UMS, pabelan-online.com – Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang mengalami tindakan kekerasan penganiayaan yang dilakukan oleh seniornya saat mengikuti Pelatihan Pendidikan Dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa Khusus (UKMK) Penelitian dan Pengembangan (Litbang) di Bumi Perkemahan Gandus Palembang.
Dilansir dari detik.news.com, kasus penganiayaan mahasiswa UIN Palembang ini telah berakhir damai. Perdamaian antara korban dan pelaku didampingi langsung oleh kedua orang tua tanpa adanya proses pengusutan lebih lanjut.
Diketahui bahwa korban mengalami tindak kekerasan dan penganiayaan berupa disundut api rokok dan ditelanjangi saat Diklat UKMK Penelitian dan Pengembangan.
Peristiwa penganiayaan dan pengancaman itu diketahui setelah rekan korban, orang tuanya, serta polisi datang menjemput korban di lokasi kejadian.
Maimunah selaku ibu korban membenarkan peristiwa penganiayaan yang dialami oleh putranya itu. Korban langsung dilarikan ke rumah sakit setelah dijemput di lokasi diklat. Dikabarkan saat ini korban telah melakukan perawatan dan pemulihan intensif di rumah.
Dugaan kasus penganiayaan tersebut bermula saat korban diminta uang senilai 300 ribu rupiah dan diminta untuk membawa makanan sendiri selama kegiatan yang rencananya digelar di Bangka.
Namun, ternyata Diksar UKMK Litbang tersebut digelar di Bumi Perkemahan Gandus Palembang.
Korban menyampaikan ketidaksetujuannya dengan permintaan dari panitia membawa makanan sendiri dan membayar uang senilai 300 ribu rupiah.
Setelahnya, karena pelaku tidak terima dengan komentar korban, sejumlah oknum panitia serentak menghampiri korban dan menganiaya korban dengan disulut rokok dan ditelanjangi oleh beberapa oknum tersebut.
Korban juga diancam untuk tidak melaporkan tindakan pelecehan dan kekerasan tersebut ke polisi.
Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) UIN Raden Fatah Palembang, Muhammad Rizky Kurniawan yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Perjuangan (AMPERA) UIN Raden Fatah Palembang, mengungkapkan kasus penganiayaan mahasiswa di kampus UIN Raden Fatah Palembang benar adanya.
Kejadian ini membuatnya miris, karena tindakan tersebut terjadi di lingkup kampus.
“Menurut saya kampus (seharusnya –red) untuk mengasah intelektual, di mana cendekiawan yang diasah dan ditempa untuk memimpin di masa yang akan mendatang. Namun tiba-tiba hal ini ada kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa, apalagi notabenenya adalah Islam. Benar, IMM Raden Fatah telah mengawal kasus ini dan perlu kita ketahui bersama bahwa IMM bersama dengan organisasi atau lembaga yang lain tergabung dalam koaliasi AMPERA,” tuturnya, Minggu (9/10/2022).
Lanjutnya, bentuk pegawalannya yakni dengan menyuarakan kasus ini di media sosial, utamanya yaitu Instagram atau kanal media “AMPERA KITA”.
“Terus juga kemarin kita telah mencarikan kuasa hukum atau Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kepada korban. Sehingga sekarang yang menjadi otoritas dalam menyelesaikan kasus ini adalah LBH yang mendampingi korban saat ini,”
Rizky mengungkapkan, bahwa pihak kampus telah membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus ini.
“Cuma yang kita sayangkan bahwa kemarin rektor memberikan statement di media, mengatakan bahwa betul ada penganiayaan dengan motif pengkhianatan. Jadi seolah kesan yang disampaikan oleh rektor itu, boleh untuk kita melakukan kekerasan walaupun motifnya adalah pengkhianatan. Padahal korban ini hanya menyampaikan informasi dari satu lembaga ke lembaga yang lain. Yang itu memang fakta yang riil terjadi di lapangan,” ujarnya.
Saat ini pihaknya masih menunggu bagaimana kampus dalam mengawal kasus ini. Menurutnya, proses penanganannya sampai hari ini belum banyak dilakukan, hanya pemanggilan pihak diduga pelaku sepuluh nama kemarin, juga dari beberapa teman-teman korban dipanggil untuk meminta keterangan.
“Ya kalau menurut saya agar kasus ini tidak terulang kembali, yang pertama dengan kasus ini harus diberikan sanksi hukum, baik secara individu maupun organisasi. Secara individu mungkin kita semua tahu, mungkin ini diproses dalam hukum, mungkin dijadikan pelaku, tersangka, dan mungkin dilakukan dengan seadil-adilnya. Sebagaimana yang telah ditentukan oleh koridor hukum kita. Yang kedua sanksi secara organisasi. Minimal UKMK ini dibekukan atau dibubarkan, karena ini memang telah melanggar,” tambahnya.
Ia berpendapat, pembekuan perlu dilakukan karena penganiayaan kekerasan ini dilakukan pada saat pelaksanaan diksar.
Rifqa Aulia Syasalani, selaku mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Raden Fatah Palembang mengungkapkan bahwa, kejadian penganiayaan terhadap korban dilakukan oleh kurang lebih sepuluh orang, di mana pelakunya adalah kakak tingkat dari UKMK Litbang tersebut.
“Kejadian penganiayaan tersebut sangat tidak manusiawi dalam hal mendidik adik-adik tingkat karena kekerasan seperti itu akan berdampak pada mental seseorang yang mengalami hal demikian, kedua belah pihak antara korban dan pelaku sudah dipertemukan,” ungkapnya, Sabtu (8/10/2022).
Rifqa juga berharap agar kejadian seperti ini tidak terulang kembali di manapun tempatnya.
Reporter : Indah Puji Rahayu
Editor : Anisa Fitri Rahmawati