Sidang Umum (SU) merupakan salah satu forum untuk mahasiswa dapat berkumpul dan mengembangkan kegiatan demokrasinya di lingkup kampus. Berdasarkan Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa UMS Bab III MPM Bagian Keempat perihal Persidangan dan Rapat-rapat MPM Pasal 15 tentang Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), dijelaskan bahwa SU MPM adalah sidang yang diadakan sekurang-kurangnya setahun sekali yang dilaksanakan untuk beberapa hal, di antaranya mengevaluasi, menilai dan memutuskan pertanggungjawaban Presiden Mahasiswa, menetapkan anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM), menetapkan Pimpinan Majelis, dan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden UMS.
Sidang umum dipandang sebagai jalan akhir dari pemecahan permasalahan dan pertanggungjawaban dari student government. Sidang umum sebagai jalan akhir tersebut seharusnya menyajikan suasana hidup dengan diisi keaktifan jajaran student government dalam mempresentasikan baik Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) masing-masing, maupun sanggahan pada sesi tanya jawab.
Namun, pada SU Kemahasiswaan (Kama) UMSÂ yang terjadi adalah sebaliknya. Sidang yang berlangsung secara luring pada Sabtu dan Minggu, 19-20 Februari 2022 di Ruang Seminar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UMS tidak memberi angin segar bagi para mahasiswa UMS. SU yang dilaksanakan selama dua hari tersebut kurang menghasilkan keputusan yang berarti, bahkan ditunda hingga waktu yang tak ditentukan.
Hal ini tak lain disebabkan oleh ketidakhadiran Presma dan jajarannya sebagai salah satu pengisi kegiatan tersebut. Selain itu adalah kurangnya forum yang hadir, sehingga sidang berkali-kali mengalami pending dan acara menjadi molor dari jadwal seharusnya.
Beberapa peserta undangan dalam forum yang terdiri atas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tersebut hanya sesekali hadir, tak jarang pada masa pending mereka tidak lagi kembali ke ruang sidang tersebut. Hal ini sedikit banyak menunjukkan sikap apatis terhadap keberlangsungan student government.
Hal ini jika hanya dibiarkan nantinya bukan tak mungkin menjadi suatu kebiasaan akan sikap ketidakpedulian pada demokrasi di wilayah pendidikannya. Hal ini tentunya bukan hal baik mengingat kampus sebagai jenjang pendidikan perguruan tinggi turut mengambil peran dalam mempersiapkan mahasiswa yang kritis dan aktif dalam melatih jiwa demokrasi dan sikap kritisnya. Perlu adanya upaya penghidupan demokrasi kampus agar melatih para mahasiswa untuk lebih berperan dan unjuk gigi dalam jalannya student government.
Mahasiswa diharapkan agar tidak apatis terhadap keadaan dan situasi di sekitarnya. Utamanya agar mahasiswa lebih peka dan kritis dalam menanggapi permasalahan-permasalah yang ada Dalam hal ini dapat dimulai dari lingkup terdekatnya yaitu wilayah almamaternya sendiri.