UMS, pabelan-online.com – Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menutup 23 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang ada di Indonesia. Hal ini berdampak pada mahasiswa yang mengeluhkan proses perpindahan kampusnya.
Melansir dari laman media suaramerdeka.com, keputusan penutupan kampus ini merupakan dampak atas pelanggaran administrasi berat yang dilakukan oleh PTS, seperti dinyatakan dalam surat administratif dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) tertanggal 3 Mei 2023.
Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) menjelaskan, bahwa penutupan tersebut dilakukan karena PTS melanggar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, serta Pendirian, Perubahan, dan Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta.
Pelanggaran ini meliputi pemberian gelar akademik kepada individu yang tidak berhak dan beberapa PTS juga melakukan penyimpangan dana bantuan negara, seperti dalam program Kartu Indonesia Pintar (KIP)-Kuliah.
Dihubungi oleh reporter Pebelan-online.com, RTJ salah satu mahasiswa STMIK Tasikmalaya yang ditransfer ke Universitas Perjuangan Tasikmalaya, memberikan tanggapannya. Sebagai mahasiswa transfer, ia merasa cukup berat karena harus beradaptasi dan menyesuakan diri kembali dengan lingkungan kampus yang baru.
“Saya merasakan dampaknya, apalagi soal waktu. Meskipun ada konversi nilai dari kampus lama ke kampus baru, namun saya tetap harus menempuh mata kuliah yang sebelumnya tidak ada di kampus yang lama. Dampaknya juga terhadap pembiayaan, dimana saya harus membayar kembali uang registrasi dan lainnya,” ungkapnya, Sabtu (10/6/2023).
Ia menambahkan, bahwa tidak ada penjelasan dan tanggapan dari yayasan terkait permasalahan ini. Menurutnya, perpindahan ini terkesan mandiri, karena yayasan hanya merekomendasikan daftar nama kampus yang bisa dipilih untuk melanjutkan perkuliahannya.
“Semoga juga semua mahasiswa bisa berkuliah dan benar-benar dijamin pembiayaan registrasi perpindahannya. Karena tidak sedikit teman-teman saya (mahasiswa transfer – Red) yang tidak bisa melanjutkan perkuliahan karena kendala biaya. Mau mahasiswa pindah kemana saja, itu tetap menjadi tanggung jawab yayasan. Data kelegalan, data mahasiswa, data perpindahan, dan pembiayaannya perlu jaminan dari kementerian (Kemenristek Dikti – Red),” harapnya.
Dikesempatan lain, Rizal Ramli mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Tribuana Bekasi, Jawa Barat turut memberikan pandangan tentang pengalaman yang terjadi pada dirinya. Ia merasa kecewa dengan adanya penutupan kampus tersebut, karena kemungkinan ia akan menempuh kuliah setahun lagi, padahal seharusnya tahun ini ia sudah wisuda.
Lanjutnya, kerumitan juga datang dari banyak aspek seperti biaya dan waktu yang telah dikeluarkan serta pembelajaran baru, dan dampak yang juga terasa oleh orang tua masing-masing mahasiswa.
“Semoga teman-teman mahasiswa yang terdampak, difasilitasi dengan optimal dan efektif secepatnya sama halnya statement dan komitmen yang dilontarkan LLDIKTI untuk membantu masyarakat yang terdampak dalam hal ini mahasiswa, dosen, dan perangkat kampus. Aamiin,” harapnya, Senin (12/6/2023).
Senada dengan hal itu, Virgiawan Listanto Djaha yang juga mahasiswa lulusan STIE Tribuana Bekasi, Jawa Barat turut memberikan responnya. Menurutnya, penutupan PTS tersebut juga berdampak bagi mahasiswa yang akan dan telah lulus.
“Temen-temen yang udah lulus, namun belum memproses ijazah pun harus kuliah lagi di kampus lain untuk mendapatkan ijazah dikarenakan kampus udah ditutup Kemenristekdikti,” jelasnya, Minggu (11/6/2023).
Ia juga berharap Kemenristek Dikti memberikan kemudahan dan solusi bagi para mahasiswa transfer yang telah lulus untuk mendapat ijazah.
Reporter: Nimas Ayu Sholehah
Editor: Sarah Dwi Ardiningrum