Universitas merupakan wadah pendidikan bagi mahasiswa untuk menimba ilmu. Perkembangan ilmu pengetahuan mahasiswa tidak terlepas dari peran dosen yang menyajikan setiap mata kuliah dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu, dibutuhkan dosen dengan kualifikasi yang memadai untuk memenuhi standar yang ditetapkan masing-masing universitas. Namun, kenyataannya, masih sering ditemukan dosen yang kurang kompeten atau tidak sesuai dengan bidang yang diampunya.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti belum terpenuhinya standar pendidikan yang ditetapkan universitas, serta adanya dosen yang diterima melalui koneksi internal. Fenomena ini dikenal dengan istilah ‘dosen titipan’.
Melansir dari quora.com yang menceritakan ketatnya persaingan masuk menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi dan bersaing dengan anak nomor satu di kampus atau rektor maupun pejabat lainnya.
Dalam lansiran tersebut, terdapat pengalaman pribadi yang mereka bagikan saat proses seleksi menjadi dosen. Beberapa di antaranya menyebutkan bahwa persaingan ketat, terutama dengan orang-orang terdekat dari pejabat universitas, menjadi tantangan terbesar yang diibaratkan seperti pisau yang siap menghunus mereka.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di beberapa universitas terdapat dosen yang diterima melalui jalur “orang dalam.” Pihak universitas biasanya berupaya menutupi hal tersebut.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, reporter pabelan-online.com mencoba mengulik keberadaan dosen titipan di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan mewawancarai Budi Murtiyasa selaku Kepala Biro Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) UMS.
Berdasarkan keterangan yang ia jelaskan, UMS sendiri memiliki standar dalam perekrutan dosen. Kualifikasi yang harus dimiliki oleh calon dosen, yakni sudah menempuh jenjang pendidikan strata 2 (S2) dan strata 3 (S3) dan juga mengikuti tes ujian masuk sebagai dosen di UMS.
Adapun perekrutan tersebut tidak hanya dilakukan oleh bidang BPSDM, namun turut bekerjasama dengan pihak Badan Pembina Harian (BPH), program studi (prodi), maupun fakultas.
“Kalau di UMS ada yang masih menerima perekrutan dosen dengan kualifikasi S2 ada juga yang sudah S3, menyesuaikan dengan kebutuhan dan banyaknya lulusan di S3 dan S3,” jelasnya, Rabu (30/10/2024).
Syarat normatif yang harus dipenuhi oleh calon dosen UMS, diantaranya persyaratan administratif, surat keterangan sehat, surat keterangan baik. Adapun seleksi administratif berupa tes Computer Based Test (CBT) yang diberi kesempatan 3 kali, serta tes pembelajaran dan tes kompetensi ilmiah yang turut mengandalkan pihak fakultas dan prodi untuk menilai.
Adapun tes Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang harus dijalani oleh calon dosen UMS dan harus lolos. Kemudian adapun wawancara dengan BPH dan rektorat yang turut menentukan lolosnya calon dosen.
“Kriteria dosen yang dibutuhkan disesuaikan dengan rasio mahasiswa dan dosen, prospek perkembangan prodi,” ujarnya.
Terkait penentuan dosen tetap, ia menjelaskan bahwa setelah diterima sebagai dosen tetap, akan dilakukan evaluasi pada tahun pertama. Evaluasi ini mencakup aspek pengajaran, penelitian, pengabdian, dan publikasi.
Jika dosen tersebut tidak lolos evaluasi, akan dilakukan evaluasi ulang enam bulan kemudian. Apabila masih belum memenuhi kriteria, dosen akan diberi satu kesempatan terakhir dalam evaluasi enam bulan berikutnya.
Saat ditanya oleh reporter mengenai praktik dosen titipan, ia menyatakan bahwa perekrutan melalui jalur kenalan adalah hal normatif. Kenalan yang dimaksud mencakup pimpinan UMS dan alumni UMS.
