(Tulisan ini pernah dimuat di Pabelan Pos Edisi 56/September 2002 dalam rubrik Artikel berjudul “Organisasi Mahasiswa yang Ideal Menuju Dinamika Kampus” ditulis oleh Sukarno dan ditulis ulang oleh Vaneza Benedista)
Organisasi kemahasiswaan sejak saat itu telah terbukti memberikan konstribusi yang besar terhadap perkembangan bangsa dan negara sesuai dengan sejarah serta perkembangannya. Kala itu mengambil contoh dari Peristiwa Malari 1974, yang telah membawa dampak bagi perubahan dan dinamika kehidupan kampus yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan organisasi kemahasiswaan.
Di mana saat itu Dewan Mahasiswa sebagai lembaga kemahasiswaan memiliki peran yang besar sebagai sistem kontrol di perguruan tinggi, sehingga benar-benar menjadi lembaga kemahasiswaan yang diperhitungkan dalam kehidupan sosial politik bangsa.
Peristiwa Malari 1974 saat itu memunculkan kebijakan baru bagi kehidupan lembaga kemahasiswaan dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor: 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), Nomor 037/U/1979 tentang Bentuk Susunan Lembaga atau Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Keputusan Nomor: 0230/U/1980 tentang Pedoman Umum Organisasi dan Keanggotaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) Universitas atau Institut Negeri, dinyatakan tidak berlaku lagi. Sejak saat itulah istilah lembaga kemahasiswaan diubah menjadi organisasi kemahasiswaan.
Peraturan yang lain, misalnya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI) Nomor 30 Tahun 1990, yang menjelaskan bahwa organisasi kemahasiswaan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk mahasiswa itu sendiri.
Sedangkan SK Mendikbud RI Nomor 155/U/1998 tanggal 30 Juni 1998 menjelaskan tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK) di Perguruan Tinggi diselenggrakan berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dengan memberikan peranan dan keleluasaan lebih besar kepada mahasiswa.
Dari beberapa peraturan dan ketentuan yang tertera di atas sedikit banyak menjelaskan, bahwa ada beberapa keuntungan bagi mahasiswa dalam mewujudkan organisasi mahasiswa yang ideal.
Pemahaman-pemahaman beberapa faktor baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan organisasi sangat diperlukan untuk mewujudkan organisasi kemahasiswaan yang ideal.
Namun, masih terdapat beberapa kendala dalam membentuk organisasi mahasiswa. Kondisi mahasiswa sangat mempengaruhi ideal atau tidaknya suatu organisasi. Adanya peraturan yang mengharuskan mahasiswa memenuhi 75 persen tatap muka perkuliahan membuat mahasiswa berpikir dua kali untuk aktif dalam organisasi mahasiswa. Hal tersebut yang membuat minimnya perhatian mahasiswa terhadap organisasi mahasiswa.
Dukungan dari orang tua mahasiswa juga menjadi suatu pertimbangan yang penting. Banyak orang tua yang menginginkan ketika anaknya masuk ke perguruan tinggi agar segera lulus. Banyak juga dari mereka kurang menyadari bahwa kuliah hanyalah sekadar bagian dari proses hidup yang singkat menuju dunia nyata, dari mahasiswa dalam memasuki tugas bermasyarakat.
Dunia kampus selalu memposisiskan mahasiswa sebagai subordinat kampus yang perlu diatur agar sesuai seperti yang diinginkan. Perlu adanya tata tertib dan peraturan yang berpihak pada mahasiswa dalam mengapresiasi setiap perubahan tanpa menyimpang dari tatanan yang diperlukan.
Sebagai pendidik, dosen, atau tenaga pengajar seharusnya memberikan materi pemahaman dunia nyata dengan tingkat persaingan hidup yang ketat, tidak hanya memberikan materi perkuliahan atau melakukan kegiatan perkuliahan dan pengajaran. Hal itulah yang dapat mendorong mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa, serta mengasah intelektual dan sisi emosionalnya..
Sejak dahulu, masyarakat kita hanya terdapat beberapa kelompok golongan, yaitu golongan priayi, pekerja, pedagang yang selalu dalam sisi yang berseberangan. Maka, dalam dunia kampus harus dibiasakan kultur yang mengedepankan suasana ilmiah, di mana segala sesuatu dapat dianalisis secara ilmiah.
Ukuran proses pembentukan organisasi kemahasiswaan adalah demokratisasi dalam kampus, yaitu mahasiswa sebagai pelaku organisasi. Keputusan dalam membentuk organisasi mahasiswa diserahkan sepenuhnya kepada mahasiswa karena berasaskan dari, oleh, dan untuk mahasiswa.
Dalam mewujudkan hal tersebut secara PP dan juga Mendikbud tidak ada kendala, organisasi yang terbentuk harus merupakan wujud perwakilan dari setiap unsur mahasiswa.
Struktur organisasi mahasiswa yang ideal adalah yang dapat mengkover semua kepentingan mahasiswa yang terdiri dari perimbangan bagian legislatif dan eksekutif.
Pada bagian legislatif perlu dibentuk komisi-komisi yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik. Sedangkan bagian eksekutif harus bisa mewakili kegiatan-kegiatan yang ada pada mahasiswa.
Meskipun organisasi kemahasiswaan secara struktural berada di bawah struktur perguruan tinggi masing-masing, tetapi tetap memiliki peran dan juga fungsi yang kuat. Organisasi mahasiswa harus dapat memodifikasi dirinya sehingga mempunyai bargainning yang kuat, baik ke internal kampus maupun eksternal kampus terhadap setiap kebijakan kampus ataupun pemerintah. Karena sudah terbukti bahwa peran organisasi dalam potensi mahasiswa sebagai agent of change telah membawa perubahan yang nyata .
Editor : Ashari Thahira