UMS, pabelan-online.com – Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada (STAIMS) Yogyakarta di Drop Out oleh pihak kampus. Hal tersebut terjadi karena adanya pemberitaan tentang polemik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) STAIMS Yogyakarta.
Ketua STAIMS Yogyakarta melalui surat Keputusan Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Masjid Syuhada Nomor: 0094/SK/STAIMS/II/2023 mengeluarkan Avif Hanafi dan Abdillah Mannan.
Hal ini disebabkan adanya tuduhan bahwa dua mahasiswa tersebut melakukan pelanggaran pasal 79 ayat 1 sampai 3 pada STATUTA Tahun 2021 bahwa “Perlu segera mengeluarkan dua mahasiswa tersebut untuk menjaga kondusifitas di Lingkungan Kampus”.
Melansir dari surat keterangan Aliansi Mahasiswa Untuk Kebebasan Akademik (AMUKA) menyebutkan kronologi kasus tersebut berawal dari kanal media mitanews.co.id yang menerbitkan berita bertajuk “Matinya Demokrasi di STAIM Masjid Syuhada Yogyakarta” pada Senin, 6 Februari 2023.
Pada berita tersebut memuat informasi terkait prosesi pemilihan Gubernur Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAIMS Yogyakarta.
Berita yang diterbitkan mitanews.co.id memuat kutipan langsung dua mahasiswa STAIMS yakni, Avif Hanafi sebagai Gubernur Dema dan Abdillah Mannan sebagai Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Rasyid Ridha.
Pemberitaan tersebut mengakibatkan pemanggilan Avif dan Mannan untuk melakukan klarifikasi pada pihak kampus STAIMS dan berujung adanya DO pada keduanya.
Berdasarkan kronologi pada keterangan tersebut, AMUKA mengadakan konsolidasi untuk menuntut pihak STAIMS. Tuntutan tersebut disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, adanya intervensi dari Pimpinan Kampus dengan mengusulkan perubahan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dari pemilihan umum ke aklamasi (penunjukan langsung – Red) yang berimplikasi pada matinya demokrasi di kampus.
Kedua, adanya penolakan terhadap argumentasi dan kritik dari mahasiswa oleh pimpinan kampus.
Ketiga, adanya pemberitaan mengenai polemik pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Dewan Eksekutif Mahasiswa STAIMS Yogyakarta dan kemudian memicu pihak kampus memanggil Avif Hanafi dan Abdillah Mannan yang berujung pada skorsing dua semester dan diberhentikan status kemahasiswaannya.
“Kami menilai bahwa STAIMS terlalu berlebihan dengan mengambil sikap mengeluarkan Avif Hanafi dan Abdillah Mannan tanpa mau mendengar perspektif dari dua mahasiswa tersebut,”ungkap keterangan tersebut, Minggu (5/3/2023).
Rina Sari Kusuma selaku Dosen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menanggapi kasus DO sepihak oleh STAIMS tersebut.
Menurutnya, kritik adalah suatu masukan terhadap pembelajaran di perkuliahan. Tambahnya, kritik tersebut bisa disampaikan kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab kepada hal itu.
“Kritik itu sifatnya memiliki hak jawab, hak tanya, dan hak mendapatkan jawaban mahasiswa. Misalnya terkait evaluasi mahasiswa, hal itu juga punya hak bertanya dan dosen harus memberikan jawaban, data, dan informasi tersebut,” ungkapnya, Senin (13/3/2023).
Zabrina Damayanti selaku Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Ilkom) UMS mengungkapkan, bahwa di era digital yang serba online ini kampus sudah menyediakan kontak person berupa kritik dan saran bisa mengadu ke pihak tersebut.
Tambahnya, daripada harus mamakai cara konvensional seperti mengikuti demo. Menurutnya, hal tersebut tidaklah efisien karena membuang waktu, tenaga, dan belum tentu terlihat hasilnya.
“Semisal lewat online ada jaminan atau tidaknya didengar oleh kampus. Menurutku, hal itu lebih sopan, elegan, lebih baik daripada memakai cara yang arogan atau arakan. Seorang mahasiswa ini yang baik, santun dan pasti akan didengar pihak kampus,” tutupnya, Senin (13/3/2023)
Reporter: Baelqis Yasminagara
Editor: Shafy Garneta Maheswari