Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) resmi mengeluarkan aturan baru terkait Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Hal ini diatur dalam Permendikbudristek Nomor 48 Tahun 2022, yaitu dengan tiga jalur seleksi di tahun 2023 berdasarkan prestasi, tes, dan secara mandiri oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Sementara itu, beberapa saat lalu muncul kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Rektor Universitas Lampung (Unila) dengan dugaan kasus suap pada penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri. Kasus itu memunculkan beredarnya wacana penghapusan jalur mandiri di perguruan tinggi yang memicu pro dan kontra.
Reporter Pabelan-online.com berkesempatan berbincang dengan Pengamat Pendidikan, Harun Joko Prayitno yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor (WR) III Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Selasa, 20 September 2022.
Bagaimana tanggapan Bapak perihal wacana jalur mandiri yang akan dihapus, setelah dugaan kasus suap di Unila beberapa saat lalu?
“Prinsipnya semua sistem penerimaan mahasiswa baru itu jika ada yang sifatnya politik, yang sifatnya tidak adil, itu, yang sifatnya tidak transparan, tidak profesional, ya sebaiknya ditutup.”
Apa saja indikator telah terjadinya dugaan suap?
“Pertama, jika biaya pengembangan itu melampaui batas, itukan tidak adil. Kedua, mekanisme seleksinya, kalau mekanisme seleksinya model itukan harus dilaksanakan di kampus. Terutama saya kira dana pengembangan. Jika dana pengembangan di luar kewajaran, ya sudah objektif. Jadi kalau dana itu tidak objektif.”
Pada seleksi masuk perguruan tinggi nantinya akan ada tiga jalur yakni prestasi, tes, dan mandiri. Bagaimana tanggapan Bapak?
“Saya setuju dengan jalur prestasi atau talenta. Untuk anak-anak (calon mahasiswa –red) yang punya talenta. Jadi jalur-jalur pendidikan diperuntukkan yang punya talenta, talenta sosial, talenta ekonomi, talenta hukum.
Mengapa tidak perlu ada jalur mandiri?
“Seleksi perguruan tinggi negeri itu tidak perlu ada jalur mandiri. Cukup seleksi nasional masuk perguruan tinggi, itu saja. Kalau jalur mandiri maka akan terjadi swastanisasi di universitas negeri.”
Bagaimana sebaiknya seleksi penerimaan mahasiswa?
Harus dikedepankan objektivitas, kemudian profesional. Kemudian karena perguruan tinggi negeri itu hadir untuk menghadirkan pendidikan negara, biayanya tergolong wajar bahkan cenderung murah. Karena disubsidi oleh negara, jadi biayanya murah. Kalau disubsidi biayanya tinggi kan malah sama dengan swasta.”
Bagaimana tanggapan Bapak tentang perubahan seleksi penerimaan mahasiswa melalui Tes Potensi Skolastik (TPS), karena Tes Potensi Akademik (TKA) dihapus jadi mahasiswa dapat lintas jurusan?
“Hakikatnya memang proses pendidikan perguruan tinggi ingin menumbuhkan talenta holistik, tetapi ya tidak bisa kalau kemudian lintas jurusan atau dicampur. Karena harus memiliki kompetensi dasar, bagaimana harus mempelajari ilmu-ilmu di perkuliahan. Misalnya yang berhubungan dengan medis harus memiliki latar belakang yang sesuai.
Jika demikian, bagaimana pengaruhnya bagi mahasiswa?
Akhirnya nanti proses pendidikan itu tanpa arah, tanpa kompetensi. Ya, mungkin ada probabilitas, tetapi tentu harus melalui tahapan-tahapan prosedural dahulu. Misal, ada yang memiliki talenta, tetapi harus tetap melalui tahapan-tahapan tertentu dahulu.
Bagaimana saran Bapak terkait seleksi penerimaan mahasiswa baru dewasa ini?
“Kalau saya sarannya satu, hakikat pendidikan itu adalah menghadirkan pendidiknya secara utuh, hakikatnya dengan memandirikan dan mendewasakan mahasiswa agar sesuai bakat dan minat, sehingga dari bakat dan minat itu akan timbul kompetensi. Namun yang lebih penting adalah tata kelola lembaga penyelenggara pendidikan. Seleksi mandiri itu sudah keluar dari koridor.”
Reporter : Shafy Garneta Maheswari dan Kholisa Nur Hidayah
Editor : Novali Panji Nugroho