Ngomongin gaya hidup mahasiswa hari ini memang cukup berbeda dengan beberapa dekade yang lalu, tetapi sebelumnya, harus kita ketahui bahwa gaya hidup atau lifestyle manusia telah banyak berubah dengan seiringnya waktu membawa perubahan zaman.
Mungkin, dahulu masih dapat kita bedakan dengan gampang antara gaya hidup di kota dan pedesaan. Sekarang, dengan kecanggihan teknologi, cepatnya arus informasi yang terbingkai dalam era disrupsi membuat perbedaan tersebut tak tampak mencolok.
Kita dapat mengetahui budaya luar dengan mudah, yang kemudian tercipta interaksi, sehingga terjadi imitasi dengan cara meniru orang dan/atau budaya lain. Hal ini menjadikan negara kita digempur oleh budaya asing yang tak terasa melebur pada budaya lokal, atau mengadopsi secara utuh budaya luar. Baik yang bersifat positif ataupun negatif, penyebaran tersebut terjadi melalui sosial media sebagai wadah di mana semua informasi mudah didapatkan.
Pendek kata, gaya hidup saat ini masih digerakkan oleh tren fun, food, dan fashion. Hal ini telah merembes ke dunia kampus, bahkan aktivis dan akademisi pada mahasiswa. Tak pelak, mahasiswa yang hidupnya selalu mengikuti perkembangan zaman, up-to-date, gaul, dan populer akan dengan sendirinya mengikuti tren tersebut. Kesadaran pun terkadang raib yang pada gilirannya, ada sebagian mahasiswa memaksakan mengikuti tren, padahal secara kemampuan finansial tak mencukupi.
Beberapa kriteria gaya hidup mahasiswa kekinian biasanya selalu fokus pada tren terbaru, apalagi dampak dari Covid-19 yang semakin intens dengan adanya sistem teknologi informasi, membuat mahasiswa sibuk bergelut di dunia maya. Setiap saat, mahasiswa selalu meng-update informasi terkini dari jejaring sosial mereka.
Mahasiswa “kekinian” saat ini menggemari selfie atau swafoto dengan kamera yang bagus dengan mencari angle foto ke tempat yang mewah, tongkrongan milenial, kedai, kafe, serta semua tempat yang sekiranya lagi hit, kemudian diunggah ke media sosial dengan caption yang terkadang galau juga puitis.
Gaya hidup tersebut menjadikan perubahan sosial dengan munculnya beberapa pola setiap individu untuk mendapatkan kesenangan maupun kebebasan semata dalam mencapai kepuasan. Alangkah baiknya mahasiswa tidak terjerumus dalam gaya hidup hedonis ini. Mengapa? Karena gaya hidup seperti ini akan menimbulkan kesenjangan sosial, di mana si kaya akan bergabung dengan si kaya yang lain dan, mohon maaf, yang ekonominya menengah ke bawah akan dijauhi.
Di sisi lain, kurangnya kepercayaan diri dan kurangnya pengetahuan menyebabkan mereka lebih senang meniru ketimbang mengembangkan potensi mereka serta menjadi diri sendiri. Akibatnya, pengaruh buruk yang lebih banyak diterima. Ini mengancam mental bangsa kita sebab mahasiswa adalah generasi muda terdidik yang diharapkan mampu memberi contoh baik. Dapat melakukan hal-hal baik yang sederhana saja sudah cukup, yang terpenting adalah konsisten dan terstruktur.
Sebutlah membuat komunitas yang ditawarkan oleh Yayasan Gita Pertiwi, yakni carefood yang muncul dari keresahan melihat gaya hidup hedonis pada food. Hedon yang menghantarkan pada sumbangan sampah pangan yang tinggi. Nah, gerakan cerdas pangan yang dilakukan adalah mengadakan bank pangan sebelum menjadi sampah, dilanjutkan dengan membagikan makanan yang masih layak dari pelaku kuliner kepada warga yang membutuhkan.
Sederhananya, untuk mengetahui penyumbang sampah pangan adalah langsung terhubung pada pelaku kuliner yang menghasilkan makanan. Hal ini biasanya banyak ditemui di kota yang salah satunya Kota Surakarta ini. Banyak kuliner yang beragam tersedia di setiap sudut kota, entah di rumah makan, kafe, hotel, katering, serta pasca kegiatan besar yang biasanya dipenuhi konsumsi.
Bank pangan pun nantinya melakukan distribusi di tiap sudut-sudut kota dengan membuka lemari sedekah. Hal ini sekaligus dapat menjadi alternatif untuk mengatasi masalah kelebihan dan kekurangan makanan di tengah masyarakat.
Mahasiswa pada akhirnya, yang dalam hal ini menjadi korban dari modernisasi, harus memantapkan kesadaran dan meneguhkan prinsip-prinsip di tengah gempuran yang ada. Bukan tanpa alasan, masa depan negeri ini yang akan meneruskan adalah mahasiswa, sehingga kita harus pandai mengambil peran sebagai pelaku sejarah yang akan membuat wajah negeri semakin baik ke depannya.
Penulis : Izzul Khaq
Mahasiswa Aktif Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Akhdan Muhammad Alfawaz