UMS, Pabelan-online.com – Sempat menjadi sorotan di media sosial X, kasus kekerasan seksual yang melibatkan mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Brawijaya (UB) akhirnya menemui titik terang. Pendamping korban mengungkap detail kasus dari awal hingga dikeluarkannya SK dekan yang memberhentikan pelaku dari status kemahasiswaannya.
Kasus kekerasan seksual kembali terjadi di lingkungan universitas. Kasus kali ini berasal dari Universitas Brawijaya (UB), yang sudah terjadi sejak bulan lalu Mei lalu. Kasus ini sudah ada peningkatan pada pelaku kekerasan seksual tersebut.
berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB, pelaku kekerasan seksual bernama Fadhil tidak jadi diluluskan dan telah diberhentikan status kemahasiswaannya. SK tersebut telah di sahkan sejak 7 Juni 2024.
Dalam wawancara bersama reporter Pabelan-online.com, pendamping korban berinisial V menjelaskan, bahwa awalnya korban dan pelaku merupakan sepasang kekasih. Hubungan korban dengan pelaku dimulai sejak 17 Juni 2021 silam. Namun, hubungan tersebut berakhir menjadi kasus kekerasan seksual.
“Fadhil sering memaksa korban melakukan tindakan intim tanpa persetujuan dan jika ditolak, dia akan bersikap tidak menyenangkan,” ungkap V, Kamis (27/06/2024).
Puncak dari kasus kekerasan seksual tersebut terjadi pada 30 Juni 2023 di sebuah hotel di Karawaci, Tangerang. Fadhil diduga memanfaatkan kerentanan korban yang baru pulih dari perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Seminggu kemudian, korban mulai merasakan gejala kehamilan.
“Dampaknya sangat berat hingga korban mengalami depresi berat dan harus dirawat di RSJ. Dia kehilangan banyak waktu dan energi positif di masa mudanya,” jelas V.
Lebih lanjut, korban juga mengalami keguguran yang mempengaruhi kondisi fisiknya. Korban juga sempat ragu untuk melaporkan kasus tersebut karena takut akan konsekuensinya. Namun, dengan dukungan teman-teman terdekat, korban akhirnya memberanikan diri untuk bersuara.
Korban merasa tantangan terbaru muncul ketika namanya tersebar di lingkungan kampus bahkan di kawasan Tangerang. Hal ini membuat korban semakin sulit untuk beraktivitas normal di kampus.
“Korban tidak ingin ada perempuan lain yang menjadi korban seperti dirinya,” tambah V.
Pendamping korban juga menyampaikan, bahwa SK Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UB terkait kasus tersebut sudah diterbitkan pada 21 Juni 2024. Hasil dari SK tersebut menyatakan pembatalan kelulusan oleh pelaku, karena terbukti melanggar Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021.
“Namun keputusan Dekan yang tertuang dalam SK tersebut tidak memuaskan korban sama sekali. Korban akan terus mencari keadilan melalui jalur hukum yang tersedia,” tutup V.
Menyikapi kasus tersebut, Arung Samudera Firdianto, mahasiswa Universitas Bina Nusantara (Binus) Prodi Sistem Informasi, turut memberikan pandangannya. Menurutnya kasus kekerasan seksual sangat disayangkan terjadi di dunia pendidikan Indonesia.
“Seharusnya hal-hal pribadi seperti ini bisa diselesaikan melalui kekeluargaan dan komunikasi,” ujarnya, Jumat (28/06/2024).
Samudera juga menyoroti peran satgas kampus yang dinilai kurang peduli, sehingga korban terpaksa mengangkat kasus ini ke media sosial. Ia juga menyinggung hukuman yang diberikan oleh UB dirasa masih kurang.
“Kampus seharusnya lebih peduli dan menangani hal ini dengan lebih serius. Kampus perlu memberikan hukuman yang lebih tegas, termasuk pendidikan moral dan adab di masyarakat, agar kejadian serupa tidak terulang,” ujarnya.
Samudera juga menekankan pentingnya keterlibatan keluarga kedua belah pihak dalam penyelesaian kasus ini. Sebagai mahasiswa, kedua pihak seharusnya memahami konsekuensi dari tindakan mereka.
Ia menilai kasus ini mencoreng nama baik kampus dan dunia pendidikan yang menunjukkan kurangnya pemahaman moral dan sikap yang baik di kalangan mahasiswa. Menurutnya, perilaku semacam ini tidak mencerminkan kedewasaan yang diharapkan dari seorang mahasiswa.
“Harus ada kebijakan dan perjanjian yang disaksikan oleh pihak kampus, melibatkan pendidikan moral dan adab dari kedua orang tua,” ujarnya.
Ia berharap agar pihak kampus lebih responsif terhadap kebutuhan mahasiswa dan menangani setiap masalah dengan lebih serius, sehingga korban merasa aman dan mendapatkan keadilan tanpa harus mengekspos kasusnya ke publik.
“Harapan saya, kampus dapat memberikan edukasi dan menciptakan lingkungan yang aman bagi mahasiswa, sehingga kasus-kasus seperti ini bisa dihindari di masa depan,” tutupnya.
Reporter: Ferisa Salwa Adhisti
Editor: Aulia Azzahra