Rommi Adany Putra Afauly seorang Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) Program Studi (Prodi) Teknik Mesin. Pria kelahiran Jakarta, 18 Desember 1999 yang akrab disapa Rommi, saat ini sedang mengembangkan sekolah nonformal bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat dan lulusan SMA/sederajat yang diberi nama ‘Sakola Kembara’ guna mempersiapkan masuk perguruan tinggi. ‘Sakola Kembara’ ini sendiri berawal dari keresahannya akan isu pendidikan.
Proyek ‘Sakola Kembara’ juga digagas oleh Gebrak Indonesia, salah satu kegiatan kemahasiswaan di ITB yang bergerak di bidang community development.
Meskipun mengembangkan ‘Sakola Kembara’, Rommi berusaha untuk tetap menyeimbangkan perannya sebagai mahasiswa di bidang akademik. Hal tersebut terlihat ketika Rommi menerima Beasiswa Aktivis Nusantara (Baktinusa), dan juga perannya dalam kegiatan sosial seperti, berbaur bersama pada Rumah Belajar Sahaja, Gerakan Berbagi, dan menjadi guru les privat.
Kepada reporter Pabelan-online.com, Rommi menceritakan bagaimana awal mula pengembangan Sakola Kembara tersebut. Awalnya dari sebuah lingkup pertemanan di organisasi, pada saat itu mempunyai kegelisahan khusus dalam hal pendidikan dalam situasi pandemi.
Rommi yang pada saat itu masih dalam proyek di Desa Cinta Asih, Jawa Barat, memutuskan fokus tinggal di Desa tersebut dan mencari cara pengembangan pendidikan di desa tersebut.
“Ya pada dasarnya, berawal dari lingkar pertemanan saja,” ungkapnya, Minggu (5/3/2023).
Dalam pengembangannya, Rommi menuturkan bahwa ‘Sakola Kembara’ berganti-ganti guru pengajar. Namun tim inti ‘Sakola Kembara’ sendiri berjumlah enam orang dan sistem pengajar itu terbuka bagi siapapun.
Rommi menceritakan awal mula melakukan pengembangan ‘Sakola Kembara’ di Desa Cinta Asih, Jawa Barat. Pada saat itu, ia tinggal selama enam bulan dengan mengajak anak-anak yang ingin belajar bersama, supaya dibantu mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Hal itu dilakoninya dengan melakukan berbagai pengumuman, mendatangi ke acara-acara. Sayangnya, anak-anak di desa tersebut masih minim kesadaran untuk belajar bersama di ‘Sakola Kembara’.
Rommi juga menuturkan kendala dalam hal ekonomi, karena masih menjadi mahasiswa. Mengelola sekolah semacam itu tentunya tidak mudah. Terlebih pihak kampus juga tidak selalu menyediakan pendanaan. Rommi terkadang mengupayakan dana dari teman-temannya, alumni-alumni yang sudah bekerja, bahkan ke orang tua masing-masing.
“Belum ada pendanaan pasti, jadi selalu ada usaha khusus guna mencari pendanaan,” tuturnya.
Pengembangan Sakola Kembara saat ini, berfokus pada tempat baru yaitu di Cililin, Jawa Barat. Hal ini karena lokasi di Desa Cinta Asih terkendala dari segi lokasi dan terisolasi.
Ia menambahkan, ‘Sakola Kembara’ di Cililin dari 16 anak siswa yang dibina 11 diantaranya sudah berhasil masuk PTN yang diinginkan, dan sekarang ini sudah berjalan angkatan kedua.
Rommi menjelaskan, setiap orang mempunyai kepeduliannya terhadap isu-isu tertentu, kebetulan dirinya tertarik dengan isu pendidikan.
“Semoga dengan adanya ‘Sakola Kembara’ banyak anak-anak yang terbantu, dan di luar sana banyak ‘Sakola Kembara’ lainnya. Terlebih lagi dari aspek segi pendanaan semoga ada bantuan sehingga rekan-rekan hanya berfokus dalam hal pengajaran,” pesan Rommi menutup sesi obrolan.
Reporter: Shafy Garneta Maheswari
Editor: Nimas Ayu Sholehah