UMS, pabelan-online.com – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Ambon menolak permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Lintas, terkait Surat Keputusan (SK) Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon Nomor 92 Tahun 2022 tentang Pembekuan LPM Lintas IAIN Ambon tertanggal 17 Maret 2022. Adapun pertimbangannya karena penggugat dianggap tidak memiliki kedudukan hukum untuk menggugat.
Melansir dari persma.id PTUN mengeluarkan keputusan Nomor 23/G/2022/PTUN.ABN yang menyebutkan penolakan permohonan penundaan pelaksanaan objek sengketa, karena hakim berkesimpulan masa kepengurusan para penggugat sebagai pengurus LPM Lintas IAIN Ambon berakhir pada 16 Maret 2022.
Adapun bunyi putusan yang diterbitkan pada Senin, 28 November 2022 kemarin ialah, “Menimbang bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum dan doktrin sebagaiman yang telah diuraikan dalam pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim menilai bahwa dengan berakhirnya masa kepengurusan para penggugat pada tanggal 16 Maret 2022, maka tidak ada lagi hubungan hukum atau hubungan kausal langsung antara para penggugat dengan LPM Lintas IAIN Ambon.”
Sedangkan, menurut kuasa hukum para penggugat, hakim tidak melihat secara global pemasalahan yang terjadi.
Kuasa Hukum penggugat menilai jika Majelis Hakim juga tidak membaca Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) LPM Lintas secara keseluruhan mengenai masa kepengurusan LPM Lintas. Tepatnya pada pembahasan pasal di AD/ART LPM Lintas tentang Permusyawaratan.
Pada pasal tersebut, pembubaran LPM Lintas hanya dilakukan melalui forum Musyawarah Akbar.
Jika kampus menunjuk pengurus baru secara sepihak dan menjadi dasar pembekuan LPM Lintas, menurut kuasa hukum SK hal itu bermasalah. Sehingga, tambahnya, alasan LPM Lintas harus ditutup karena masa kepengurusan telah lewat satu hari tidak bisa dibenarkan.
SK yang diteken Rektor IAIN Ambon, Zainal Abidin Rahawarin kepada LPM Lintas ini juga berdampak kepada sembilan anggota LPM Lintas yang dilaporkan ke Kepolisian Daerah (Polda) Maluku, dengan tuduhan pencemaran nama baik oleh Gilman Pary selaku Fungsional Analisis Kepegawaian Ahli Madya IAIN Ambon pada 18 Maret 2022.
Pada 11 dan 15 Mei lalu, sembilan penggiat LPM Lintas menerima surat panggilan klarifikasi dari Polda Maluku.
Dampak lain dari SK Rektor Nomor 92 yang diterbitkan setelah tiga hari Majalah Lintas edisi IAIN Ambon Rawan Pelecehan beredar menjadi legitimasi bagi pejabat kampus untuk terus melakukan upaya intimidasi dan ancaman terhadap studi Pemimpin Redaksi LPM Lintas serta, dilakukannya penahanan ijazah alumni LPM Lintas.
Dihubungi langsung oleh Pabelan-online.com, Yola Agne selaku Pemimpin Redaksi LPM Lintas mengungkapkan, jika pihaknya pasrah terharap putusan persidangan hakim kemarin.
Menurutnya, Tim Advokasi LPM Lintas menganggap kalau hakim kurang progresif, jika dilihat dari fakta-fakta persidangan kemarin yang berbanding terbalik.
Agne menambahkan, pihaknya mengalami kerugian akibat pemberedelan tersebut. Misalnya LPM Lintas tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya, tidak mendapat anggaran dari pihak kampus untuk menjalankan kerja-kerja jurnalistik, dan tidak dapat melakukan kerja jurnalistik di dalam kampus.
Menurutnya, kerugian-kerugian itu yang seharusnya dapat dilihat hakim untuk dijadikan pertimbangan.
“Rencana ke depan terkait advokasi hukum ini kemungkinan kita akan mengajukan banding, tetapi nanti dilihat lagi. Kita belum rapat dengan tim advokasi. Tetapi memang sebelum ini juga kita sudah pernah ngomong misal di PTUN ini kita kalah nanti bisa mengajukan banding. Karena LPM Lintas akan menggunakan segala cara untuk mengembalikan LPM Lintas ini dan mendapatkan sesuatu yang kami rasa adil untuk LPM Lintas,” ujarnya, Kamis (1/12/2022).
Agne berharap agar pihak kampus lebih fokus pada penanganan kasus kekerasan seksual. Menurutnya, isu tersebut merupakan isu penting ketimbang terus mengurusi kasus LPM Lintas.
Di IAIN Ambon sendiri hingga saat ini belum ada Tim Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
“Semoga tidak ada LPM yang mengalami intimidasi dan kriminalisasi seperti (yang dialami –red) LPM Lintas. Pemangku kebijakan harus bekerja sama memikirkan bagaimana posisi pers mahasiswa ini lebih aman lagi dalam menjalankan kerja jurnalistiknya. Karena semakin ke sini kita melihat pers mahasiwa semakin produktif, semakin kritis, semakin kreatif, tetapi ketika menuju ke ide-ide tersebut, banyak hambatannya karena tidak dijamin keamanannya. Padahal kita sudah melakukan sesuai kode etik, kenapa kita tidak bisa dilindungi?” harapnya.
Muhammad Anon Heluth, salah seorang anggota LPM Lintas membenarkan terkait adanya permasalahan selama persidangan untuk proses kasus ini. Menurutnya banyak kesalahan yang dilakukan pengadilan terkait kasus yang tengah dihadapi pihaknya.
“Mereka (pihak pengadilan –red) tidak memberikan ruang untuk kita membicarakan persoalan ini, baik dari kampus itu sendiri maupun pengadilan. Harapan kita untuk menyelesaikan kasus dengan universitas itu sendiri. Karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan selama ini,” harapnya, Rabu (30/11/2022).
Reporter : Aliffia Khoirinnisa
Editor : Novali Panji Nugroho