UMS, pabelan-online.com – Penyaluran Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K) mengalami kasus ketidaktepatan sasaran. Hal ini terbukti dengan adanya kasus penggunaan dana KIP-K oleh mahasiswa untuk kegiatan hedon.
Harun Joko Prayitno, Wakil Rektor I (WR I) Bidang Akademik, Riset, dan Inovasi UMS, mengungkap adanya permasalahan dalam pengelolaan program KIP-K di perguruan tinggi. Menurutnya, akar masalahnya terletak pada metodologi seleksi penerima KIP-K yang belum sepenuhnya tepat sasaran.
“Seharusnya metodologi seleksinya itu diberikan kepada orang pintar yang tidak mampu secara ekonomi. Namun, dalam praktiknya ada juga yang diberikan kepada orang pintar dan mampu,” ungkap Harun, Selasa, (30/04/2024).
Harun menjelaskan proses seleksi penerima KIP-K seharusnya melibatkan rekomendasi dari pihak sekolah dan lingkungan setempat, seperti RT/RW. Selain itu, petugas juga harus mengunjungi rumah calon penerima untuk memverifikasi kondisi ekonomi keluarganya secara langsung.
Menurutnya hal itu terjadi karena verifikasi lapangan yang tidak selalu dilakukan.
“Pentingnya audit internal dan eksternal untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran serta penggunaan dana KIP-K,” ujarnya.
Kampus perlu melakukan pemantauan kinerja akademik penerima KIP-K setiap semester dan hanya memberikan bantuan KIP-K kepada mahasiswa yang aktif mengikuti perkuliahan.
“Hal ini tentunya harus dibarengi dengan perbaikan dalam pengelolaan program KIP-K agar bantuan tersebut benar-benar tepat sasaran dan berdampak optimal bagi peningkatan akses pendidikan bagi kalangan kurang mampu yang berprestasi,” harapnya.
Dihubungi reporter pabelan-online.com, salah satu mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) berinisial S, yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keprihatinannya. Ia menilai adanya indikasi penyalahgunaan wewenang oleh oknum pejabat dalam pembagian KIP-K beserta penerima yang salah sasaran.
“Sebenarnya penyebab perilaku hedonisme di kalangan mahasiswa terjadi karena ada oknum pejabat yang menggunakan KIP-K itu untuk keluarganya sendiri, bahkan anaknya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan, bahkan bisa jadi karena tidak ada pengawasan sama sekali pada saat pembagian KIP,” ungkapnya, Selasa (07/05/2024).
Menurutnya kurangnya pengawasan menjadi penyebab utama pembagian KIP-K tidak tepat sasaran. Ia mengusulkan agar proses penyaringan calon penerima KIP-K dilakukan dengan lebih teliti, bahkan dengan survei lapangan jika perlu.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan sanksi tegas kepada oknum yang menyalahgunakan program KIP.
“Para mahasiswa yang mendapatkan KIP-K diharapkan agar lebih menggunakan program tersebut dengan sebaik baiknya dan kepada pemerintah agar lebih tegas dalam memberi sanksi kepada orang-orang yang terlibat dalam penyalahgunaan KIP-K agar setidaknya mereka tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka lagi,” tutupnya, Selasa (07/05/2024).
Reporter: Aprillia Mayang Putri
Editor: Ferisa Salwa Adhisti