kepada umat Kristen khususnya, namun penganut agama lain juga bisa mengaplikasikan nilai yang ada pada novel ini. Karena dalam penulisan novel ini, Coelho menggunakan kata-kata yang mudah dipahami dan bisa diterima oleh banyak orang.
Nabi Elia sebagai tokoh utama yang membawa banyak pesan moral dalam novel ini. Ia mengalami banyak cobaan yang tidak didapatkan oleh kebanyakan orang. Pada awal kenabiannya, Elia harus menghadapi persoalan yang sangat menakutkan, yaitu kematian. Elia dan satu temannya yang berasal dari Lewi mendapatkan dua pilihan yang sangat sulit, antara kematian atau menyembah berhala yang bernama Baal.
Kejadian itu bermula ketika kepemimpinan negeri Israel dipegang oleh seorang raja bernama Ahab yang menikah dengan Ratu Izebel, salah satu wanita paling cantik yang berasal dari Fenisia penganut dewa Baal. Sang ratu menginstruksikan kepada prajuritnya untuk menumpas nabi-nabi yang tidak mau mengikuti aturan baru negeri Israel.
Setelah mendapatkan perintah dari Tuhan untuk meninggalkan Israel, Elia merasa digantungkan oleh Tuhan tanpa kejelasan harus kemana dia pergi. Baru setelah beberapa minggu Elia hidup di hutan dengan ditemani burung gagak untuk mencari makan. Tuhan lalu memberikan petunjuk kepada Elia untuk menemui seorang janda dengan satu anak di kota Akbar, salah satu bagian dari negara Fenisia, negara dimana Izebel berasal.
Di kota Akbar konflik dalam novel terjadi, rintangan-rintangan banyak diterima oleh Elia sang nabi Israel. Mulai dari menjadi satu-satunya penduduk asing yang entah hingga kapan dia tinggal di Akbar, hingga disebut penyebab kematian anak janda serta faktor utama pecahnya perang dengan bangsa Asyur yang menyebabkan kehancuran kota Akbar. Padahal, sejak ratusan tahun dikenal dengan bangsa yang mengusung kedamaian dalam menjalankan kehidupan.
Sebab musabab itu yang membuat Nabi Elia marah dan sering memprotes apa yang diberikan Tuhan untuknya, Elia merasa Tuhan tidak adil dalam memberikan aturan kepadanya. Seperti penggalan percakapan antara Elia dan malaikat di atas, Tuhan tidak akan memberikan cobaan kepada hambanya di luar batas kemampuannya. Tetapi dengan penderitaan yang diterima oleh Elia, membuat Elia marah hingga sempat tidak mempercayai adanya Tuhan sebagai penguasa alam semesta.
Coelho mengangkat kisah Nabi Elia karena memahami bahwa saat ini, karena banyak umat beragama yang tidak mengamalkan ajaran agamanya dengan baik. Maka dari itu, Coelho menuliskan firman-firman Tuhan ke dalam sebuah novel yang mudah dipahami. Selain itu, bagi pemeluk agama yang ingin menambah pengetahuan tentang bagaimana sifat seorang pemeluk agama yang sebenarnya, bisa belajar dari tokoh utama yang ada di dalam novel ini. Perilaku yang ditunjukkan oleh Nabi Elia bisa menjadi teladan yang harus dimiliki oleh orang yang mengaku menganut sebuah agama.
Keberanian untuk menghadapi masalah, selalu membela dan berusaha melakukan yang terbaik, membantu sesama dengan usaha yang sebaik-baik adalah contoh-contoh karakter baik yang Coelho tunjukkan melalui tokoh utamanya. Selain itu, Paulo Coelho juga mengajarkan bahwa untuk memiliki nilai baik sebagai manusia, tidak hanya dari perkataan-perkataan orang yang memiliki pangkat tinggi. Semua orang bisa menjadi sumber belajar, asalkan mau membuka hati dan menggunakan pikiran yang jernih.
Penulis : Ahmad Hafids Imaddudien
Editor : Aji Tirto Prayogo