UMS, Pabelan-online.com – Universitas Muhammadiyah Maumere (Unimof) memiliki kebijakan yang memperbolehkan mahasiswanya membayar uang kuliah dengan hasil bumi. Kebijakan ini telah berjalan sejak tahun 2018.
Di tengah kenaikan UKT di berbagai Perguruan Tinggi Negeri, kebijakan membayar uang kuliah dengan hasil bumi sangat kontras dengan kebijakan di Unimof. Unimof memungkinkan mahasiswanya membayar uang kuliah dengan hasil bumi.
Dihubungi reporter Pabelan-online.com, Erwin Prasetyo selaku Rektor Unimof menceritakan, bahwa kebijakan ini berawal dari seorang mahasiswa yang kesulitan melunasi tunggakan biaya kuliah menjelang masa ujian. Mahasiswa tersebut sebelumnya tidak pernah memiliki tunggakan, namun hasil bumi dari desa tempat tinggalnya belum terjual, sehingga ia kesulitan membayar uang kuliah.
“Desa-desa di Flores, NTT umumnya tidak memiliki akses untuk menjual hasil pertanian atau perkebunan ke kota, kecuali menunggu pengepul datang,” jelas Erwin, Jumat (05/06/2024).
Sebagai solusinya, Unimof menerima pembayaran uang kuliah menggunakan hasil bumi. Erwin mengatakan, bahwa universitas mengapresiasi mahasiswa yang berani membawa pisang dan kelapa ke kampus dengan truk kayu.
Kebijakan ini pun sudah ada sejak Unimof masih berbentuk Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Maumere. Erwin menegaskan, masyarakat desa sebenarnya mampu membayar biaya kuliah, terlebih Unimof memberikan sistem pembayaran dengan cicilan.
Awalnya, cicilan bisa dilakukan tiga kali dalam satu semester, namun kini mahasiswa bisa mencicil setiap bulan dengan jangka waktu panjang.
Erwin menyebutkan bahwa setiap tahun ada dua hingga tiga mahasiswa yang memanfaatkan kemudahan ini. Hasil bumi yang diterima antara lain pisang, kelapa, alpukat, ikan, dan bahkan ada yang menyetorkan batu merah serta kain tenun ikat.
“Masalahnya adalah ketika tidak ada pengepul yang datang ke desa, mereka tidak punya uang tunai, dan hasil bumi seperti pisang seringkali menjadi pakan ternak,” tambahnya.
Erwin menjelaskan bahwa ada prosedur khusus bagi mahasiswa yang ingin membayar dengan hasil bumi. Terdapat Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani hal ini.
Mahasiswa harus menghubungi UPT pembayaran dengan hasil bumi untuk menginformasikan hasil bumi yang akan dibawa ke kampus. Pihak universitas juga melakukan tawar-menawar harga hasil bumi, mengikuti harga pasar agar tidak merugikan mahasiswa.
“Misalnya pisang, kita terima yang sudah mengkal tapi belum masak dan tidak rusak. Harganya bervariasi tergantung ukuran dan isi tandan,” jelasnya.
Hasil bumi yang diterima oleh universitas akan dijual kepada seluruh civitas akademika. Selain itu, Unimof juga memasarkan hasil bumi kepada mitra usaha mereka. Kini, Unimof mendorong pembentukan UMKM di bidang industri rumahan.
“Hasil bumi seperti pisang bisa diolah menjadi keripik atau selai, sehingga memiliki waktu pasar lebih panjang dan jaringan pasar lebih luas,” ujarnya.
Erwin menambahkan bahwa pembayaran dengan hasil bumi bersifat fleksibel, tergantung pada kondisi orang tua mahasiswa.
“Jika bulan ini bisa dicicil dengan uang, mungkin bulan depan bisa dicicil dengan pisang atau kelapa. Jadi kami tidak membatasi semua cicilan harus menggunakan hasil bumi,” jelasnya.
Mahasiswa dan orang tua mahasiswa sangat mengapresiasi kebijakan ini karena memberikan ketenangan dalam menjalankan studi. Erwin berharap program pembayaran alternatif dengan hasil bumi dapat memudahkan mahasiswa dalam melunasi biaya kuliah.
Sahdan Saputra, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Inggris Unimof, juga memberikan tanggapan positif mengenai program ini. Ia pernah membayar uang kuliah menggunakan hasil bumi berupa kacang hijau dan jagung. Menurutnya, sistem pembayaran ini merupakan langkah transformasi yang baik.
“Dilihat dari pendapatan ekonomi di NTT, khususnya di Kota Maumere, sangat miris. Oleh karena itu, kebijakan kampus Unimof sangat membantu individu untuk mengenyam pendidikan tinggi,” jelasnya, (13/06/2024).
Ia menambahkan, bahwa sistem pembayaran dengan hasil bumi memotivasi dirinya dan mahasiswa lain untuk belajar tanpa memikirkan biaya kuliah.
“Saya pikir harapan semua mahasiswa adalah tidak terbebani biaya kuliah,” tambahnya.
Reporter: Viona Riana Sari
Editor: Ferisa Salwa Adhisti