Tergagap bangun dini hari, Kirman tak melihat Astuti di sebelahnya, Kirman beranjak dengan secepat kilat mencarinya, tanpa membersihkan diri tak pula menggosok gigi. Kirman mendaki bukit yang terdapat di samping rumahnya, seorang diri, dengan senyap dan penuh berhati-hati, nafas tak beraturan kepala pening samping kanan karena tak makan seharian. Astuti menunggu di punggung bukit penuh rasa takut melihat jawaban yang akan ia terima setelah melihat wajah Kirman nantinya.
“Kau kemana saja?” tanya Kirman.
“Aku tak kemana-mana, hanya saja aku ingin mencari angin segar untuk simpanan terakhirku sebelum menjelangnya kuda terakhir kita” sahut Astuti.
“Tetapi bagaimana dengan profesor? Hari ini beliau datang mengunjungi kita sayang”.
“Iya sebentar lagi, aku akan kembali ke rumah, kau dahulu saja, rapikan dulu pekerjaanmu, kau yang bilang sendiri jika besok lusa kau ada pertemuan rapat dewan kerajaan Hades”
“Baiklah, jika begitu”.
Kerajaan Hades memang terkenal sebagai kerajaan yang kuat sekaligus memiliki kekuatan yang bisa diibaratkan setara dengan lima kerajaan terbaik di seluruh penjuru dunia. Hades sendiri memiliki ribuan pasukan perang yang tangguh, sehingga dunia menyebutnya “Hantu Kuda Perang”.
Suatu hari kerajaan Hades merayakan sebuah pesta kemenangan atas tunduknya kerajaan Oskup. Oskup sendiri adalah induk dari kerajaan Hades yang dipimpin oleh Raja Abraham, Oskup berpusat pada sistem monarki demokratis, di mana raja yang digantikan berasal dari kalangan keluarga raja atau sultan dalam waktu jangka waktu tertentu. Setelah perang Dwimangsa atau lebih terkenal dengan perang dua musim, Oskup menyerahkan sebagian wilayah kepada Hendrik yaitu salah satu komandan perang sekaligus kaki tangan terbaik dari kerajaan Oskup atas kemenangannya menakuklukan wilayah Loksu. Sebelumnya kerajaan Hades tak begitu luas, karena pertama kalinya Hendrik membangun kerajaannya sendiri. Pengikutnya berasal dari kalangan kelas paling bawah hingga menengah. Namun, selang beberapa tahun Hades berhasil memiliki kejayaannya setelah perang Hujungwari atau lebih dikenal dengan “Perang yang tak memiliki ujung”, atas kejayaannya Hades memperluas wilayahnya hingga mendekati wilayah Oskup saat itu, hal itulah yang membuat Hades dan Oskup ingin menjalin diplomatik kerajaan dengan penuh hormat.
Penghujung hari saat langit mulai menyingsingkan warna jingganya, terjadi tragedi pembunuhan yang terletak di wilayah kerajaan Oskup, sehingga menyebabkan berita yang bermacam-macam, hal itu membuat pihak raja menugaskan para jajarannya untuk mengirim surat kepada kerajaan Hades. Astuti salah satu prajurit wanita yang sangat disegani oleh seluruh rakyat Oskup ditugaskan raja untuk mengirim surat panggilan terhadap kerajaan Hades. Wajah yang tak begitu indah hari itu, membuat Hendrik kesal setelah membaca apa yang ia terima dari Oskup.
“Tak guna!!! Diplomatik belum berjalan mereka sudah seenaknya seperti ini, mereka pikir Hades hanya ingin diperalat sesuka hati dan kepala mereka? Busuk, aku tak terima ini”.
Malam itupun seluruh jajaran Hades berkumpul untuk membicarakan persoalan tersebut, hasil mereka sepakat, sehingga mereka menyatakan perang terhadap Oskup atas penuduhan tersebut. Hendrik meminta komandan perangnya untuk menghadap untuk menyusun strategi yang akan dia lancarkan. Keputusan telah ditangan Hendrik strategi matang serta mencari celah atas kelemahan Oskup. “Tinggal menunggu waktunya saja,” gumam Hendrik.
Hades merencanakan penyerangan pada malam purnama ketiga, saat tiba waktunya pemanggilan terhadap kerajaan Hades. “Mereka pikir Hades hanya kerajaan lemah, hanya saja mereka pernah memberikanku sebagian wilayah mereka,” tegas Hendrik untuk para prajurit dan jajaran kerajaannya. Purnama ketiga pun sedang berlangsung, juru bicara Hendrik terlebih dahulu memasuki kantor kerajaan untuk membicarakan persoalan atas tragedi pembunuhan tiga minggu lalu.
“Mengapa Hades tega melakukan itu?” tanya Abraham dengan nada tuduhan.
“Yang Mulia menyudutkan kami melakukan perbuatan berdosa seperti itu?”
