Bukan lagi jadi rahasia umum jika kampus merupakan tempat semua insan di dalamnya untuk berproses. Tak jarang kita melihat dari kampus melahirkan orang-orang besar, yang berpengaruh dan menginspirasi.
Tak jarang juga kita menyaksikan komunitas atau gerakan yang lahir atas pemikiran kaum intelektual di kampus. Pada dasarnya, hal itu memang menjadi esensi dari mahasiswa dan kampus itu sendiri.
Di kampus, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk menuntaskan studinya. Lebih dari itu, mahasiswa memiliki peran sebagai agen perubahan. Mahasiswa adalah harapan bangsa. Mahasiswa memiliki kebebasan penuh atas apa yang dilakukannya di kampus.
Tak jarang, kebebasan itu menghasilkan ide atau gagasan kreatif yang mampu mengubah bangsa. Namun, ternyata ada pula yang menyelewengkan makna dari kebebasan itu. Mahasiswa menjadi keluar dari koridornya dan menyalahi aturan yang berlaku.
Misalnya saja organisasi pergerakan Hizbut Tahrir Indonesia atau disingkat HTI yang terindikasi ada di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Organisasi ini telah ditetapkan oleh negara sebagai organisasi terlarang. Melansir dari detik.news.com, HTI resmi dibubarkan dan dilarang beroperasi di Indonesia sejak Juli 2017.
Keputusan pembubaran HTI berkaitan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Perppu tersebut mengatur pembubaran ormas yang dinilai ajarannya bertentangan dengan Pancasila.
Reporter Pabelan-online.com melakukan penelusuran langsung kepada terduga yang mengikuti dan memiliki peran pada jaringan HTI di UMS ini. Secara tidak langsung, terduga kerap melakukan kaderisasi kepada mahasiswa UMS untuk bergabung ke organisasi terlarang itu.
Selama penelusuran investigasi ini, Reporter Pabelan-online.com beberapa kali diajak oleh terduga untuk mengikuti forum diskusi jaringan HTI secara daring. Dari forum itu, diketahui rata-rata pesertanya merupakan mahasiswa aktivis di Indonesia, sekitar 200 peserta.
Dalam forum diskusi itu membahas persoalan isu sosial yang ada di lingkungan masyarakat. Namun, dari beberapa forum diskusi yang diikuti oleh reporter, inti dan solusi dari permasalahan diskusi tersebut dengan mendoktrin peserta untuk kembali pada sistem khilafah.
Proses Menjaring Mahasiswa Bergabung ke HTI
Setelah melakukan investigasi lewat platform WhatsApp, Reporter Pabelan-online.com berhasil mengajak terduga untuk bertemu. Lewat penelusuran ini, Tim Pabelan-online.com dapat melakukan wawancara secara diam-diam dengan terduga.
Pada kesempatan ini, terduga banyak bercerita tentang jaringan HTI. Ia mengonfirmasi langsung jika jaringan terlarang ini benar ada di UMS, dengan kedok komunitas muslim yang bergerak secara bawah tanah dan digerakkan oleh orang-orang HTI.
Terduga bercerita bagaimana dirinya menjaring mahasiswa UMS untuk ikut ke dalam HTI ini. Diketahui langsung, terduga merupakan alumni UMS. Selama itu, terduga mengajak mahasiswa untuk ikut ke HTI. Disinyalir terduga masih melakukan kaderisasi itu hingga tahun ini.
Targetnya adalah mahasiswa aktivis. Terduga memulai dengan menghubungi ketua dari organisasi-organisasi mahasiswa di dalam kampus untuk mengajak beberapa anggotanya mengikuti kajian dan forum diskusi.
Berdasarkan pengakuan terduga, jaringan ini tidak hanya tersebar di Solo atau UMS saja, melainkan di berbagai wilayah seperti di Jawa Timur, Jawa Barat, hingga Nusa Tenggara. Sementara di Solo baru ada sejak 2017.
“Kalau rekrutnya ikut pembinaan di kita dahulu, baru nanti diajukan. Kalau anggota kita sekarang sih ada dari UIN (Surakarta –red), UNS, UMS, kampus-kampus di Solo insyaallah ada,” ungkapnya, Kamis (6/10/2022).
Representasi Jaringan HTI di UMS
Tim Pabelan-online.com mendapati narasumber yang mengetahui adanya indikasi pergerakan jaringan HTI di UMS. Royan (nama samaran) mengatakan jika dirinya memiliki teman yang tergabung dalam HTI.
Berdasarkan pengamatan Royan, adanya representasi pergerakan jaringan HTI di UMS disebabkan karena beberapa penggerak HTI adalah mahasiswa UMS. Meski demikian, gerakan HTI ini tidak dibawahi langsung oleh kampus alias underground.
Royan bercerita perubahan perilaku teman sekamarnya—yang juga mahasiswa UMS—setelah tergabung dalam HTI. Katanya, si A (teman Royan) lebih mengutamakan forum kajian HTI dibanding pengajian sekitar kampus yang diadakan oleh UMS.
Setelah A masuk ke dalam jaringan HTI, tambah Royan, pemikirannya tidak lagi sejalan dengan posisinya sebagai mahasiswa UMS yang berada di bawah persyarikatan Muhammadiyah.
“Yang paling menonjol dari HTI di Indonesia itu kan khilafah gitu ya. Dia arahnya ke situ (khilafah –red) gitu,” tuturnya, Rabu (5/10/2022).
Royan bercerita jika dirinya sempat diajak bergabung oleh A lewat obrolan di media sosial. Namun dirinya memilih untuk tidak. Menurutnya, keterbukaan jaringan HTI karena mereka tetap membutuhkan massa.
“Mungkin mereka sebenarnya umum, tetapi informasi kegiatan terbatas di orang yang ada di jaringan saja. Misal punya teman yang kira-kira bisa diajak, terus dikabari (oleh jaringan HTI –red),” tambahnya.
Respons Rektorat
Kepada Pabelan-online.com, Ihwan Susila yang menjabat sebagai Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan UMS berpendapat jika adanya jaringan HTI di UMS bukan wilayah kewenangannya karena HTI merupakan organisasi eksternal.
Prinsipnya, kata Ihwan, mahasiswa memiliki kebebasan untuk mengikuti organisasi apa pun. Ia menegaskan jika dirinya tidak melarang organisasi apa pun, terkecuali organisasi yang dilarang pemerintah.
“Sebenarnya itu kan amanat undang-undang. Kebijakan kita itu mahasiswa memang sudah memanfaatkan organisasi yang ada di dalam kampus. Semua kita fasilitasi,” ujar Ihwan, Selasa (24/11/2022).
Adanya jaringan terlarang di kampus UMS, menurut Ihwan, tidak hanya menjadi tanggung jawab universitas, melainkan sudah menjadi tanggung jawab negara.
“Saya kira tidak perlu khawatir (adanya jaringan HTI di UMS –red). Kita sudah mendorong mahasiswa untuk mengikuti organisasi yang ada di dalam kampus,” tutupnya.
Reporter : Aliffia Khoirinnisa dan Muhammad Iqbal
Editor : Novali Panji Nugroho