Seruan protes tolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) menggema di berbagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) seluruh Indonesia. Aksi ini mencerminkan bahwa pendidikan telah dicederai oleh sifat kapitalisme. Kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim, dinilai mengancam masa depan bonus demografi Indonesia.
Konsep ekonomi pendidikan yang diterapkan saat ini seolah mengkomersialisasikan pendidikan layaknya barang dagangan. Padahal, pendidikan seharusnya menjadi hak dasar dan kebutuhan utama bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh kalangan mampu.
Di satu sisi, pemerintah menuntut pemuda Indonesia untuk memanfaatkan bonus demografi. Namun di sisi lain, akses pendidikan di perguruan tinggi semakin sulit dijangkau akibat kenaikan UKT yang tidak terkendali. Ini adalah kekeliruan yang perlu dievaluasi.
Praktik kapitalisasi pendidikan saat ini bertentangan dengan amanat konstitusi. Semangat mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 tidak sejalan dengan komersialisasi pendidikan yang menjadikannya komoditas untuk mengeruk keuntungan.
Bagaimana sebenarnya pemerintah memandang pentingnya pendidikan bagi generasi bangsa? Kenaikan UKT atau Iuran Pendidikan Indonesia (IPI) yang tidak masuk akal seolah menunjukkan bahwa pendidikan bukan prioritas utama pembangunan bangsa.
Pernyataan kontroversial dari Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ristek bahwa kuliah merupakan pendidikan tersier semakin mempertegas kekhawatiran. Bukankah pendidikan tinggi merupakan gerbang utama untuk mencetak sumber daya manusia unggul?
Dengan mempersulit akses pendidikan melalui kenaikan biaya secara masif, pemerintah menghambat upaya Indonesia untuk mencapai bonus demografi. Bagaimana mungkin kita bisa menghadapi tantangan bonus demografi jika sebagian besar generasi muda terhalang untuk menempuh pendidikan tinggi karena keterbatasan finansial?
Pemerintah harus menyadari bahwa pendidikan, terutama pendidikan tinggi yang merupakan investasi masa depan bangsa. Pemerintah dan pihak kampus harus membuka ruang diskusi dengan mahasiswa untuk membahas kebutuhan dan masa depan mereka.
Suara mahasiswa wajib didengar, bukan diabaikan. Kebijakan yang diambil harus mencerminkan aspirasi seluruh pihak, bukan hanya kepentingan segelintir orang. Sudah saatnya kita mengembalikan marwah pendidikan sebagai hak dasar dan kebutuhan utama masyarakat, bukan komoditas kapitalis yang diperdagangkan demi keuntungan.