Judul : KKN di Desa Penari
Sutradara : Awi Suryadi
Produser : Manoj Punjabi
Durasi : 130 Menit
Tanggal Rilis : 30 April 2022
Penundaan penayangan film KKN di Desa Penari beberapa waktu lalu membuat saya dan penonton lainnya dibuat penasaran pada kisah yang viral di Twitter kala tahun 2019. Kisah perjalanan para mahasiswa yang akan melaksanakan KKN berubah menjadi kisah yang berselimut horor bagi mereka. Film ini dikemas dengan apik yang disutradarai oleh Awi Suryadi, dengan menceritakan awal mula dari kegiatan awal KKN hingga dihentikannya KKN tersebut. Film ini memiliki dua versi yaitu uncut untuk 17 tahun ke atas dan versi cut. Akan tetapi saya memilih versi uncut karena menurut saya alur ceritanya lebih lengkap.
Dalam film ini, Nur yang diperankan oleh Tissa Biani dan Widya yang diperankan oleh Adinda Thomas menjalankan perannya sebagai mahasiswi yang sensitif akan hal mistis. Tak jarang dalam film tersebut Nur melihat beberapa sosok dan bahkan menerima mimpi yang menurutnya seperti pertanda ada sesuatu yang akan terjadi. Mungkin dalam bahasanya disebut sebagai anak indigo yang memiliki kemampuan spiritual dan memiliki sosok pelindung di belakangnya. Sedangkan Widya memiliki darah hangat yang konon disukai oleh makhluk tak kasat mata.
Dibekali oleh cerita yang ditulis oleh pemilik akun @SimpleM81378523 di Twitter sekitar tiga tahun yang lalu, penonton diajak kembali untuk mengingat kembali masalah yang terjadi pada saat pelaksanaan KKN tersebut. Mulai dari beberapa mahasiswa yang mengikuti KKN, hingga mereka mengalami kejadian yang merenggut beberapa nyawa di antara mereka, di mana menurut saya sangat di luar nalar.
Konflik tersebut dimulai pada saat Nur dan Widya mengalami kejadian aneh. Dibarengi dengan sikap Bima yang diperankan oleh Achmad Megantara, berubah membuat KKN ini berada di ujung tanduk. Sepertinya para penunggu desa tersebut tidak menyukai kedatangan mereka.
Sosok Bima yang awalnya alim berubah menjadi sosok yang dikuasai oleh jin penari di desa tersebut membuat penonton penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada Bima. Namun, terdapat dua pemain yang memberikan kesan humor yaitu Wahyu dan Anton yang diperankan oleh Fajar Nugraha dan Calvin Jeremy. Wahyu cenderung tidak mempercayai hal yang berbau mistis, sedangkan Anton menyadari bahwa terdapat keanehan-keanehan yang terjadi.
Teror penunggu tempat tersebut semakin hari kian parah. Hingga pada akhirnya Nur mengetahui apa yang sebenarnya terjadi bahwa salah satu temannya melanggar aturan yang diberikan oleh kepala desa tersebut. Akan tetapi, semuanya berubah menjadi suasana yang mencekam karena mahasiswa yang melanggar aturan tersebut terlambat untuk ditolong karena raga mahasiswa tersebut terjebak di angkara murka (kebengisan –red) oleh Badarawuhi, yakni penunggu berupa jin penari di desa tersebut.
Para penonton diajak untuk mengikuti setiap alur yang disajikan film tersebut, karena film KKN di Desa Penari diangkat dari kisah nyata. Film ini pun dikemas dengan alur yang jelas sesuai dengan kenyataannya. Adegan-adegan dalam film ini sangat ditampilkan dengan sinematografi yang menyuguhkan suasana yang nyata bagi penonton. Dari segi sound sangat mendukung suasananya yang berada di sebuah hutan dengan suara khas hutan yang sunyi dan mencekam. Ditambah dengan alunan gamelan yang menambah kesan mistis dalam film tersebut.
Film KKN di Desa Penari memiliki jumpscare atau efek kejut yang menurut saya sangat memberikan kesan kaget dan horor di beberapa kejadian yang juga dibarengi dengan suara yang memecahkan kekagetan para penonton.
Film ini menampilkan babak akhir yang menceritakan Ayu menjadi penari gaib di desa tersebut dan menjadi budak dari Badarawuhi.
Meskipun begitu, film ini tidak terlalu menonjolkan sisi horor, karena film ini lebih menceritakan sebuah pengalaman nyata yang diangkat menjadi sebuah film horor dengan berbagai pelajaran yang bisa diambil.
Pelajaran yang bisa diambil dari film ini yaitu di manapun kita berada, harus menjaga sikap dan ucapan. Karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya akibat ulah kita sendiri. Film ini cocok disaksikan oleh kalangan mahasiswa juga oleh kalangan masyarakat luas, untuk menyadarkan kita agar senantiasa menjaga perbuatan yang baik dan menjauhkan dari perbuatan yang dilarang.
Penulis : Laura Tyas Pratiwi
Mahasiswa Aktif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Anisa Fitri Rahmawati