“Mau bagaimana lagi, ingin pembelaan seperti apa pun tak akan bisa membuat kami luluh, sekalipun itu janji manis”.
“Mengapa Oskup sendiri tidak memeriksa sebagian dari jajaran atau rakyat untuk menyelidiki persoalan ini”.
“Kau pikir Oskup sejalang itukah? Kerajaan kami bertaat pada Nirwana, tak mungkin kami melakukan hal itu”.
“Apakah kejayaan Oskup hanya dongeng seperti yang dibicarakan para rakyat, bahkan Dirwa sang ahli nujum saja mengatakan bahwa Oskup akan runtuh setelah purnama ketiga.” Pembelaan sang juru bicara Hades.
“Benarkah Dirwa mengatakan seperti itu?”.
“Kau lihat saja Yang Mulia”.
Setelah percakapan singkat itu, Hades memulai penyerangan dengan juru bicara sebagai umpan penyerangan. Suara ledakan dari dalam istana kerajaan terdengar, itulah sinyal penyerangan bagi Hades. Terompet nyala perang mulai ditiup oleh penjaga gerbang Oskup. Ribuan pasukan Hades teratur siap memulai serangan pertama, di bawah sinar rembulan diluncurkannya ratusan bahkan ribuan anak panah kepada pasukan Oskup, dipimpinnya Hendrik, Hades sampai pada titik dimana kedua kerajaan tersebut mulai mengerahkan seluruh kekuatan terbaiknya. Dini hari tiba, hanya saja Oskup dengan terpaksa harus kehilangan seluruh pasukannya, istana sudah hancur, hanya tinggal Abraham seorang. Hendrik pun dengan lantang menyuarakan kemenangan dengan membawa raja Oskup di tengah Perang.
“Inikah raja di Raja Oskup Yang Agung? Tuduhanmu sangat manis hingga kami begitu khilaf menyerang saudara kami sendiri, hahahahaha”.
“Apa yang kau inginkan? Kau sudah membuat Oskup menderita sekarang, banyak rakyat menderita mulai sekarang karena ambisimu”.
“Apa? Menderita? Bukankah kau sendiri yang memimpin Oskup, kau merencanakan hubungan diplomatik agar menyudahi penderitaan rakyatmu?”.
“Tak tahu diri, kuberikan sebagian wilayah berhargaku agar kau paham, betapa berharganya sebuah kerajaan, Iblis apa yang sudah merasukimu wahai Hendrik”.
“Kau pikir aku kaki tanganmu seperti dahulu, seenaknya saja kau membodohiku atas ucapan kotormu itu, sudah kita pancung saja, kemudian bawa kepalanya ke kerajaan serta letakkan di samping singgasanaku sebelum fajar tiba.”
Perang itu dinamakan oleh sejarah Hades sebagai perang Tunggalbanyu atau perang saudara, namun Hendrik sendiri tidak mengakui bahwa Oskup adalah darah turun kerajaan Hades. Oskup runtuh, dengan benar Dirwa mendatangi Hendrik dan berkata “Yang mulia sangat bijaksana.”
Kembali lagi kepada Kirman. Rapat dewan kerajaan Hades pun digelar setelah matahari tepat pada bayangan sama dengan tubuh manusia. Pembahasan demi pembahasan telah berlalu sampai dimana mereka membahas yang seharusnya sudah tidak perlu dibahas.
“Man, mengapa kau selalu membahas perkara sukar dipahami?”.
“Bukannya ini sangat penting bagi kita agar tidak ada lagi manipulasi data, bahkan melabelkan diri mereka sebagai ahli nujum”.
“Ahli nujum? Kau mengigau apa semalam sampai berbicara seperti orang mabuk saja”.
“Iya, ahli nujum bagi sektor kerajaan”.
“Sudahlah Man, kau terlalu banyak tidur dini hari hingga ucapan dan akalmu sangat tak rasional”.
Kirman sendiri mengawali langkahnya di kehidupan Hades begitu lama, mulai dari dia sebagai pedagang, menjadi prajurit Hades serta menjadi jajaran kerajaan bidang pendidikan. Dalam hidup Kirman selalu menanyakan sebenarnya siapakah dia, apakah dia juga memiliki darah kerajaan terdahulu, namun Kirman tak ingin pikiran itu mengusik dalam isi kepalanya hingga ingin meledak. Tirai senja menutup mentari, berganti malam yang sunyi. Kirman dan kuda kesayangannya sedang bercengkerama, melantunkan syair-syair dengan tajuk Cinta dan Perlawanan, kemudian Dirwa datang menghampiri Kirman untuk sekadar mengobrol malam itu.
“Man, apakah kau akhir-akhir ini gelisah?”.
“Ah profesor, tidak, hanya saja saya kelelahan”.
“Saya bisa melihat itu dari sinar matamu, apakah kau ingin mengelak?”.
