UMS, pabelan-online.com – Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan aktivitas mahasiswa di gedung Program Studi (Prodi) Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Semarang (UNNES) terganggu sejak setahun lalu akibat runtuhnya plafon gedung tersebut. Meski UNNES sempat menjanjikan dana sebesar enam miliar rupiah setelah aksi tuntutan yang dilakukan mahasiswa pada 17 Februari 2023, namun tidak ada transparansi terkait penggunaan dana dan hanya dilakukan renovasi kecil.
Dihubungi reporter pabelan-online.com, Irfan Maulana, Mahasiswa Prodi PGSD sekaligus Koordinator Wilayah (Korwil) Ngaliyan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) UNNES mengungkapkan bahwa, sehari setelah insiden runtuhnya plafon gedung PGSD, mahasiswa PGSD yang dibersamai oleh teman-teman se-UNNES mengadakan aksi. Selain itu, mereka mengajukan petisi berupa video untuk kampus sebagai pengantar acara Ruwat-Rawat PGSD, namun tidak ada tindak lanjut.
“Teman-teman PGSD beranggapan kalau hanya renovasi seperti itu, dananya tidak sampai enam miliar. Nah, itu yang melatarbelakangi kami mempertanyakan kemana aliran dana enam miliar yang dijanjikan birokrasi,” ungkapnya, Senin (11/03/2024).
Seiring berjalannya waktu, beberapa plafon gedung juga ambruk dalam setahun terakhir, seperti Gedung Auditorium, musola, dan asrama.
Ia menilai bahwa, sebelumnya transparansi dan validitas terkait dana tersebut sangatlah kurang. Bahkan beberapa hari sebelum acara Ruwat-Rawat PGSD, pihak BEM baru diberikan rancangan dana terkait alokasi enam miliar tersebut.
“Tidak ada rincian nominalnya. Bahkan untuk pengawalan, kami sudah minta ke pihak fakultas untuk melakukan kunjungan minimal satu minggu sekali ke PGSD Ngaliyan, tapi hal itu hanya berjalan kurang lebih satu bulan,” pungkas Irfan.
Irfan menuturkan bahwa, BEM sempat meminta pihak fakultas untuk melakukan kunjungan dengan dua tujuan. Tujuan pertama adalah mengawal pembangunan di PGSD, sementara tujuan kedua sebagai bentuk bahwa mereka masih bagian dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi (FIPP) UNNES dan tidak dianaktirikan meskipun berbeda wilayah.
Namun, kunjungan yang dilakukan pada tahun sebelumnya sama sekali tidak ada kelanjutan hingga jadwal baru dikeluarkan.
Setelah kunjungan yang dilakukan pihak fakultas, Irfan mengatakan bahwa data yang diberikan sama sekali tidak membuat situasi menjadi lebih transparan. “Akan tetap kami kawal, meskipun tidak ada tindak lanjut. Kami mahasiswa PGSD tetap akan terus menagih janji mereka (birokrasi – red) dan memperjuangkan hak-hak kami,” ucapnya.
Irfan berpesan kepada mahasiswa PGSD agar kesan ‘anak tiri’ yang telah lama melekat dapat sedikit menghilang. Ia berharap, mahasiswa PGSD dapat terus mengawal hak-hak mereka dan bisa mendapatkan perlakuan yang sama dengan jurusan lainnya dari segala aspek.
“Karena almamater kita sama, dan UKT (Uang Kuliah Tunggal – red) kita juga sama. Kedua, kami mengajak teman-teman PGSD untuk tetap mengawal apa yang sudah dijanjikan birokrasi kepada kita, jangan takut bersuara untuk kesejahteraan kita, dan rumah kita, PGSD,” pungkasnya.
Yassirli Amriya, salah satu mahasiswa Prodi PGSD mengaku bahwa, kejadian tersebut telah berselang sejak lebih dari setahun lalu. Rusaknya gedung, menyebabkan proses KBM menjadi terhambat.
“Pada saat itu ruangan tersebut seharusnya dipakai untuk proses KBM. Dosen yang hendak mengajar memiliki firasat yang tidak enak, dan akhirnya mengalihkan kelas,” ujarnya pada Jumat (07/03/2024).
Ia juga mengeluhkan terkait biaya UKT yang tetap dibayarkan normal meskipun proses KBM tidak berjalan dengan semestinya. Menurutnya, hal tersebut tidak sebanding dengan fasilitas yang didapatkan.
“Sempat ada aksi pada Februari 2023, setelah itu menerima dana tiga miliar yang diangsur dua kali, total enam miliar. Setelah itu gedung yang jarang digunakan direnovasi, namun tanpa transparansi penggunaan dana,” pungkasnya.
Ia menyebutkan bahwa, saat ini kelasnya sudah diperbaiki. Namun ia mengeluhkan gedung Auditorium yang roboh masih belum bisa dipakai, sehingga kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) olahraga masih terhambat.
“Kalau bisa dirobohkan lalu dibangun ulang, karena banyak kegiatan mahasiswa yang pakai Auditorium, Auditorium PGSD jauh dari kata layak dan aman.” tambahnya.
Reporter: Muhammad Farhan
Editor: Ferisa Salwa Adhisti