UMS, pabelan-online.com – Sidang gugatan Surat Edaran (SE) 2591 terkait skorsing 31 mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) digelar pada 30 Oktober 2024. Sidang ini berlangsung di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.
Sidang gugatan terkait skorsing 31 mahasiswa UINAM mendapat pendampingan langsung dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sulawesi Selatan. Kasus ini bermula dari Surat Edaran Rektor UIN Alauddin Makassar, Prof. Hamdan Juhannis, Nomor 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa di lingkungan UIN Alauddin Makassar, yang dikeluarkan pada 25 Juli 2024.
Surat tersebut memuat persyaratan dalam penyampaian aspirasi mahasiswa dan sanksi bagi pelanggaran, termasuk sanksi administrasi, skorsing, hingga pemecatan. Sebelum dijatuhi skorsing, mahasiswa UINAM telah melakukan aksi untuk pencabutan SE, namun tidak hasil.
Dihubungi oleh reporter pabelan-online.com, Kepala Divisi Perkara dan Litigasi PBHI Syamsul Rijal, mengungkapkan bahwa terdapat dua objek Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menjadi gugatan, yaitu SE Nomor 2591 Tahun 2024 dan surat skorsing. Untuk gugatan surat skorsing terbagi menjadi lima klaster untuk masing-masing fakultas yang mengeluarkan surat skorsing.
“Jadi gugatannya tidak boleh digabung menjadi satu gugatan, harus dipisah menjadi lima gugatan,” jelas Syamsul via WhatsApp, Jumat (08/10/2024).
Ia menambahkan bahwa, estimasi waktu penanganan perkara perdata menurut Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) berlangsung selama kurang lebih lima bulan. Saat ini, sidang masih berada pada tahap awal, yakni proses pemeriksaan persiapan.
Syamsul menyatakan, jika hal ini terus dibiarkan, maka kedepannya ruang demokrasi dalam kampus akan semakin sulit ditemui. Kebijakan-kebijakan kampus yang merugikan mahasiswa akan mudah dilahirkan dan dijalankan dengan mengabaikan respons mahasiswa.
“Maka kami sampaikan untuk mengambil sikap politik tegas atas upaya menyelamatkan demokrasi di dalam kampus,” tegasnya.
Dalam kesempatan lain, Muh Reski selaku Sekretaris Jendral Mahasiswa Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) UINAM menjelaskan bahwa, bentuk pengawalan Dema UINAM terhadap kasus ini berupa aksi demonstrasi yang sesuai dengan kesepakatan konsolidasi di beberapa fakultas. Namun, karena beberapa kali terkena tindakan represif oleh pihak kampus, sehingga pihaknya memindahkan aksinya ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan.
“Diberikan janji agar diadakan RDP (Rapat Dengar Pendapat – red), namun hingga saat ini belum pernah dilakukan,” ujarnya, Kamis (7/10/2024).
Reski menambahkan bahwa, DEMA UINAM juga berusaha untuk mengadvokasi melalui media, hal ini mendapatkan banyak dari jejaring Dema yang turut mengecam dan bersolidaritas atas keprihatinan mereka kepada 31 mahasiswa yang terkena skorsing. Selain itu, ia juga berkampanye dan meminta respons kepada beberapa tokoh publik, agar kasus ini semakin populer.
“Kami akan tetap mengawal persoalan SE No. 2591 dan surat skorsing sampai tuntas, agar atmosfer kampus sebagai laboratorium sosial dapat kembali hidup,” ungkap Reski.
Perihal nasib rekan-rekannya yang diskorsing, Reski mengungkapkan jika nasib mereka berbeda-beda, ada yang sedang bekerja paruh waktu, mengisi waktu luang, dan mencari penghidupan. Adapun yang pulang ke kampung halaman, dikarenakan kompleksnya permasalahan tersebut.
“Intervensi itu sampai orang tua, sehingga lumayan rumit lah, tinggal beberapa kawan kawan yang jadi korban yang masih tetap bertahan mengadvokasi sampai hari ini,” pungkasnya.
Reporter : Edgar Ramadhan Fawwaz Rizqullah
Editor: Muhammad Farhan