“Mau bagaimana lagi, baiklah, akhir-akhir ini memang saya terhantui oleh beberapa kejadian di negeri Hades, namun saya tak tahu pasti, siapa dia? mengapa tragedi yang begitu menakutkan bisa terus berputar dalam isi kepala saya, setiap saya terjaga saat dini hari setelah mimpi itu, Astuti pergi ke punggung bukit yang terdapat disamping rumah?”.
“Baiklah, sebelum aku menceritakan mimpimu, kau tanyakan pada Astuti apa yang sebenarnya terjadi, besok aku akan memeriksa keadaanmu”.
“Mengapa tidak sekarang saja profesor?”.
Profesor Dirwa meninggalkan Kirman dan kudanya dengan wajah dingin penuh misteri, memang selama ini Kirman sudah menganggap Dirwa adalah pamannya sendiri yang telah merawatnya. Sesampainya di rumah, seperti biasa Astuti menyiapkan makan malam bagi mereka. Tubuh yang begitu lelah membuat Kirman mengalami kantuk berat hingga langsung menuju kamar tidur. “Hah, mimpi itu lagi”. Tergagap bangun dini hari, Kirman tak melihat Astuti di sebelahnya, Kirman beranjak dengan secepat kilat mencarinya, tanpa membersihkan diri tak pula menggosok gigi. Kirman mendaki bukit yang terdapat di samping rumahnya, seorang diri, dengan senyap dan penuh berhati-hati, nafas tak beraturan kepala pening samping kanan karena tak makan seharian. Astuti menunggu di punggung bukit penuh rasa takut melihat jawaban yang akan ia terima setelah melihat wajah Kirman nantinya.
“Kau kemana saja?” tanya Kirman.
“Aku tak kemana-mana, hanya saja aku ingin mencari angin segar untuk simpanan terakhirku sebelum menjelangnya kuda terakhir kita” sahut Astuti.
“Tetapi bagaimana dengan profesor? Hari ini beliau datang mengunjungi kita sayang”
“Begitukah? Baiklah akan ku persiapkan beberapa jamuan untuk beliau”.
“Sebentar, aku ingin menanyakan beberapa hal padamu”.
“Apakah itu suamiku?”.
“Apakah kau tahu peristiwa Tunggalbanyu?”.
“Mengapa kau tanya itu padaku? Itu perkara yang sama sekali tidak ku ketahui”.
“Jujurlah istriku, aku hanya tidak ingin mimpi ini terus menghantuiku, hingga isi kepalaku serasa ingin meledak.”
Astuti meneteskan air mata untuk kesekian kalinya, semestinya dia melupakan perkara tragedi itu, namun apalah daya. Mulut, pikiran, hati, akal, batin sudah tak berjalan dengan kebohongan yang ditutupi.
“Akulah yang membunuhnya, aku menyamar sebagai prajurit Hades dan aku pula yang mengubah isi surat itu, kau tak tahu apa-apa karena kau sejak dahulu memang sendirian, aku tak ingin keluargaku hilang sebagai tumbal kerajaan Oskup atas tragedi krisis moneter pada saat itu, aku sama denganmu wahai suamiku, banyak mimpi yang berkeliaran hingga isi kepalaku ingin meledak, apa kau tahu siapa profesor yang kau anggap sebagai pamanmu? Hah” tiba-tiba suara tembakan terdengar menagarah ke Astuti hingga Kirman pun terkejut melihat istrinya sudah tak bisa bergerak, berdiri menatap Kirman, terjatuh dan berkata “Terima kasih suamiku, kau lelaki hebat yang pernah ku kenal, mulai sekarang jagalah kuda itu, kuda terakhirku sudah menunggu, terima kasih”.
Kirman tak tahu harus berbuat apa, air mata mengucur deras mewakilkan perasaan atas peristiwa yang terjadi menjelang fajar itu. Kirman hanya memeluk tubuh Astuti dengan harap waktu sanggup diulang kembali dan tak seperti ini. Umpatan demi umpatan keluar dari mulut Kirman. Dirwa datang dengan wajah yang merah menyala bak manusia yang dinaungi Iblis, penuh kebahagiaan sadis, membawa senapan yang telah dia tembakkan terhadap Astuti.
“Bagaimana? Apakah kebijaksanaanku sudah seperti tragedi yang dialami Oskup? Apakah kau sudah bertemu Abraham ayahmu? Apakah mimpi yang menghantuimu sekarang sudah membaik?”
“Dasar kau ahli nujum, berbahagialah wahai Iblis Oskup.” Teriak Kirman dengan kasar serta sumpah serapah kepada Dirwa. Langit seketika hitam pekat, sementara sang fajar berubah menjadi hujan di pagi hari, hanya untuk Kirman seorang dan negeri Hades.
Penulis : Yustito Roiyan Bilantara Nugraha Bhakti
Mahasiswa Aktif Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Tsania Laila Magfiroh