UMS, pabelan-online.com – Tahun ajaran 2024/2025 menjadi tantangan bagi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said (RMS), khususnya untuk mahasiswa semester tiga ke atas. Hal ini disebabkan oleh perubahan sistem KRS (Kartu Rencana Studi) yang dilakukan secara mendadak oleh pihak kampus.
Sistem KRS UIN RMS mengalami perubahan signifikan pada tahun ajaran baru ini, yang membuat mahasiswa merasa belum siap karena minimnya sosialisasi dari pihak kampus. Perubahan sistem yang dilakukan secara tiba-tiba ini menuai keluhan dari mahasiswa, terutama karena sistem sebelumnya dinilai sudah berjalan dengan baik.
Reporter pabelan-online.com berkesempatan untuk mewawancarai salah satu mahasiswa UIN RMS, Ahmanda Rahma Yunisa, mahasiswi semester tiga Program Studi (Prodi) Manajemen Bisnis Syariah. Ia mengaku terkejut dengan perubahan sistem KRS yang baru, mengingat kebijakan ini tidak diberlakukan untuk mahasiswa semester satu, yang masih dipilihkan kelasnya oleh pihak akademik.
Sebaliknya, kebijakan baru ini diterapkan pada mahasiswa semester tiga ke atas dan baru diberlakukan mulai tahun ini.
“Banyak kak, yang seharusnya berada di kelas tertentu malah pindah ke kelas lain, karena dari awal belum ada pengumuman tentang kebijakan baru,” ungkapnya, pada Kamis (19/11/2024).
Ia menjelaskan mahasiswa sebenarnya telah mengadukan keluhan ini secara kolektif kepada pihak akademik. Berdasarkan tanggapan dari pihak kampus, kemungkinan sistem lama akan kembali diterapkan di semester berikutnya.
Menurutnya, mahasiswa yang tidak mendapatkan kuota kelas di sistem baru ini terpaksa mengambil kelas lain yang masih memiliki kuota tersisa.
“Kalau semester kemarin kan kuotanya tetap, misalnya satu kelas untuk 44 mahasiswa, ya sudah 44 mahasiswa. Kalau ada kakak tingkat yang ingin mengambil kelas, mereka sudah punya kuota tersendiri. Tapi di semester ini kuotanya berbeda, ada yang tidak sesuai dengan kelas tersebut, jadi yang tidak mendapat kuota harus mencari kelas lain dengan sisa kuota,” ujarnya.
Minimnya sosialisasi dari pihak kampus juga membuat mahasiswa kebingungan terkait sistem baru ini. Pada sistem sebelumnya, ia menejelaskan mahasiswa cukup mencentang pada kolom kelas yang diinginkan. Namun, sistem baru ini tidak lagi memungkinkan mahasiswa memilih kelas yang sama secara langsung, sehingga satu mahasiswa bisa mendapatkan mata kuliah di kelas yang berbeda-beda karena keterbatasan kuota pada kelas yang diinginkan.
Ia turut berharap agar ke depannya pihak kampus dapat memberikan sosialisasi dan sistem dapat terorganisir dengan baik.
“Atau mungkin lebih baik disederhanakan saja, misalnya dengan membuat sistem paket, sehingga mahasiswa hanya perlu mencentang per mata kuliah, bukan per kelas. Dan sebaiknya kuota tidak dibatasi agar tidak membuat gaduh,” harapnya.
Sementara itu, D, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prodi Ilmu Komunikasi Internasional, turut berpendapat bahwa sistem KRS baru di UIN RMS memunculkan pro dan kontra di kalangan mahasiswa. Ia menyoroti fenomena “war KRS,” yaitu kompetisi mahasiswa dalam memperebutkan kuota kelas yang diinginkan.
Menurutnya sistem tersebut justru menyulitkan mahasiswa yang tidak mendapatkan kelas.
“Harapannya, semoga pihak UIN RMS mengkaji ulang sistem KRS non-paket ini, dan semoga semua mahasiswa bisa mendapatkan kelas meskipun ada war KRS,” ujarnya, pada Selasa (26/11/2024).
Reporter: Azhar Asyrof Akmal
Editor: Ferisa Salwa Adhisti