Mutu Sumber Daya Manusia (SDM), merupakan fokus utama dalam upaya meningkatkan sebuah pembangunan nasional. Dalam konteks pendidikan, peran SDM pendidikan secara tidak langsung menjadi krusial dalam memajukan pembangunan nasional. SDM pendidikan menjadi elemen kunci yang sangat mempengaruhi kualitas pendidikan secara keseluruhan.
Karena, kualitas SDM pendidikan akan mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan secara umum. Sebagai contoh, ketika guru di suatu lembaga pendidikan dapat mengajarkan siswa dengan kompetensi yang unggul, hasilnya akan menghasilkan siswa yang berkualitas.
Ketika siswa lulus dengan kualitas yang tinggi, ini akan mencerminkan kualitas yang baik juga bagi sekolah. Dampaknya jelas terlihat dalam mutu keseluruhan lembaga pendidikan dan secara tidak langsung akan berkontribusi pada peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.
Kualitas SDM dalam Bidang Pendidikan yang Menjadi Perhatian
Berbicara soal dunia pendidikan, serta kualitas SDM tenaga pendidik di dalamnya, agaknya belum bisa dikatakan baik. Itu terlihat dengan menurunnya kualitas SDM pendidikan di Indonesia yang termanifestasi melalui rendahnya kemampuan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Peningkatan jumlah guru tidak sejalan dengan peningkatan kualitasnya yang justru mengalami penurunan. Meskipun seharusnya, guru diharapkan memiliki keempat kompetensi sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional, guna mampu mencetak peserta didik yang memiliki kualitas tinggi.
Peserta didik yang unggul tentunya terlahir dari salah satunya guru yang unggul. Kualitas siswa yang tinggi, dipengaruhi oleh kualitas guru yang baik pula. Dari situlah seluruh masyarakat berharap agar guru memiliki kemampuan untuk mendidik dan mencetak peserta didik berkualitas, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Namun sayangnya, kenyataannya tidak sesuai harapan. Secara umum, kompetensi guru di Indonesia masih rendah. Hal ini terlihat dari data United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) dalam Global Education Monitoring Report, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang dalam bidang pendidikan dan kualitas guru Indonesia menempati peringkat terakhir, yaitu ke-14 dari 14 negara berkembang.
Fakta lainnya mungkin dari pengalaman kita masing-masing, ketika menempuh pendidikan entah itu di sekolah dasar hingga menengah atas. Masih banyak guru-guru yang menggunakan metode konvensional dalam proses cara belajar-mengajarnya.
Yang mana, ketika di dalam kelas guru lebih banyak menjelaskan materi pelajaran dengan metode ceramah, dengan harapan siswa menyimak dan memahami materi yang diberikan.
Namun, kenyataannya banyak siswa yang tidak memperhatikan gurunya, lebih suka bercanda, berbicara, dan berlari-lari di dalam kelas. Penggunaan media pembelajaran oleh guru juga minim sehingga membuat suasana pembelajaran terasa monoton. Seharusnya, pendidikan sejatinya harus membantu peserta didik mengembangkan potensinya, tetapi sayangnya terkesan hanya sebagai formalitas belaka.
Ketika membahas tentang rendahnya kualitas kompetensi guru, ada aspek menarik yang perlu diperhatikan. Beberapa guru yang sekarang bertanggung jawab dalam mencetak generasi penerus bangsa ternyata sebagian dari mereka adalah mahasiswa. Meskipun hubungannya dengan pendidikan mungkin tidak selalu linier, namun ada kesepakatan bahwa sejumlah guru berasal dari kalangan? ‘mantan’ mahasiswa. Oleh karena itu, mungkin saat ini perlu sedikit introspeksi untuk mengevaluasi kondisi ini.
Mahasiswa khususnya yang mengambil program studi keguruan, seharusnya telah dilengkapi dengan teori dan praktik yang relevan dalam bidang pendidikan, terutama terkait dengan proses belajar mengajar. Bahkan, dalam beberapa semester ada program ‘micro teaching‘ yang bertujuan untuk melatih kemampuan mahasiswa dalam memberikan pengajaran kepada siswa.
Seri pengetahuan dan keterampilan ini diharapkan akan menjadi persiapan bagi mahasiswa setelah mereka lulus, memungkinkan mereka untuk menjadi guru yang benar-benar berkompeten. Ini bertujuan agar mereka tidak hanya menjadi guru yang duduk satu jam untuk ‘membacakan’ materi kepada siswa, bukan pula guru yang hanya memberikan tugas tanpa penjelasan yang memadai, atau bahkan guru yang muncul di kelas hanya saat Ulangan Tengah Semester (UTS) dan Ulangan Akhir Semester (UAS).
Lagi-lagi, fakta di lapangan belum sesuai dengan harapan. Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukkan hasil, bahwa kesiapan mahasiswa sebagai calon pendidik masih belum maksimal. Mahasiswa masih cenderung bingung dalam melaksanakan pembelajaran sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang sudah dibuat.
Dengan melihat kondisi ini, timbul keraguan tentang sejauh mana kesiapan mahasiswa program studi keguruan untuk menjadi guru. Muncul pertanyaan, apakah bekal pengetahuan dan keterampilan yang diberikan selama kuliah sudah cukup untuk mempersiapkan mahasiswa menjadi guru yang kompeten. Oleh karena itu, peran Administrasi Pendidikan dianggap penting dalam menjawab pertanyaan dan keraguan tersebut.
Adanya Kejuruan Pendidikan Merupakan Solusi
Sebagai bidang studi ilmiah, pendidikan kejuruan terutama dalam program studi administrasi pendidikan mencakup berbagai pengetahuan dan keterampilan terkait manajemen pendidikan, termasuk strategi untuk meningkatkan kualitas SDM guru dan calon guru. Salah satu solusi yang diajukan adalah memperbaiki proses seleksi mahasiswa calon pendidik dengan menerapkan seleksi yang lebih ketat sebelum mereka diterima.
Dengan adanya seleksi yang ketat, diharapkan bahwa calon mahasiswa yang tertarik mendaftar ke program studi keguruan akan memilih mendaftar dengan pertimbangan yang matang, berdasarkan kualifikasi dan motivasi yang jelas. Mereka yang berkeinginan mendaftar di program keguruan diharapkan memiliki kualifikasi yang sesuai, dengan salah satu faktor penentu adalah hasil tes kecenderungan bakat. Dengan menggunakan tes ini, diharapkan dapat diidentifikasi calon mahasiswa yang memiliki potensi lebih untuk menjadi seorang guru.
Sebagai hasilnya, mahasiswa yang berhasil lulus seleksi akan lebih mungkin untuk mengembangkan potensi mereka menjadi guru yang kompeten di masa mendatang.
Selanjutnya, calon mahasiswa akan diidentifikasi berdasarkan aspek kepribadiannya. Pemetaan ini bertujuan untuk mengevaluasi kesesuaian antara minat dan bakat mahasiswa, dengan kebutuhan lembaga pendidikan yang akan dihadapinya sehingga diharapkan dapat menghindari terjadinya ketidakrelevanan, antara kualitas lulusan dan kebutuhan lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, solusi yang dianggap efektif untuk mengatasi sebagian permasalahan dalam dunia pendidikan di negara ini adalah dengan meningkatkan kualitas SDM calon guru melalui model seleksi penerimaan mahasiswa calon guru.
Penulis: Alfin Nur Ridwan
Mahasiswa Aktif Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor: Ashari Thahira