Praktik pungutan liar atau biasa dikenal dengan pungli kerap kali terjadi di berbagai sektor, tak terkecuali di lingkup pendidikan. Yang terbaru, beberapa saat lalu beredar kabar adanya pungli yang diduga dilakukan oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari.
Diduga DEMA UIN Antasari yang menjadi panitia dalam Pengenalan Budaya dan Akademik Kampus (PBAK) bagi mahasiswa baru UIN Antasari, mewajibkan pembayaran asuransi yang merupakan program kerja mereka pada para peserta PBAK, yakni mahasiswa baru UIN Antasari.
Meski pada akhirnya dana itu dikembalikan lagi bagi mahasiswa, setelah terjadi salam paham dan Ketua DEMA tersebut dipanggil oleh pihak Rektorat UIN Antasari. Kejadian kurang menyenangkan ini tentunya memantik kebingungan di kalangan mahasiswa baru.
Adanya pungli memang menjadi suatu fenomena yang cukup meresahkan. Korban dalam kejadian ini biasanya tidak tahu-menahu mengenai aturan atau ketentuan yang ada, sehingga mereka hanya nurut ketika dimintai bayaran.
Kesimpangsiuran informasi ini pada akhirnya bisa menjadi celah kesempatan bagi pelaku pungli guna melancarkan aksinya. Terlebih lagi jika pelaku pungli merupakan pihak-pihak yang penting dan memiliki pengaruh yang cukup besar.
Korban yang mempercayai pelaku dapat dengan mudah memberikan bayaran atas hal yang sebenarnya tidak diwajibkan. Akan tetapi, menurut klarifikasi dari Ketua DEMA UIN Antasari, pihaknya tidak melakukan pungli kepada mahasiswa baru terkait dana asuransi. Pihaknya pun tidak mewajibkan kepada mahasiswa baru untuk membayar dana asuransi tersebut.
Tindakan pungli biasanya dilakukan dengan bujukan dan persuasif, atau bahkan ancaman yang menyertakan kerugian yang belum tentu terjadi atau sesuai fakta.
Pungli bukanlah sekadar tindakan kecil, meski dipungut dengan nominal yang tak seberapa. Namun, jika dilakukan secara berkelanjutan bukan tidak mungkin akan menumbuhkan benih-benih korupsi di lingkungan kampus.
Maka dari itu jika terjadi dugaan atau indikasi tindakan bukti sebaiknya diproses oleh pihak yang berwenang dengan transparansi dan dilakukan sebaik-baiknya. Tentu melalui data-data dan bukti fakta serta para saksi kejadian. Hal ini agar mata rantai pungli dapat terputus, kejadian serupa tidak terulang, sehingga tingkat kepercayaan layanan dan nama baik tetap terjaga.