UMS, pabelan-online.com – Beberapa saat lalu akun media sosial Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gunung Jati (UGJ), yang tergabung dalam aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI) Kerakyatan mengalami peretasan saat sedang melakukan rapat konsolidasi nasional menjelang aksi.
Adanya kasus peretasan digital merupakan bentuk nyata pembungkaman ruang demokrasi yang semakin dipersempit, khususnya di ranah mahasiswa.
Menanggapi pembungkaman ruang demokrasi ini, Mohammad Indra Bangsawan, selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sekaligus bagian dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Muhammadiyah Jawa Tengah, mengungkapkan kalau pembatasan kebebasan berekspresi terhadap mahasiswa merupakan sikap inkonstitusional.
Indra berpendapat kasus peretasan tersebut memiliki keterkaitan dengan kebebasan berekspresi, karena kasus tersebut (yang dialami Gubernur BEM FISIP UGJ –red) cukup sistematis dan menyasar pihak-pihak penting seperti pentolan organisasi pergerakan mahasiswa tingkat pusat.
Menurutnya, hal tersebut tentu tidak dibenarkan. Pelaku, kata Indra, bisa dikategorikan telah melakukan dua tindakan pidana, yaitu tindakan peretasan dan pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi.
“Jelasnya pada ketentuan hukum yang berlaku, maka perlu ketegasan dari pihak-pihak yang sesuai yurisdiksi para penegak hukum seperti kepolisian untuk menjalankan tugasnya,” ujarnya, Kamis (28/4/2022).
Indra berpendapat, kasus ini harus tetap dikawal dengan menggunakan pendekatan hukum. Hal itu dikarenakan segala hal yang bertentangan dengan hukum harus ditindak tegas sebagai upaya menjunjung tinggi bahwa negara Indonesia adalah negara hukum.
Lanjutnya, perlu adanya penyatuan persepsi antara pemerintah dan mahasiswa atau rakyat secara umum. Ia mengatakan, sejatinya mahasiswa dan pemerintah tidak sedang berada pada masalah untuk saling mengulik dan menjatuhkan antar masing-masing pihak. Hanya saja di antara keduanya perlu saling menjaga marwah berbangsa dan bernegara.
“Jika pembungkaman masih tetap ada berarti negara belum cukup mampu menjalankan kewajibannya sebagai institusi pelindung bagi warganya,” katanya.
Dihubungi di kesempatan yang sama, Ferdian Adhitama, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap pembatasan berekspresi mahasiswa. Menurutnya peretasan yang dialami Gubernur BEM FISIP UGJ itu harus diusut tuntas karena telah mengganggu privasi seseorang.
Ia juga berharap setiap ada isu nasional, pemerintah harus lebih terbuka lagi terhadap mahasiswa dan memberikan wadah bagi mahasiswa untuk berpendapat dengan rasa aman tanpa adanya pembatasan kebebasan berekspresi atau berpendapat.
“Begitu pun mahasiswa, jika ingin menyuarakan pendapatnya harus mengetahui lebih dulu akar permasalahan dan tuntutannya,” tutupnya, Kamis (28/4/2022).
Reporter : Budi Rahayu
Editor : Ashari Thahira