UMS, pabelan-online.com – Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Intuisi Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta bersama Monumen Pers Nasional bekerja sama menggelar seminar dalam acara Pekan Intuisi 2022. Seminar ini mengusung tema “Peran Persma dalam Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus” pada Kamis, 16 Juni 2022.
Seminar yang diadakan secara hybrid di Gedung Monumen Pers Nasional Surakarta dan Zoom Meeting dihadiri oleh dua pembicara dari bidang hukum dan jurnalis.
Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus sendiri diibaratkan dengan gunung es. Isu ini terus menjadi bahasan yang memiliki urgensi penting di semua kalangan.
Selaku Pengacara Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia (SPEK-HAM), Elizabeth Yulianti pada seminar ini menjelaskan, segala tindakan yang merendahkan, melecehkan, atau menyerang tubuh seseorang, dan terdapat relasi kuasa di dalamnya, hingga berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik, termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang merupakan pengertian dari kekerasan seksual.
Ia berpendapat, dalam kasus kekerasan seksual di kampus, pihak kampus tidak boleh memidanakan seorang pelaku kekerasan seksual. Akan tetapi, kata Elizabeth, pihak kampus bisa memberikan sanksi administratif terhadap pelaku kekerasan seksual.
Ia juga mengungkapkan, saat ini di beberapa perguruan tinggi sudah mulai membentuk Tim Satuan Petugas (Satgas) untuk penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.
“Di dalam struktur Satgas tersebut, 50 persennya berasal dari mahasiswa. Jadi kalian sebagai mahasiswa jangan diam saja. Ikut berkontribusi dengan Satgas. Begitu juga dengan jurnalis mahasiswa, kalian harus memiliki pengetahuan yang cukup terkait kasus ini (kekerasan seksual –red),” ujarnya kepada peserta seminar, Kamis (16/6/2022).
Lebih lanjut lagi, dalam memberitakan perihal kasus kekerasan seksual, ia mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Menurutnya, sebagai seorang jurnalis sudah seharusnya patuh terhadap kode etik dalam pemberitaan.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa penting untuk meminta izin kepada korban sebelum berita itu dipublikasikan. Hal itu dikarenakan akan memberikan dampak bagi si korban, sehingga keamanan dan kenyamanan korban harus dijaga.
Ayu Prawitasari, selaku wartawan dari Solopos yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini, menjelaskan perihal upaya yang bisa dilakukan oleh seorang jurnalis, baik itu jurnalis senior maupun jurnalis mahasiswa terkait pemberitaan kasus kekerasan seksual.
Ia mengatakan, sebagai seorang jurnalis dalam memberitakan kasus kekerasan seksual harus melihat konteks dari kacamata yang lebih besar. Menurutnya, penting untuk melihat adanya relasi kuasa atas kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam mengungkap kejadian lewat pemberitaan.
“Ambil sudut pandang kalian dari sudut pandang korban, bukan dari sudut pandang pelaku. Maka kalian akan mengetahui kejadiannya,” kata Ayu, Kamis (16/6/2022).
Lebih lanjut, ia menegaskan untuk menempatkan posisi reporter sebagai korban dalam menulis kasus kekerasan seksual. Ia mengingatkan agar jangan sampai korban semakin terhimpit atas pemberitaan kasus yang dialaminya.
“Ada empat aspek yang perlu diperhatikan dalam menulis tentang kasus kekerasan seksual, seperti aspek masalah, dampak, penyebab, dan solusi. Jelaskan apa masalahnya, seperti apa dampak dan penyebabnya, lalu bagaimana solusinya,” tambahnya.
Reporter : Syafa Kusumawardani
Editor : Novali Panji Nugroho