UMS, pabelan-online-.com – BEM UNNES menginisiasi aksi simbolis cuci almamater Universitas Negeri Semarang (UNNES) secara langsung dan melalui media sosial sebagai kritikan atas kurangnya reflektifitas kampus. Hal ini dilatarbelakangi pihak rektorat yang mengeluarkan peraturan tanpa persetujuan mahasiswa.
Melansir dari laman instragram @bemkmunnes menyebutkan, praktik pendidikan tinggi yang semakin disorientasi, mulai dari biaya pendidikan yang kian mahal, penyalahgunaan anggaran pendidikan, birokrasi kampus yang makin tidak demokratis, maraknya pungutan liar serta setumpuk persoalan-persoalan lainnya.
Hal tersebut juga kerap terjadi di UNNES. Seperti, jumlah penerimaan mahasiswa baru yang berdasarkan keterbutuhan anggaran bukan ketersediaan ruangan. Transparansi anggaran yang semakin hari semakin gelap, hingga birokrasi yang seringkali salah tafsir atau gagap dalam merespon gerakan mahasiswa.
Dihubungi oleh tim Pabelan Online, Bayu Nugroho selaku Menteri Koordinator Analisis Kebijakan Publik BEM UNNES mengungkapkan, pada mulanya gerakan yang muncul sejak 2 Mei 2023 sebagai pengawalan kasus reflektifitas peraturan rektor mengenai organisasi mahasiswa (Ormawa) dan pemberian honor setelah usai.
Lanjutnya, karena UNNES yang semulanya Pengguruan Tinggi Negeri PTN Bantuan Layanan Umum (PTN-BLU) kini berganti dengan Pengguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) beberapa peraturan harus direlevansikan dengan perpindahan staff.
Menurutnya, adanya permasalahan peraturan rektor mengenai ormawa, yaitu kedudukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang hanya diakui ditingkat kampus saja. Selain itu, lanjutnya, adanya pembubaran UKM atau Badan Semi Otonom (BSO) yang bisa dilakukan ketika tidak mendukung visi misi UNNES.
“Dalam peraturan rektor sendiri tidak dijelaskan visi misi UNNES bagaimana, yang artinya masih dalam tahap abstrak dan itu bisa digunakan untuk menghapuskan LK (Lembaga Kemahasiswaan – Red) atau UKM yang terlalu frontal atas kebijakan kampus sendiri,” tuturnya, Sabtu, (6/5/2023).
Ia menambahkan, aksi tersebut juga menolak dengan tegas terkait UKM yang sebelumnya mampu mengelola keuangannya sendiri kini, digantikan oleh BSO yang diawasi oleh BEM Fakultas.
Ia menyayangkan, tidak adanya diskusi sebelum peraturan rektor ini disahkan, sehingga menimbulkan konflik pada kalangan mahasiswa sendiri.
Bayu menambahkan, dengan perubahan PTN-BLU menjadi PTN-BH akan berdampak kepada mahasiswa atas peningkatan uang kuliah tunggal (UKT). Pihak kampus harus menjamin tidak adanya peningkatan signifikan yang memberatkan mahasiswa. Disebutkan, UNNES sendiri mempunyai sentral bisnis yang terbatas yaitu tiga sektor.
“Kemungkinan bakal ada penambahan mahasiswa baru dan didalam kebijakan yang terbaru ini karena PTN-BH, kita bebas mengalokasikan keuangan secara mandiri. Terlebih, tidak adanya respon dari pihak kampus, membuat BEM UNNES melakukan gerakannya untuk menggugah rektorat dalam peraturan yang dibuatnya,” tuturnya.
Adinan Rizfauzi, salah satu mahasiswa UNNES mengungkapkan aksi yang dilakukan mengingatkannya dengan kampus yang kotor. Adanya korupsi yang dilakukan petinggi kampus, mengakibatkan tata kelola perguruan tinggi yang tidak transparan.
“Seharusnya pimpinan UNNES merasa diingatkan, agar cepat mengupayakan hal-hal yang meminimalisasi adanya penyelewengan, itu kalau mereka memiliki niat baik,” ujarnya Sabtu, (6/5/2023).
Lebih lanjut ia menambahkan, dalam pengelolaan keuangannya sebagai PTN-BH pemerintah diharapkan dampak yang akan terjadi sehingga tidak adanya penyelewengan.
“Pimpinan UNNES tidak merasa risau dengan aksi-aksi semacam itu. Sebaliknya, mereka harus berterima kasih karena sudah diingatkan, dan dari situ pimpinam bisa segera mengevalusi atau membicarakan ulang hal-hal yang menurut mahasiswa tidak sesuai,” harapnya.
Reporter: Kania Aulia Nazmah Nabilla
Editor: Shafy Garneta Maheswari