UMS, pabelan-online.com – Komunitas media Bangsa Mahardika selenggarakan diskusi melalui live streaming Youtube dengan tema “Kuliah Makin Mahal Efek Liberalisasi Pendidikan” pada Selasa, 5 Juli 2023 dengan menghadirkan pembicara dari beberapa perwakilan Badan Eksutif Mahasiswa (BEM) di Indonesia. Diskusi ini dilatarbelakangi adanya peningkatan biaya pendidikan pada jenjang perguruan tinggi di beberapa kampus.
Naufal Banu selaku pembicara pertama dan Presiden BEM Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Mulawarman (Unmul) berpendapat bahwa naiknya biaya pendidikan tidak sesuai dengan alinea keempat Undang- undang Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi, “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.
Banu juga menjelaskan, bahwa saat ini Unmul sedang mengupayakan perubahan dari Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (PTN-BLU) menjadi PTN- Badan Hukum (BH).
“Apa jadinya jika di Unmul sudah menjadi PTN-BH sedangkan saat ini menjadi PTN-BLU yang menerima Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari pemerintah saja, kenyataannya subsidinya tidak terasa sama sekali,” ungkapnya, Selasa (4/7/2023).
Rere pembicara kedua dari BEM Universitas Hasanuddin (Unhas) mengungkapkan bahwa terdapat Mahasiswa Baru (Maba) 2023 yang tidak bisa lanjut kuliah disebabkan Surat Keputusan (SK) baru mengenai tingginya tagihan biaya, yang menurutnya sudah di luar kemampuan orang tua maba tersebut.
“Semester ini kami dijanjikan SK untuk penyesuaian UKT (Uang Kuliah Tunggal – Red). Namun, kami ditipu dengan yang keluar malahan SK kenaikan UKT. Tidak ada SK penyesuaian bagi kawan-kawan (maba – Red) yang UKT – nya tidak sepadan dengan tanggungan (ekonomi – Red) keluarganya,” tambahnya, Selasa (4/7/2023).
Di sisi lain, perwakilan dari BEM Universitas Indonesia (UI), Azmi menjelaskan bahwa terjadi lonjakan UKT di UI pada 2023 dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 0 – 5 juta untuk Program Studi (Prodi) rumpun Sosial Humaniora (Soshum) dan 0 – 7,5 rumpun Sains dan Teknologi (Saintek).
“Ada 700 – 800 mahasiswa mengeluhkan akan perbedaan dan lonjakan biaya (UKT – Red) yang dapat mencapai angka 17,5 juta untuk rumpun Saintek dan 15 juta untuk rumpun Soshum,” jelasnya, Selasa (4/7/2023).
Perwakilan BEM Universitas Udayana (Unud), Padmanegara juga menyetujui bahwa, kampus saat ini telah menjadi ladang bisnis. Padahal, menurutnya, sudah menjadi kewajiban negara untuk menjamin hak-hak pendidikan setiap warganya, namun kenyataannya pendidikan malah dikomersialisasikan.
“Biaya pendidikan yang tinggi perlu diimbangi dengan kualitas pendidikan yang tinggi pula. Namun, kualitas yang diberikan di Unud tidak sebanding bahkan kurang (dari biaya UKT – Red) ,” terangnya, Selasa (4/7/2023).
Kaiya salah satu peserta diskusi dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) mengungkapkan dirinya sangat setuju bahwa pendidikan seharusnya tidak berpacu pada komersial.
“Namun saya juga merasa bahwa setiap fasilitas yang diberikan dan pelayanan yang tersedia juga menjadi faktor utama pendidikan di Indonesia menjadi mahal seiring berjalannya waktu,” ujarnya, Selasa (4/7/2023)
Di sisi lain, Halida peserta diskusi dari Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STIMK) Sinar Nusantara mengungkapkan, komersialisasi pendidikan sangat berdampak terhadap biaya pendidikan yang mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat yang berasal dari kelas sosial bawah.
“Hal ini menjadi penyebab masyarakat mengeluh dengan biaya pendidikan yang semakin mahal dari jenjang pendidikan terendah hingga tertinggi,” tutupnya, Selasa (4/7/2023).
Reporter: Nadiah Ardiningrum
Editor: Nimas Ayu Sholehah