UMS, Pabelan-online.com – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih (Uncen) menuntut penambahan kuota Orang Asli Papua (OAP) dalam proses penerimaan Jalur Mandiri Seleksi Bersama (JMSB) harus 80 persen pada pertengahan Juni lalu. BEM Uncen juga tuntut pihak kampus segera selesaikan berbagai permasalahan yang ada.
Dalam aksi demo pada Rabu, 14 Juni lalu BEM Uncen menuntut berbagai permasalahan di Uncen, yakni meminta penambahan kuota penerimaan mahasiswa untuk OAP, menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), dan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) Universitas yang masih dilaksanakan secara online. Setelah aksi tersebut BEM Uncen masih terus melakukan pengawalan.
Salmon Wantik selaku Ketua BEM Uncen mengungkapkan, bahwa di Uncen terdapat pembatasan kuota penerimaan mahasiswa, tepatnya pada Fakultas Kedokteran (FK) karena tidak menerima kuota penerimaan Jalur Mandiri atau JMSB.
“Karena keterbatasan fasilitas dan tidak bisa menampung semua (calon mahasiswa baru FK – Red). Pihak kampus juga terus beralasan tidak ada penerimaan Jalur Mandiri hingga saat ini, karena pihaknya (Kampus Uncen – Red) mengikuti aturan pemerintah dengan statement sedang mempersiapkan ruangannya,” tambahnya, Rabu (28/6/2023).
Wantik juga menjelaskan, bahwa para mahasiswa juga menuntut penerimaan mahasiswa asli Papua di Uncen menjadi 80 persen, yang sekarang masih dalam rata-rata 70 persen. Lanjutnya, ia juga menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang disebabkan adanya perubahan kebijakan pihak kampus.
“Status Uncen sebelumnya Satuan Kerja (Satker), berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU), yang berdampak terhadap kenaikan UKT pada Mahasiswa Baru (Maba – Red) 2023,”ungkapnya.
Ia juga menambahkan tuntutannya terkait PKKMB tahun ini dilaksanakan secara online, karena menurutnya pihak kampus hendak menghindari penyusup seperti, Gerakan Mahasiswa dan Rakyat Papua yang bisa saja memberikan doktrin bagi Maba Uncen.
“(Semoga – Red) Ada keputusan perihal pembatasan (kuota mahasiswa – Red), PKKMB, UKT, dan lainnya. Juga ada keputusan yang bisa diambil oleh pihak Rektor dan Dekan Uncen untuk memuaskan hati mahasiswa,” harapnya.
Yato Murib salah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) berpendapat, bahwa seharusnya tidak ada pembatasan kuota pada mahasiswa tersebut. Lanjutnya, permasalahan tersebut harus segera diselesaikan secara baik-baik oleh pihak kampus dan bagian terkait.
Menurutnya, Indonesia merupakan negara demokrasi, sehingga semua orang memiliki hak untuk memyampaikan pendapat di muka umum. Termasuk para mahasiswa Papua yang menyampaikan aspirasi-aspirasinya.
“Saya ingin sampaikan kepada pihak kampus, seharusnya tidak ada pembatasan atas aspirasi yang ada, karena semua punya hak dalam menyampaikan secara lisan di muka umum dan terkait penurunan UKT itu layak (mendapat perhatian pihak kampus – Red),” tutupnya, (23/6/2023).
Reporter: Seliana Putri
Editor: Shafy Garneta Maheswari