Setiap mahasiswa tentu berhak mendapatkan akses yang seimbang dan setara terhadap berbagai aspek pendidikan dan pengalaman kampus. Dengan memastikan akses yang merata, perguruan tinggi menciptakan lingkungan yang inklusif dan memberikan peluang yang adil bagi seluruh mahasiswa untuk mengembangkan potensi mereka dengan maksimal.
Langkah-langkah untuk menjamin kesetaraan ini mencakup penghapusan hambatan-hambatan yang menghalangi akses, pemberian dukungan dan sumber daya yang memadai, serta promosi budaya yang menghargai keberagaman dan menghormati hak setiap individu untuk belajar dan berkembang. Dengan demikian, kampus tak hanya menjadi tempat untuk mendapatkan gelar, tetapi juga sebagai wahana yang membuka pintu kesuksesan akademik dan profesional bagi mahasiswa dari berbagai latar belakang, yang memungkinkan mereka untuk mencapai prestasi sesuai dengan potensi dan dedikasi mereka.
Salah satu hambatan yang signifikan dalam upaya menciptakan kesetaraan akses di lingkungan kampus adalah kurangnya ruang yang aman bagi mahasiswa, tanpa memandang gender mereka. Kekerasan seksual di institusi pendidikan tinggi masih merupakan isu serius yang terus terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Hasil survei yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa sebanyak 77% dari dosen menyatakan kejadian kekerasan seksual di lingkungan kampus, sementara 63% dari mereka memilih untuk tidak melaporkan kasus yang mereka ketahui kepada pihak berwenang di kampus. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan menghalangi mahasiswa, terutama perempuan, untuk merasa nyaman dan fokus dalam mengejar pendidikan mereka. Oleh karena itu, upaya untuk mencapai kesetaraan dalam akses pendidikan juga harus meliputi langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah kekerasan seksual di kampus dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi semua individu tanpa diskriminasi.
Data yang disajikan memicu pertanyaan kritis tentang sejauh mana kampus telah menjadi ruang yang aman bagi semua anggotanya. Salah satu faktor krusial yang menyebabkan kampus belum sepenuhnya aman adalah kurangnya pemahaman yang memadai di kalangan warga kampus tentang kekerasan seksual dan urgensi penciptaan lingkungan yang aman dan inklusif, khususnya bagi perempuan. Kurangnya edukasi dan kesadaran mengenai masalah ini dapat menjadi hambatan serius dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
Maka, diperlukan upaya yang lebih besar dalam meningkatkan pemahaman tentang isu-isu ini melalui pendidikan, pelatihan, dan kampanye kesadaran untuk memastikan bahwa setiap anggota kampus memahami peran dan tanggung jawab mereka dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi semua individu. Hal ini penting untuk menegaskan bahwa keamanan di kampus tidak hanya tanggung jawab pihak berwenang, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama bagi seluruh komunitas kampus.
Mendikbudristek, Nadiem Makarim telah melakukan langkah konkret dengan mengesahkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Melalui peraturan ini, sebuah landasan formal yang kuat telah dibentuk untuk memberikan arah dan mandat bagi penanganan isu kekerasan seksual di kampus.
Selain itu, Permen tersebut juga membuka jalan bagi pembentukan sebuah unit khusus yang bertugas melakukan advokasi, pendidikan, dan peningkatan kesadaran tentang kekerasan seksual. Satuan ini diharapkan dapat berperan sebagai garda terdepan dalam upaya menciptakan lingkungan kampus yang aman dan inklusif.
Dengan adanya regulasi tersebut, diharapkan pihak kampus akan lebih aktif dalam menerapkan langkah-langkah preventif dan responsif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual, serta meningkatkan pemahaman dan kesadaran di kalangan seluruh komunitas kampus tentang pentingnya melawan dan mencegah kekerasan seksual. Langkah ini menjadi titik awal yang penting dalam perjalanan menuju kampus yang lebih aman dan mendukung bagi semua anggotanya.
Permendikbud tersebut juga bertindak sebagai kerangka hukum untuk dapat menindak lanjuti kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Selanjutnya, perlu bagi semua pihak untuk mendorong realisasi dari permendikbud tersebut yang tidak lain dan tidak bukan agar dapat membantu menciptakan ruang aman di kampus. Dengan adanya kesadaran yang besar, pendidikan yang memadai, dan penegakan hukum yang tegas, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif, dan mendukung bagi semua individu tanpa memandang gender.
Kampus perlu memastikan bahwa setiap mahasiswa merasa aman, dihormati, dan didukung dalam mengejar pendidikan dan pengalaman kampus mereka. Hanya dengan menciptakan ruang aman yang inklusif, kita dapat membangun kampus yang benar-benar mewakili nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia untuk semua individu, tanpa terkecuali.
Penulis: Syakira Maghituf
Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
Editor: Muhammad Farhan