“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya”
“Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”
Banyak dari kita yang mungkin tidak asing dengan ungkapan terkenal dari Presiden pertama Indonesia kala itu, Soekarno. Ungkapan tersebut telah tercermin pada suksesnya gerakan mahasiswa pada tahun 1998 yang banyak berkontribusi pada lengsernya Kepresidenan Soeharto.
Mendengar kata “mahasiswa” sangat erat kaitannya dengan pergerakan, demo, ataupun aksi. Hal ini dilatarbelakangi oleh keputusan-keputusan pemegang kekuasaan pemerintah maupun kampus yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan rakyat.
Namun, aksi mahasiswa tidak selalu mendapatkan respon positif dari pemangku jabatan. Contohnya, demo yang belum lama ini terjadi di berbagai Kota di Indonesia untuk menentang revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Semarang. Demo tersebut berakhir ricuh dengan adanya tindakan represif dan penggunaan gas air mata oleh Aparat Kepolisian. Akibatnya banyak mahasiswa yang tumbang dan akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit (RS) terdekat.
Bukan hanya itu, demo yang dilakukan mahasiswa Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) untuk mencabut Surat Edaran (SE) di UINAM yang ditengarai akan mencederai kondisi demokrasi mahasiswa, berakhir dengan pemberian sanksi berupa skorsing kepada sejumlah mahasiswa yang mengikuti demo tersebut.
Di sisi lain, terdapat hasil yang positif dari aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Contohnya adalah aksi yang dilakukan oleh aliansi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) yang menuntut agar dosen pembimbing yang menjadi pelaku pelecehan seksual agar dipecat secara tidak hormat. Hasilnya, pihak Rektorat memberikan sanksi berupa pemberhentian pelaku sebagai dosen.
Hal ini mengindikasikan bahwa, suara mahasiswa itu berarti. Terdapat perubahan yang akan terjadi apabila mahasiswa turun untuk melakukan aksi. Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika mahasiswa akan melakukan aksi:
1.Tumbuhkan Kesadaran
Mahasiswa perlu menumbuhkan kesadaran akan kebijakan-kabijakan yang tidak berpihak pada mahasiswa ataupun masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan update terhadap isu-isu terkini. Upaya yang dilakukan bisa dengan membaca berita di media yang kredibel dan terpercaya.
2.Melakukan Pengkajian Isu
Sebelum melakukan aksi, perlu melakukan kajian terhadap suatu isu. Hal yang dilakukan adalah dengan melakukan tukar pendapat atau diskusi, serta mengumpulkan data-data terkait isu. Isu yang diangkat sebaiknya adalah isu yang memang menjadi keresahan banyak orang. Dengan melakukan kajian isu, harapannya mahasiswa akan benar-benar paham apa yang akan disuarakan.
3.Tentukan Sikap dan Bangun Narasi yang Kuat
Buat narasi dan argumentasi yang kuat. Hal ini agar para pendemo dapat mempertanggung jawabkan filosofi dan dasar pemikiran dari diadakannya demo. Argumen dapat dibuat dengan bahasa yang tidak kaku atau berat agar mudah dipahami. Pastikan argumen disampaikan dengan jelas ketika memperjuangkan tuntutan.
4.Bawa Piranti Pendukung
Mahasiswa dapat membawa sejumlah poster berisi tulisan atau bergambar karikatur. Poster dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan tuntutan, memberikan edukasi, dan menyindir birokrasi dengan kalimat satire. Buat poster semenarik mungkin, tentunya tetap substantif. Hindari membuat poster dengan isi yang keluar konteks, bernada seksisme, bahkan yang sifatnya melecehkan.
5.Aksi
Setelah persiapan lengkap, lakukan aksi. Lakukan sesuai yang telah disepakati dan hati-hati dengan provokasi. Kenali rekan, karena terkadang ada “infiltran” di tengah-tengah keramaian. Hindari menyulut konflik bahkan menggunakan kekerasan.
Terkadang demo diperlukan untuk mengkritik kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Namun perlu strategi agar suara dan teriakan yang digaungkan terdengar oleh para pemangku kebijakan. Beberapa strategi di atas dapat diterapkan sebelum mahasiswa turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasinya. Hal yang tidak kalah penting adalah, jaga kondisi tetap prima dan bawa perlengkapan agar diri tetap aman.
Penulis: Viona Riana Sari
Editor: Ridhwan Nabawi