UMS, pabelan-online.com – Rektor Universitas Riau (Unri) Sri Indarti mencabut laporan polisi terhadap mahasiswa Khariq Anhar yang memprotes kebijakan UKT pada 10 Mei 2024. Indarti melaporkan Khariq ke polisi pada 15 Maret 2024 atas aksi mahasiswa menolak kebijakan biaya kuliah tinggi, namun langkah ini menuai kecaman dari kalangan mahasiswa terkait pembatasan kebebasan berpendapat di kampus
Melansir dari detikSumut Khariq Anhar mengaku dipolisikan setelah mengkritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dalam kebijakan itu, ada ketentuan terkait Iuran Pembangunan Institusi (IPI) di lingkungan Universitas Riau (Unri).
Lewat Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) dan aliansi mahasiswa lainnya yang peduli tentang kondisi sosial membuat undangan terbuka kepada rektor dan mahasiswa. Hanya saja, pihak rektor ataupun utusan disebut tak ada yang hadir.
“Aksi ini dilakukan 4 Maret 2024 sekaligus momen membuat video. Aksinya berupa meletakkan almamater seperti berjualan di depan logo Unri,” kata Khariq Anhar kepada detikSumut, Selasa (7/5/2024).
Kemudian laporan terbaru yang melansir dari suara.com rektor Universitas Riau (Unri) Sri Indarti akhirnya mencabut laporan polisi terhadap mahasiswa yang memprotes kebijakan UKT. “Yang saya laporkan itu akun medsos, dan ternyata berkaitan dengan mahasiswa saya makanya kasus ini tidak kami lanjutkan lagi,” jelasnya.
Khariq mengaku merasa kecewa dengan langkah yang dilakukan Rektor Unri Sri Indarti. Ia menilai seharusnya bisa menggunakan jalur mediasi kampus. “Secara tak langsung saya merasa seakan-akan dipenjarakan. Saya rasa langkah itu keliru sebagai seorang pejabat perguruan tinggi kalau dipanggil tentu saya akan hadir. Sejauh ini yang diperiksa hanya saya teman-teman lain tidak demikian. Akun itu bukan saya saja,” ujarnya.
Khariq menjelaskan bahwa postingan video itu tidak serta-merta dilakukan begitu saja, pasalnya jauh-jauh hari ia dan rekan-rekan sudah melakukan diskusi dan kampanye terkait Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) tersebut.
Dihubungi reporter pabelan-online.com Fathi Furqon Amrullah, mahasiswa Universitas Bina Sarana Informatika (BSI) mengecam keras tindakan represif yang dinilai membatasi kebebasan berpendapat dan hak mahasiswa menyuarakan aspirasi.
“Tindakan Rektor Unri yang melaporkan mahasiswanya ke polisi hanya karena mengkritik kebijakan biaya kuliah yang dinilai mahal, merupakan tindakan yang berlebihan, tidak pantas, dan memalukan,” tegas Fathi saat dihubungi, Senin (13/5/2024).
Ia menilai sebagai pimpinan tertinggi, rektor seharusnya menjadi representatif kampus dalam menjamin pendidikan berkualitas serta menjaga marwah kampus sebagai tempat lahirnya pemikiran dan nalar kritis. Namun justru rektor merespons kritikan sebagai ketersinggungan dan menunjukkan watak anti-kritik serta enggan dibantah.
“Tindakan melaporkan Khariq ke polisi jelas merupakan pembatasan terhadap hak mahasiswa dalam berpendapat dan menyampaikan aspirasinya. Kampus melalui rektor seperti menebar ketakutan dengan memperkarakan siapa pun yang berpendapat tidak menyenangkan (mengkritik) menggunakan pasal karet UU ITE,” kritiknya.
Fathi menegaskan pada dasarnya, kritik tidak memiliki batasan selama tidak menyerang secara personal dan tidak mencelakakan yang dikritik hingga terluka secara fisik. Pihak kampus, menurutnya, seharusnya mau duduk dan berdialog dengan mahasiswa terkait kebijakan kampus, khususnya biaya kuliah.
“Kampus harus mau menerima kritik dalam upaya mengevaluasi serta menggunakan kompas moralnya untuk merumuskan kebijakan yang tidak memberatkan mahasiswa karena pendidikan merupakan hak dasar warga negara yang dijamin undang-undang dan konstitusi,” terangnya.
Fathi mengimbau agar para organisasi mahasiswa di kampus, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif dan himpunan dapat menjadi garda terdepan dalam menjamin kebebasan berpendapat dan kritik para mahasiswa terhadap kebijakan kampus. Menurutnya, melalui pendekatan yang inklusif, mereka juga berperan dalam mengawasi kebijakan kampus hingga ke tingkat fakultas dan program studi.
“Kampus adalah tempat lahirnya pemikiran kritis, tempat diujinya sebuah pemikiran dengan pendekatan ilmiah. Menjaga prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat berarti menjamin suara dan pemikiran yang radikal untuk diuji dan diperdebatkan dalam upaya menyelesaikan tantangan yang dihadapi bangsa,” pungkasnya.
Fathi berpesan dan berharap agar para pemangku jabatan di kampus memperbaiki pendekatan komunikasi dan perumusan kebijakan yang menyangkut maslahat orang banyak seperti kebijakan biaya kuliah serta mengurangi ketersinggungan.
“Besar harapan saya kampus dapat menjadi tempat di mana harapan untuk masa depan yang lebih baik tercipta, dan itu dimulai dari rasa aman para mahasiswa dalam menempuh pendidikan tinggi,” pesannya.
Reporter: Ferisa Salwa Adhisti
Editor: Bagas Pangestu