UMS, Pabelan-online.com – Universitas Negeri Semarang (UNNES) baru-baru ini telah menaikkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dengan jumlah yang fantastis. Hal ini tuai protes Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan aliansi mahasiswa yang merasa keberatan dengan kenaikan tersebut.
Melansir dari detikJateng, sejumlah mahasiswa UNNES menggeruduk Rektorat untuk membatalkan kenaikan IPI. Pihak kampus memberi penjelasan atas tindakan tersebut.
Kepala Bagian Humas UNNES Rahmat Petugura menyampaikan pihaknya menghargai aksi tersebut sebagai bentuk penyampaian aspirasi. Ia menyebutkan sudah ada audiensi antara pihak rektorat dan mahasiswa.
“Dua kali audiensi yaitu pada Jumat (3/5) dan Senin (6/5). Pada hari Jumat mereka diterima oleh Wakil Rektor Bidang Keuangan. Adapun pada Senin mereka diterima langsung oleh Rektor. Dalam dua kali audiensi itu diskusi berlangsung baik dan lancar,” ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (07/05/2024).
Melansir dari Kompas.com menyebutkan biaya kuliah UNNES terdiri dari dua komponen, yaitu UKT dan IPI. Disebutkan hanya mahasiswa yang melalui jalur mandiri yang akan membayar keduanya. Sedangkan mahasiswa yang diterima jalur nasional, hanya membayar UKT.
UKT terbagi dalam tujuh kelompok. Untuk kelompok satu dan dua pada semua jurusan memiliki nominal yang sama. Dengan nominal kelompok satu sebesar Rp. 500.000 dan kelompok dua sebesar Rp. 1.000.000. Khusus kelompok tiga hingga tujuh, besaran tidak sama tergantung dengan jurusannya.
Dihubungi reporter Pabelan-online.com, Menteri Koordinator Bidang Sosial Politik (Menko Sospol) BEM UNNES Abdul Rozaq Salis, menyatakan perihal biaya UKT pada rata-rata fakultas sebenarnya tidak mengalami kenaikan melainkan hanya Fakultas Kedokteran saja yang mengalami kenaikan. Namun lonjakan yang tinggi terjadi pada biaya IPI bagi mahasiswa baru.
“Kalau IPI tembus sampai 100 juta di rata-rata fakultas, kalau Fakultas Kedokteran sampai 225 juta. Tahun 2023 IPI UNNES hanya 25 juta jadi ada kenaikan empat kali lipat dari biaya tahun sebelumnya,” jelasnya Kamis, (09/05/2024).
Ia menambahkan, sekitar 40% mahasiswa baru yang pernah di wawancarainya merasa keberatan dengan kenaikan tersebut. Rata-rata wali mahasiswa baru juga mengatakan hal yang sama dan mengakui keberatan tentang kenaikan biaya yang ada.
“Itu yang jadi pertanyaan mahasiswa UNNES hari ini. Karena UNNES sendiri terkadang belum menerapkan good governance-nya, independensi dan keadilan, ya gimana temen-temen tau,” terangnya.
Hal tersebut menimbulkan banyak tanda tanya di benak mahasiswa UNNES, mengingat Gedung PGSD yang hingga kini belum ditindaklanjuti. Selain itu, Abdul juga mengonfirmasi bahwa transparansi mengenai alokasi dana itu sangatlah kurang.
“Biaya transparansi tidak bisa diakses, kenapa biaya mahal, untuk apa, kemana aja. Kami masih melakukan protes terkait gedung PGSD. Kita akan menyiapkan aksi yang lebih besar lagi,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, dirinya bersama aliansi yang tergabung sepakat untuk menolak kenaikan IPI, karena UNNES merupakan kampus kerakyatan yang sudah semestinya dapat diakses oleh seluruh kalangan.
Menurutnya, hal itu tidak masuk akal jika dilihat dari pendapatan orang setempat yang Upah Minimum Regional (UMP) yang tak sampai menyentuh dua juta rupiah.
“Karena kalau UKT mematok semahal itu, UNNES ya hanya mampu diakses oleh orang kaya. Sementara itu, UMP Jateng hanya 1,8 juta, dan rata-rata mahasiswa UNNES itu ya dari Jateng sendiri, ga masuk akal,” pungkasnya.
Abdul menambahkan, pihaknya (BEM) telah melayangkan lima tuntutan, yang di antara salah satu tuntutannya adalah mengembalikan biaya UKT seperti tahun 2023 lalu, yaitu paling tinggi 25 juta per semester. Di akhir wawancara, dirinya juga menyoal perihal kebebasan berekspresi.
“Soalnya aksi kemarin banyak upaya represif yang dilakukan oleh para birokrasi. Sampek anak KIPK ada yang diancam dicabut KIPK-nya oleh para birokrasi, padahal, kebebasan itu ruang akademik, harusnya menjadi ruang bebas,” tutupnya.
Reporter: Muhammad Farhan
Editor: Kania Aulia Nazmah Nabilla