Minggu, September 24, 2023
Pabelan Online
  • Warta
    • Ranah Mahasiswa
    • Liputan Khusus
  • Kilas Balik
  • Opini
  • Resensi
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Investigasi
  • Sanggar Foto
  • Sosok
  • Editorial
  • Wawancara
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
  • Warta
    • Ranah Mahasiswa
    • Liputan Khusus
  • Kilas Balik
  • Opini
  • Resensi
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Investigasi
  • Sanggar Foto
  • Sosok
  • Editorial
  • Wawancara
  • Gaya Hidup
No Result
View All Result
Pabelan Online
No Result
View All Result
Home Headline

Kuliah di Lingkup Kampus Beda Agama, Mahasiswa Jalin Toleransi

18/07/2023
in Headline, Liputan Khusus
0
Kuliah di Lingkup Kampus Beda Agama, Mahasiswa Jalin Toleransi
0
SHARES
16
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

UMS, pabelan-online.com – Indonesia kerap mendapat julukan Negara Kepulauan yang didalamnya terdapat keberagaman budaya, suku, bahasa, dan agama. Tentunya hal ini menjadi sebuah tantangan bagi seluruh elemen masyarakat untuk menjalin toleransi dengan keberagaman yang ada. Menjalin toleransi juga sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan terlebih di dunia kampus.

Toleransi beragama sendiri ialah sikap saling menghormati dan menghargai antara penganut agama lain. Karena dengan sikap saling menghormati dan menghargai kita dapat menghindari perpecahan antar umat beragama.

Sebagai instansi pendidikan, kampus telah menjadi salah satu tempat berinteraksi warga yang memiliki perbedaan agama. Dengan latar belakang agama yang berbeda mereka harus mengedepankan sikap toleransi yang tinggi.

Mengenai hal tersebut tim pabelan-online.com mencoba membahas persoalan toleransi antar umat beragama di kalangan mahasiswa yang memutuskan untuk berkuliah dalam lingkup kampus yang berbeda agama dengan agama yang dianutnya.

Reporter pabelan-online.com mendapat kesempatan untuk berbincang secara daring dengan Sabila, yaitu salah seorang Mahasiswa Universitas Sanata Dharma. Ia menjelaskan awal mula keputusannya untuk berkuliah di Yayasan Kristen katolik Sanata Dharma dimana lingkup kampus tersebut berbeda dengan ajaran agama dan keyakinannya (Agama Islam – Red).

Menurutnya akreditasi kampus tersebut bagus. Di sisi lain bukan hal baru untuk Sabila menjalin kondisi pertemanan dengan latar belakang agama yang berbeda, pasalnya sejak menginjak Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) ia sekolah di sebuah Yayasan Nasrani Tarakanita.

“Itu kenapa aku memilih yayasan kristen katolik, sebenarnya ikut kakak. Cuman kalau kuliah yayasan waktu sekolah dulu (SMP-SMA – Red) lanjutnya ke Sanata Dharma akhirnya memutuskan untuk lanjut,” ungkapnya, Rabu (21/6/2023).

Ia menambahkan, bahwa yang menjadi pertimbangan untuk melanjutkan kuliah di kampus katolik karena bagi Sabila yayasan tersebut telah melakukan praktik toleransi beragama yang tinggi.

Hal itu dibuktikan dengan praktik berdoa yang dilakukan secara umum tidak mengarah pada doa salah satu agama saja. Mahasiswi yang beragama islam juga diberikan keleluasaan untuk menggunakan hijab. Alasan lainnya adalah dukungan oleh orang tua untuk melanjutkan studi di kampus tersebut.

“Orang tua juga terbuka, meskipun sekolah di tempat yang berbeda agama akan tetapi bukan serta merta kita mengikuti ajaran agama mereka, selama kita bisa teguh pendirian, hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah,” tuturnya.

Bagi Sabila menjadi bagian minoritas di lingkup kampusnya bukan suatu masalah. Justru dengan mengenal dan menjalin pertemanan dari latarbelakang agama yang berbeda, Sabila bisa lebih memahami dan mengerti perbedaan masing-masing agama.

Baginya hal tersebut menjadikan dirinya bisa menghargai pendapat temannya soal agama tanpa harus merasa keyakinannya yang paling benar.

Pada kesempatan yang berbeda Natalia salah seorang Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) turut membagikan pengalamannya. Alasan Natalia memilih untuk berkuliah di kampus yang berbeda agama adalah karena kala itu UMS menjadi universitas pertama yang menyatakan dirinya lolos, lalu setelahnya ia mencari tahu Natalia baru mengetahui bahwa kampus tersebut notabenya kampus berbasis agama Islam yang berbeda dengan agamanya (Kristen – Red).

