Beasiswa menjadi akses alternatif biaya pendidikan yang digunakan para pelajar di tiap jenjangnya untuk membantu atau menunjang biaya pendidikan, terlebih bagi mereka yang memiliki keterbatasan kondisi ekonomi. Banyaknya tawaran beasiswa mulai dari pemerintah, swasta hingga komunitas menjadikan peluang yang cukup luas untuk para pelajar agar bisa mengenyam pendidikan setinggi-tingginya, tak terkecuali mahasiswa.
Setiap beasiswa memiliki ketentuan dan persyaratannya masing-masing yang harus dipenuhi oleh peserta beasiswa. Terdapat seleksi khusus sehingga tidak semua peserta didik dapat memperoleh beasiswa tersebut. Maka dengan demikian pula, sudah seharusnya hak akan beasiswa itu diperoleh oleh mahasiswa secara utuh.
Manajemen beasiswa harus dilakukan dengan prosedur yang sesuai agar baik pihak penyalur maupun penerima dapat merasa nyaman dan memperoleh timbal balik yang sesuai. Penyaluran beasiswa pula beragam, ada yang langsung diserahkan pada penerima atau bisa melalui lembaga pendidikan seperti universitas atau sekolah. Namun, sayangnya dalam penyaluran beasiswa terkadang ditemui prosedur yang kurang lengkap.
Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah merupakan salah satu program Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang ditujukan untuk membantu calon mahasiswa berpotensi, tetapi berasal dari keluarga kurang mampu agar bisa meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi.
Salah satu yang menjadi sorotan yakni isu yang terjadi pada Sekolah Tinggi Teknologi Terpadu Nurul Fikri (STT-NF) Jakarta yang menerapkan kebijakan pemotongan dana beasiswa KIP Kuliah.
Pemotongan dana tersebut digunakan untuk pelatihan improve skill yang bernilai satu juta rupiah dan dilakukan secara auto debit. Sistem ini mengundang pro dan kontra di kalangan penerimanya.
Pelatihan improve skill bertujuan untuk membekali mahasiswa dengan suatu keterampilan program. Namun, di sisi lain mahasiswa merasa keterampilan tersebut kurang sesuai dengan minat mereka. Pada hakikatnya, beasiswa itu digunakan untuk membantu biaya pendidikan bukan untuk digunakan pelatihan impove skill.
Hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan dari kalangan mahasiswa terutama bagi mereka penerima beasiswa tersebut. Dengan biaya yang cukup besar dan hanya dapat dilakukan dengan auto debit memicu perdebatan. Â Apalagi kebijakan itu dilaksanakan secara langsung tanpa adanya sosialiasi dan pemberitahuan lebih dahulu.
Walaupun pada dasarnya kebijakan setiap universitas berbeda-beda, tetapi akan lebih baik jika ada sosialisasi beasiwa dilakukan, antara pihak penerima beasiswa dengan divisi pengurus beasiswa. Dan akan menjadi lebih baik  jika semua dilakukan secara transparan agar tidak terjadi kesalahpahaman antar pihak.
Apabila terdapat pemotongan yang dilakukan oleh pihak universitas pula harus disertai alasan yang riil dan menjelaskan apa saja keuntungan yang akan diperoleh mahasiswa. Bisa jadi, apabila semua dilakukan seperti itu tidak akan menuai pro dan kontra di kalangan mahasiswa dan pihak universitas.
Selain itu, dari pihak mahasiswa harus memahami betul ketentuan beasiswa yang diambil, dan sedapat mungkin mencari informasi agar menghindarkan dari adanya kesalahpahaman.