UMS, Pabelan-online.com – Terjadi tindakan represif oleh oknum polisi dan satpam DPRD Yogyakarta saat aliansi mahasiswa melakukan aksi demo yang mengangkat isu Tapera dan kebijakan sistem pendidikan. Beberapa mahasiswa mengalami luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan oleh pihak keamanan dan belum ada pertanggung jawaban kepada korban hingga saat ini.
Aksi demo yang berakhir ricuh kembali terjadi, kali ini melibatkan pihak keamanan DPRD dan aparat kepolisian Yogyakarta. Aksi demo yang dihadiri oleh aliansi-aliansi seperti Aliansi Cipayung, HMI, PMII, IMM, dan GMNI awalnya berlangsung damai.
Dua jam lamanya aliansi mahasiswa menyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD, namun tidak ada tanggapan dari tuan rumah. Seiring berjalannya waktu, demo yang awalnya berjalan damai berubah menjadi ricuh saat mahasiswa mulai mengeluarkan ban-ban untuk dibakar.
Hal ini mereka lakukan untuk membakar semangat aliansi dalam berdemonstrasi. Untuk mencegah aliansi tidak membakar ban, pihak keamanan DPRD dibantu aparat kepolisian berusaha menyita ban yang akan dibakar.
Akhirnya terjadi saling rebut-rebutan ban antara pendemo dan keamanan. Mahasiswa membuat lingkaran untuk mempertahankan agar aksi bakar ban tetap terlaksana.
Namun pihak keamanan dan aparat kepolisian tidak tinggal diam, mereka tetap menerobos masuk ke dalam lingkaran dan terjadilah pemukulan oleh beberapa oknum keamanan terhadap beberapa mahasiswa. Akibatnya, aksi demo menjadi tidak terkendali karena kericuhan yang muncul.
Dihubungi oleh reporter Pabelan-online.com, Gunawan Hermawan, ketua aliansi PMII Kota Yogyakarta menyampaikan, bahwa kejadian tersebut tidak bisa dibiarkan karena aksi demonstrasi dijamin oleh undang-undang Pasal 28F UUD 1945 tentang kebebasan berpendapat.
Terkait demo tersebut, aliansi sudah mengatur agar aksi tersebut berjalan lancar dan damai. Adapun peserta yang ikut dalam aksi tersebut juga sudah di data sehingga tidak ada orang-orang asing yang masuk dan menjadi provokator dalam demo.
Lebih lanjut, ia menjelaskan terdapat lima orang peserta aksi yang mengalami tindakan represif oleh oknum keamanan dan kepolisian. Mereka mendapatkan tindakan berupa pukulan, tendangan, dan pengeroyokan sehingga ada satu yang mengalami luka yang cukup parah.
Segala upaya sudah dilakukan untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak DPRD kepada mahasiswa yang mengalami tindakan represif. Namun hingga saat ini belum ada tindakan nyata yang dilakukan oleh DPRD, baik komunikasi maupun hadir langsung untuk menemui korban.
“Langkah-langkah sudah kami lakukan, yang pertama itu melaporkan ke jalur hukum, kedua kami sudah melakukan aksi demo depan polda, dan sampai hari ini belum ada tindak lanjut dari polda. Harapannya, jalur hukum bisa kita tempuh dan aksi demonstrasi bisa lebih besar lagi,” jelas Gunawan, Selasa (19/06/2024).
Gunawan menjelaskan, bahwa kejadian ini menjadi kegagalan dari pihak keamanan DPRD dan aparat kepolisian yang seharusnya mengawal dan mengamankan aksi demonstrasi, malah menjadi biang kericuhan hingga terjadinya tindakan represif.
Hal tersebut sangat mencoreng nilai-nilai demonstrasi, sehingga tidak boleh dibiarkan karena mencakup hak korban yang mengalami tindakan kekerasan tersebut.
“Besar harapan kami bahwa hal-hal seperti ini tidak terulang lagi,” harapnya.
Dihubungi pada kesempatan yang sama, Mohammad Tomi Wijaya, korban dari tindakan represif yang dilakukan oleh oknum polisi dan satpam turut memberikan tanggapannya. Ketika terjadinya kericuhan tersebut, situasi menjadi sangat kacau hingga ia tidak tahu siapa yang melakukan pemukulan terhadapnya.
Ia menceritakan ditarik dari belakang masuk ke dalam barisan keamanan satpam dan polisi, serta mengalami pengeroyokan berupa pemukulan dan tendangan. Walaupun sudah dalam posisi berlindung, ia tetap tidak bisa menahannya.
Sepintas ia melihat pengeroyokan tersebut dilakukan oleh oknum berbaju safari dan juga polisi.
“Awalnya saya hampir diamankan oleh pihak keamanan, untung saja teman-teman PMII berhasil mengambil saya lebih dulu sehingga saya dan teman-teman yang terkena tidak jadi diamankan,” jelas Tomi, Minggu (16/06/2024).
Terkait teman-teman yang mengalami hal yang sama, mereka hanya terkena pemukulan saja dan berusaha memberikan perlawanan sebagai perlindungan terhadap diri mereka.
Namun perlawanan yang diberikan tidak sebanding melihat jumlah dan alat yang tidak dipersiapkan untuk melawan sehingga perlawanan yang diberikan tidak sebanding. Akibat dari pemukulan tersebut juga membuat aksi menjadi terpecah-pecah bahkan ada yang kabur untuk menghindari kejadian tersebut.
Hingga saat ini pihak kepolisian sudah mencoba melakukan mediasi, namun Tomi masih belum bisa menerima tawaran tersebut karena hak dan kerugian yang masih belum terpenuhi. Mengingat kejadian yang ia alami membuatnya trauma dan masih ragu untuk menerima tawaran dari kepolisian.
Pihak DPRD yang bertanggung jawab penuh terhadap kejadian ini, justru belum memberikan tawaran langsung kepada Tomi. Ia berharap teman-teman terus
memberikan perlawanan karena perlawanan tidak berakhir, dan segala upaya bisa dilakukan untuk menegakkan keadilan.
“Ketika kasus ini masih terus berjalan, ajak kawan-kawan untuk membantu, setidaknya jika tidak bisa membantu secara gerakan, bisa membantu secara doa,” pesannya.
Reporter: Nurrahman Assa’adah
Editor: Ferisa Salwa Adhisti