Dengan keteguhan dirinya, Natalia memutuskan tetap melanjutkan studinya di UMS karena menurutnya UMS sudah menyatakan dirinya lolos, terlebih Program Studi (Prodi) yang dia minati ada di UMS. Orang tua Natalia juga memberikan kebebasan untuk melanjutkan atau tidak.

“Menunggu seleksi kampus lain masih abu-abu jadi, tetap OK di UMS. Toh juga tujuan utamanya adalah belajar pada Prodi yang dipilih,” jelasnya, Minggu (9/7/2023)

Dengan keragaman agama yang ada di Indonesia, Natalia sudah mengetahui bahwa dirinya akan menghadapi kondisi dimana ia harus menghargai keberagaman. Walaupun menjadi minoritas, ia masih bisa menyesuaikan diri dengan baik walaupun pada masa-masa awal perkuliahan Natalia harus melakukan konfimasi keberbagai pihak kampus guna kepentingan aspek mata kuliah berbasis agama Islam.

Pada masa awal perkuliahan teman-teman Natalia sempat merasa terkejut lantaran mereka mempunyai teman yang berbeda agama. Meski teman-teman Natalia juga sangat memahami perbedaan yang ada oleh karenanya mereka (teman Natalia – Red) turut memberi petunjuk terkait konfirmasi mata kuliah keislaman. Di sisi lain dosen terkait langsung memberikan tugas lain sebagai pengganti serta link akses bagi mahasiswa non-muslim.

“Banyak mendapatkan sharing-sharing informasi terkait mata-mata kuliah yang harus perlu konfirmasi dan respon dosen juga baik memberi tugas lain dan link akses bagi non-muslim, dari situ dapat hal-hal baru, dosen juga memberi kelonggaran semisal ada kegiatan rohani bisa diizinkan keluar dari kelas atau mau menetap,” ungkapnya.

Adapun terkait aturan Natalia berusaha menyesuaikan diri seperti dari cara berpakaian yang ia kenakan tidak terlalu ketat, meskipun ia masih belajar melakukan penyesuaian terkait cara berpakaian supaya berpakaian yang tidak terlalu bebas.

Nasya yang sama dengan Sabila menempuh kuliah di Sanata Dharma turut membagikan alasan dirinya berkuliah di kampus tersebut. Ia menjelaskan bahwa semenjak SMA dirinya sudah merencanakan kuliah di kampus tersebut, ditambah juga banyak omongan masuk ke telinga Nasya terkait pendidikan Sastra Inggris di kampus tersebut bagus, kebetulan Sastra Inggris Prodi yang diinginkan Nasya.

“Selain omongan-omongan orang, karena kebetulan aku belum siap berhijab, dan setauku kampus swasta islam lain mewajibkan mahasiswinya untuk memakai kerudung, karena belum siap menjadi pertimbangan kuliah di Sanata Dharma,” ungkapnya, Jumat (14/7/2023).

Berbeda dengan Sabila, Orang tua Nasya tidak serta merta mengizinkan anaknya berkuliah di kampus dengan agama yang berbeda. Alasannya adalah ada kemungkinan kegiatan kerohanian di kampus tersebut mempengaruhi keimanan Nasya.

“Beberapa kali sempat observasi yang dilakukan mereka (orang tua – Red) seperti tanya ke saudara bagaimana sekolah di Sanata Dharma, kebetulan saudara pernah ada yang kuliah di Sanata Dharma. Orang tua akhirnya membolehkan, dengan catatan jangan terpengaruh terutama iman,” tuturnya.

Arti Sebuah Toleransi

Meski berada di lingkup kampus yang berbeda dengan keyakinannya, Sabila merasa aman dan tidak mendapat perlakuan diskriminasi dalam berinteraksi dengan teman-teman di kampusnya. Ia juga mempunyai lingkaran pertemanan yang berbeda agama seperti Hindu, Kristen, Katolik, Budha dan Islam. Menurutnya hal tersebut bisa lebih menjadi ajang untuk saling menghargai terutama dalam masalah ibadah.

“Toleransi sendiri menurutku adalah perbuatan saling menghormati, menghargai pendapat, tidak merasa agama islam paling benar dan tidak memaksa mereka yang beda agama untuk harus memahami bagaimana agama kita,” jelasnya.

Senada dengan hal tersebut, Natalia mengungkapkan bahwa tidak seharusnya kampus melakukan pemaksaan dalam beragama. Seperti pemaksaan jajaran kampus untuk mengikuti mata kuliah keislaman yang ada.

“Toleransi sendiri bagaimana suatu cara pandang kita, meskipun kita dari latar belakang yang berbeda-beda tetapi tujuan yang diinginkan sama dan harus bisa bersikap menghormati sesama teman yang beda agama,” ungkapnya.

Begitu juga dengan Nasya, menurutnya toleransi adalah disaat orang-orang bisa mengerti dan sadar akan selalu adanya perbedaan yang mana hal itu tidak bisa disatukan.