Ia juga menyebutkan bahwa menjadi alumni UMS merupakan nilai tambah bagi calon dosen. Namun, ia menegaskan bahwa proses seleksi tetap didasarkan pada hasil tes yang diperoleh calon dosen selama tahapan rekrutmen.
“Kalau ada calon dosen dari alumni atau kenalan jajaran pimpinan namun memiliki skor hasil ujian yang sama, maka yang akan diterima yang sudah dikenali oleh UMS. Karena kita juga memikirkan pekerjaan alumni juga dengan catatan harus mengikuti serangkaian tes yang ada,” ungkapnya.
Selain itu reporter pabelan-online.com juga turut mewawancarai Sutama selaku Dekan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMS. Menurutnya kualitas dosen itu sangat penting, tentunya sesuai dengan bidang yang ditempuh masing-masing dosen dan harus menguasai apa yang dikaji dalam bidang tersebut.
“Dosennya itu sebelum mengajar sudah disuruh untuk mempersiapkan, jadi jika sudah diberitahukan harus mengerti, makanya dibutuhkan dosen yang mempunyai kualifikasi,” jelasnya (02/09/2024).
Lanjutnya, Sutama memaparkan proses seleksi menjadi dosen mencakup tes berbasis komputer (CBT), Tes Potensi Akademik (TPA), kemampuan bahasa Inggris, pedagogik, serta evaluasi kinerja. Proses ini melibatkan berbagai pihak, termasuk BPSDM, program studi, dan fakultas.
Saat ditanyai terkait dosen titipan, Sutama menyebutkan bahwa beberapa dosen diterima melalui jalur koneksi pribadi. Namun, tidak diketahui secara pasti bagaimana mekanisme penerimaan melalui jalur tersebut berlangsung.
“Kalau itu yang mengurus sudah dari pihak atasan,” terangnya.
Untuk memperkuat bukti adanya dosen titipan, reporter pabelan-online.com mewawancarai salah satu dosen UMS yang diduga lolos melalui koneksi pribadi. Dalam wawancara yang dilakukan hampir satu jam ini, ia menceritakan awal mulanya menjadi dosen tetap di UMS.
Kisahnya bermula dari keterlibatannya sebagai aktivis organisasi. Pengalaman di organisasi tersebut menjadi kunci dalam mengembangkan keterampilan komunikasi dan kemampuan berinteraksi dengan masyarakat, yang kemudian mengantarkannya menjadi dosen di UMS. Selain itu, kesempatan untuk memperluas jejaring juga menjadi salah satu motivasinya.
Awalnya, ia ditawari posisi sebagai asisten dosen. Namun, tanpa disadari, tes yang dijalaninya ternyata merupakan tes seleksi dosen UMS. Setelah melalui serangkaian tes, ia dinyatakan lolos sebagai dosen tidak tetap karena saat itu ia baru menyelesaikan pendidikan strata 1 (S1).
“Saya melanjutkan S2 di luar UMS karena tidak boleh melanjutkan di UMS dan waktu itu saya ambil di UII,” ungkapnya, Sabtu (30/11/2024).
Tahun 2010 ia dinyatakan menjadi dosen tidak tetap di ums dan pada tahun 2014 ia diangkat menjadi dosen tetap hingga saat ini. Pengangkatan dosen tersebut menurutnya dikarenakan latar belakangnya yang bergelut di lingkungan masyarakat.
Ia menyebutkan, selain menjadi dosen ia juga mendapatkan beberapa tawaran di bidang organisasi kemasyarakatan, seperti ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kota Surakarta, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Ikatan Alumni (IKA) UMS.
“Bagi mahasiswa jangan alergi berorganisasi, bagi alumni UMS ayo menebar kebaikan, dosen UMS jangan hanya penelitian dan ngajar saja tapi bermanfaat bagi orang banyak seperti yang dipesan oleh pemilik kampus ini yakni menghadirkan kemakmuran untuk semua,”
Reporter: Gladys Mayleny dan Aulia Azzahra
Editor: Ferisa Salwa Adhisti