UMS, Pabelan-online.com – Program pembangunan 300 Fakultas Kedokteran (FK) yang digagas oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto dinilai tidak efektif. Permasalahan bukan pada kurangnya jumlah dokter melainkan pada pemerataan penempatan dokter dan kualitas fasilitas kesehatannya, serta keamanan di bagi dokter yang mengabdi di daerah pelosok.
Melansir dari kompas.com, Adib Khumaidi, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan, bahwa strategi pembangunan 300 FK untuk mengatasi kekurangan dokter sangat berlebihan.
“Sangat berlebihan. Jadi, 300 fakultas kedokteran itu sangat-sangat berlebihan,” ujar Adib dalam keterangan persnya, Selasa (06/02/2024).
Adib menjelaskan, persoalan ini bukan karena kekurangan lembaga pendidikan, melainkan biaya pendidikan kedokteran yang mahal. Menurutnya, pembangunan 300 FK ini jika tidak diikuti dengan peraturan yang jelas, dikhawatirkan akan menyebabkan banyaknya dokter yang menganggur.
“Pada bahasa kami, mohon maaf, akan muncul pengangguran intelektual, profesional yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh negara, yakni profesi dokter yang tidak mendapatkan pekerjaan karena terlalu banyaknya,” tambahnya.
Dihubungi oleh reporter Pabelan-online.com, Ilham Hafizha, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) turut memberikan pendapatnya, bahwa kekurangan dokter di Indonesia bukan karena kurangnya perguruan tinggi tetapi distribusinya yang tidak merata.
“Menurut saya, fakultas kedokteran itu sekarang sudah banyak, hanya saja distribusi dokter-dokter itu masih belum merata secara luas di pedalaman dan hanya terfokus di kota-kota besar saja,” ujarnya, Rabu (15/05/2024).
Ia juga mengutarakan pandangannya terkait pembangunan 300 FK ini bisa menjadi pedang bermata dua karena di satu sisi mungkin bisa menjadi solusi. Namun di sisi lain akan timbul masalah baru yaitu dokter jika tidak memiliki kemampuan khusus, seperti spesialis.
“Jika hal tersebut dilakukan, jangka panjangnya adalah profesi dokter menjadi profesi yang biasa dan banyak ditemukan di mana-mana, sehingga bukan menjadi profesi yang spesial lagi. Jadi, nilai dokter tersebut menjadi lebih rendah daripada kondisi sebelumnya di mana dokter sangat dibutuhkan,” tambahnya.
Ia juga berpendapat, bahwa banyak lulusan kedokteran yang tidak ingin ditempatkan di wilayah pedalaman. Menurutnya, hal ini karena mahasiswa kedokteran sekarang berasal dari kelas ekonomi atas, jadi tidak terbiasa hidup susah.
“Sekarang kebanyakan mahasiswa kedokteran merupakan orang-orang kaya yang melanjutkan dinasti keluarganya. Meskipun tidak semuanya, kebanyakan sudah terbiasa hidup enak sehingga ketika disuruh hidup susah dan berjuang, itu sulit dan mungkin kurang mau,” tutupnya.
Reporter: Hanifa Eka Rahmadani
Editor: Ferisa Salwa Adhisti