UMS, pabelan-online.com – Kasus somasi terhadap mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang viral beberapa saat lalu berpotensi menimbulkan ketakutan mahasiswa untuk melakukan kritik. Hal ini mendapat komentar dari mahasiswa.
Pada Juni lalu Mohammad Rafi Azzamy yang sempat menuai perhatian publik lantaran kritikannya pada kampusnya tersebut melalui media sosial. Dalam konten tersebut ia menyebut kampusnya toxic dan durjana karena beberapa alasan.
Aksi tersebut, berujung dengan somasi yang dikeluarkan oleh pihak UMM melalui surat tertanggal 26 Juni 2023 lalu. Adanya kasus ini mengundang komentar mahasiswa karena berpotensi menimbulkan ketakutan untuk melakukan kritik.
Gielbran Muhammad Noor selaku ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Gajah Mada (UGM) mengungkapkan, bahwa tindakan somasi tersebut akan menghalangi aspirasi mahasiswa ketika melakukan kritik baik pada kondisi aktual dan objektif di kampus.
Menurutnya, meskipun mahasiswa yang menyampaikan aspirasi tersebut masih belum sempurna caranya, namun pihak kampus sebaiknya tidak menghalangi kritikan yang ada dan bersifat otoriter.
Lebih lanjut, menurut Gielbran tindakan somasi itu malah akan menimbulkan trauma atau keengganan bagi para mahasiswa untuk melakukan kritik. Tambahnya, kasus itu juga dapat merusak citra rektorat yang enggan menerima kritik, sehingga sangat bertentangan dengan nilai demokratis.
“Respon yang harus dilakukan rektorat seminimal-minimalnya memberi afirmasi, jangan memberikan barier (penghalang – Red) dalam merespon kritikan,” ungkapnya, Senin (10/7/2023).
Ferryawan Dwi Saputra selaku pihak perwakilan Eksekutif Mahasiswa (EM UB) mengungkapkan, bahwa suatu pembatasan berekspresi atau berpendapat di kalangan mahasiswa atas problematika di kampus merupakan hal yang sudah sering terjadi di berbagai kampus di Indonesia.
“Tak terkecuali juga kasus Rafi atas kampus UMM, padahal sudah seharusnya dan bahkan sudah menjadi kewajiban bagi kampus untuk membuka serta menjunjung tinggi terciptanya ruang demokrasi terhadap mahasiswa. Termasuk juga salah satu bentuknya yaitu kritik dan saran terhadap berbagai permasalahan serta kebijakan yang ada di kampus tersebut,” ungkapnya, Senin (16/7/2023).
Kasus somasi Rafi oleh UMM, menurutnya akan mencederai adanya kebebasan berekspresi serta berpendapat yang sudah ada jaminan serta perlindungannya yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28E ayat (2).
Lebih lanjut, ia menambahkankan jika melihat berbagai kritik yang disampaikan oleh Rafi melalui argumennya, sebenarnya isi kritikan tersebut adalah suatu permasalahan yang objektif dan perlu untuk ditindak lanjuti sebagai evaluasi bagi pihak UMM itu sendiri.
Walaupun beberapa kosakata yang terselip dikonten kritikan Rafi itu memang rawan dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Apalagi dari pihak UMM sampai mengeluarkan somasi terhadap Rafi, tentu merupakan suatu hal yang seharusnya tidak patut untuk dilakukan, apalagi oleh suatu institusi pendidikan,” tutupnya.
Reporter: Seliana Putri
Editor: Shafy Garneta Maheswari