Sebagai wadah dari berbagai perguruan tinggi, Kota Surakarta yang memiliki nilai sejarah panjang dalam pergerakan bisa menjadi tempat yang sempurna untuk belajar, berproses, dan menempa diri. Pepatah mengatakan, menjadi hebat bukanlah menjadi pribadi dengan wawasan yang luas, melainkan harus bermakna. Bermakna berarti tahu arah gerakan. Di sinilah kemudian hadir berbagai macam komunitas sebagai bagian dari upaya membangun gerakan yang terarah, salah satunya Rumah Baca Teras Sharing (Rumah BTS) yang fokus di bidang literasi.
Rumah BTS didirikan atas dasar kesadaran bahwa pentingnya memperjuangkan nilai-nilai literasi yang dirasa perlahan mulai luntur dari budaya Indonesia. Tingkat literasi bangsa Indonesia saat ini memang tergolong ke dalam kategori sangat rendah. Maka dari itu, Rumah BTS lahir sebagai tempat belajar dan menempa diri untuk membawa Indonesia menjadi lebih baik dalam bidang literasi.
Landasan filosofis dari terbentuknya Rumah BTS adalah menghidupkan kembali budaya ilmu dengan menghayati dan mengamalkan nilai agama islam sekaligus menjadi wadah penyebaran ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat. Visi Rumah BTS terinspirasi dari salah satu buku yang berjudul Budaya Ilmu karya Prof. Wan Muhammad Nur Wan Daud. Buku tersebut menjelaskan budaya ilmu dari berbagai peradaban, termasuk peradaban barat dan peradaban islam.
Lahirnya Rumah BTS juga berasal dari keresahan terhadap keadaan kaum muda yang waktunya dihabiskan dengan bermain game di ponsel. Hal tersebut dirasa kurang bermanfaat. Adanya Rumah BTS juga menjadi sebuah ekosistem di mana anggotanya dapat berprogres bersama dengan menulis, berdiskusi, dan melaksanakan kegiatan yang interaktif. Komunitas Rumah BTS berkomitmen untuk beramal berasaskan ilmu yang beradab dengan berharap akan menjadi salah satu solusi dalam proses terbentuknya manusia yang mempunyai peradaban unggul; menjadi jendela yang strategis dalam memfasilitasi para pembaca dan anggota dalam proses keilmuan.
Beberapa penggagas dari bidang pendidikan yang ikut andil dalam pendirian komunitas ini berasal dari beberapa perguruan tinggi di Surakarta, seperti Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta.
Rumah BTS terletak di Kecamatan Karang Asem, Kota Surakarta, dan buka setiap hari dengan jam operasional pukul 08.00 s.d 22.00 WIB. Komunitas tersebut beranggotakan pelajar yang duduk di bangku sekolah menengah atas hingga bangku perkuliahan. Dalam menunjang tercapainya sebuah tujuan dari lahirnya kesadaran literasi, Rumah BTS menyediakan sekitar delapan ratus judul buku, ruang podcast, dan tempat membaca yang nyaman.
Tidak hanya tentang fasilitas. Dalam menghidupkan budaya literasi, Rumah BTS juga mengadakan beberapa kegiatan seperti kajian rutin risalah yang diperuntukan pada umat muslim, podcast interaktif bedah buku dan isu terkini, gerakan sowan berjamaah kepada tokoh-tokoh bangsa dan masyarakat. Podcast interaktif bedah buku adalah alternatif dalam menjembatani pembaca yang kurang tertarik dalam membaca.
Tim Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Pabelan telah melakukan wawancara secara online dengan salah satu penggagas Rumah BTS, yaitu Muhammad Taufik Hasan yang berasal dari Fakultas Agama Islam (FAI) UMS. Hasan menerangkan, adanya komunitas ini bermula dari sepetak rumah sewa yang dibuka untuk perpustakaan atau tempat membaca buku.
Pada awalnya, buku-buku yang berada di Rumah BTS ini didapat dari pengumpulan donasi dan wakaf, baik secara fisik buku maupun berupa uang tunai. Hal ini merupakan wujud kepedulian akan literasi dari inisiator-inisiator Rumah BTS dalam mewujudkan kesadaran membaca yang tinggi.
Dalam mempertahankan eksistensinya, Rumah BTS melakukan beberapa upaya. Seperti yang diungkapkan oleh Hasan, upaya tersebut dilakukan dengan mengaktifkan beberapa platform media sosial seperti Instagram dan Youtube agar lebih dikenal masyarakat, khususnya masyarakat di Kota Surakarta. Selain itu, penyebaran informasi mengenai Rumah BTS ini juga dilakukan dengan menggandeng mahasiswa dari beberapa universitas besar di Surakarta.
Upaya lain yang juga dilakukan oleh para penggagas Rumah BTS adalah menghidupkan podcast yang interaktif dengan mengangkat beberapa isu terkini yang dikemas dengan menarik. Podcast interaktif sendiri merupakan ujung tombak dari perjuangan dalam mempertahankan eksistensi Rumah BTS. Hasan juga menambahkan bahwa target podcast ke depannya akan lebih berinovasi dengan mengundang beberapa tokoh terkenal di masyarakat.
Dalam berlangsungnya kegiatan sebuah komunitas tentu tidak luput dari hambatan dan kendala. Di tengah gempuran era digital dan media yang kian masif, gerakan giat membaca dan budaya literasi di masyarakat mengalami distraksi.
Hasan menerangkan kepada tim LPM Pabelan terkait hambatan yang dihadapi oleh Rumah BTS. Hambatan yang dialami oleh Rumah BTS adalah sedikitnya anggota dan kurangnya antusiasme para kawula muda untuk bergabung dikarenakan kegiatan yang monoton dari komunitas baca pada umumnya. Rumah BTS sendiri melakukan inovasi untuk mengatasi problematika tersebut dengan mendesain kegiatan yang sesuai perkembangan zaman guna menarik massa. Hal lain yang dilakukan adalah mendaftarkan secara resmi Rumah BTS dengan akta notaris.
Hasan juga menyampaikan beberapa harapan untuk Rumah BTS ke depannya. Hasan berharap, Rumah BTS ini menjadi salah satu pelopor komunitas yang berbasis keilmuan.
“Berkaca dari menjamurnya komunitas-komunitas baca yang ada di Yogyakarta, diharapkan Kota Surakarta mempunyai banyak komunitas baca,” tuturnya pada reporter Pabelan Online.
Dengan demikian, diperlukan kesadaran anak muda agar tidak hanya mencari ilmu di bangku pendidikan formal, sehingga komunitas seperti Rumah BTS dapat berlangsung lama dan memberikan kebermanfaatan untuk sesama.
Reporter: Cindi Ameliayana Wulandari
Editor: Akhdan Muhammad Alfawwaz