“Perbedaan yang ada tersebut seharusnya di embrace ( dirangkul – Red) dan dihormati, bukan dipaksakan untuk disatukan atau dikesampingkan,” terangnya.

Jangan Takut Memilih Sekolah Berbeda Agama

Berada dalam lingkup kampus yang berbeda bukan menjadi halangan bagi Natalia untuk terus menempuh pendidikan. Meskipun pada fase awal perkuliahan dirinya merasa takut, tapi dengan melakukan konfirmasi dan terbuka akan adanya perbedaan agama yang dia anut pihak kampus bisa memahaminya. Menurutnya belajar itu bisa dimana saja, tidak terkecuali kampus yang berbeda agama.

“Jangan takut walaupun kita minoritas, tapi yang terpenting adalah bagaimana cara berkomunikasi, pertemanan, toh nanti kalau kalian terbuka dengan teman ataupun dosen akan menunjukkan apa yang harus dilakukan bagi teman-teman yang berbeda agama tersebut, jadi ga usah takut tetap pada tujuan kalian untuk menuntut ilmu dan belajar,” tegasnya.

Di sisi lain Nasya memiliki pandangan yang sama dengan Natalia untuk tidak takut memilih pendidikan di lingkup kampus yang berbeda agama. Baginya tidak perlu berlebihan dalam memandang pendidikan di lingkungan yang agamanya berbeda, karena menurutnya di zaman sekarang orang-orang sudah memahami toleransi dengan baik sehingga tindakan diskriminasi bisa dibilang jarang terjadi.

“Itu udah jarang banget (diskriminasi agama – Red) jadi berani aja dan embrace segala perbedaan yang kalian pegang, tetap berpegang keyakinan dan hidup damai dengan yang lain,” jelasnya.

Reporter: Shafy Garneta Maheswari
Editor: Muhammad Iqbal

Tags: Mahasiswa Jalin ToleransiMahasiswa Sanata Dharmamahasiswa UMSMenjalin ToleransiToleransi Beragama
Previous Post

Kasus Somasi Mahasiswa UMM, Mahasiswa Berpotensi Takut Mengkritik

Next Post

Peraturan Baru Kemendikbudristek, Fakultas Kedokteran Buka Peluang Jurusan IPS

Related Posts

Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dosen UIN Salatiga, PMII Gelar Aksi
Headline

Dugaan Pelecehan Seksual oleh Dosen UIN Salatiga, PMII Gelar Aksi

by pabelan
22/09/2023
Represifitas Aparat Pulau Rempang, Mahasiswa Perlu Mengawal
Headline

Represifitas Aparat Pulau Rempang, Mahasiswa Perlu Mengawal

by pabelan
21/09/2023
Payung Hukum Persma Masih Perlu Pertimbangan, Belum Ada Informasi Setelah Kongres
Headline

Payung Hukum Persma Masih Perlu Pertimbangan, Belum Ada Informasi Setelah Kongres

by pabelan
15/09/2023
Kampus Dekat TPA, Mahasiswa IAIN Takengon Demo  Ancam Mogok Kuliah
Headline

Kampus Dekat TPA, Mahasiswa IAIN Takengon Demo Ancam Mogok Kuliah

by pabelan
06/09/2023
Kemendikbudristek Tidak Wajibkan Mahasiswa Skripsi, UMS: Sudah Terapkan OBE
Headline

Kemendikbudristek Tidak Wajibkan Mahasiswa Skripsi, UMS: Sudah Terapkan OBE

by pabelan
05/09/2023
Next Post
Peraturan Baru Kemendikbudristek, Fakultas Kedokteran Buka Peluang Jurusan IPS

Peraturan Baru Kemendikbudristek, Fakultas Kedokteran Buka Peluang Jurusan IPS

Premium Content

Fax Telat, Penyambutan USM Tak Maksimal

Fax Telat, Penyambutan USM Tak Maksimal

17/04/2015
Waduh… Nyoblos Tergantung Teman

Waduh… Nyoblos Tergantung Teman

29/02/2012

Antara UU ITE dan Kebebasan Berekspresi di Mata Jurnalis

06/09/2018
Pabelan Online

© Copyright - LPM Pabelan 2023

Profil LPM Pabelan.

Navigasi

  • Cara Mengirim Tulisan
  • Home
  • REDAKSI Pabelan-Online 2023
  • Struktur Pengurus LPM Pabelan Periode 2023
  • Warta
  • Tentang LPM Pabelan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Headline
  • Warta
    • Liputan Khusus
    • ranah mahasiswa
  • Kilas Balik
  • Opini
  • Resensi
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
  • Sanggar Foto
  • Sosok
  • Editorial
  • Investigasi
  • Wawancara
  • Gaya Hidup
  • Cara Mengirim Tulisan

© Copyright - LPM Pabelan 2023

Profil LPM Pabelan.