Pabelan-online.com, UMS – Koordinator Mentoring Pusat (KMP) mengeluarkan kebijakan akan meminta pertanggungjawaban kepada mentor yang mentee-nya tidak lulus sejak 31 Mei 2025, dengan alasan untuk pendataan sebab ketidaklulusan. Akibatnya, sejumlah mentor keberatan dengan diberlakukannya kebijakan ini.
Muhammad Khoirul Ibady, selaku mentor takhassus merasa keberatan dengan kebijakan pemanggilan mentor ke Lembaga Pengembangan Pondok, Al-Islam, dan Kemuhammadiyahan (LPPIK). Alasannya, mentee yang tidak lulus juga disebabkan oleh mentee yang lalai terhadap kewajibanya. Terlebih pengangkatan mentor dimulai dari semester satu perkuliahan, dan telah dituntut untuk profesional tanpa adanya pembelajaran yang memadai.
“Kami masih semester satu kadang juga punya kegiatan yang lain, jadi agak memberatkan. Pembekalan ini kadang kurang cukup menurut saya, makanya saya anggap ini agak berat dikit,” ungkapnya, Kamis (05/06/2025).
Ia juga mengeluhkan perihal mentee yang tidak disiplin ketika pembelajaran mentoring berlangsung. Hal ini diperparah oleh mentee dari semester atas yang terkesan tidak menghargainya sebagai mentor takhassus. “Kadang mentornya dari semester satu pasti sikapnya kayak menyepelekan gitu,” ucap Khoirul mengeluhkan perihal mentee-nya.
Mengingat banyaknya mentee yang masih terpaksa ikut mentoring, Khoirul berharap agar mentee semester atas dijadikan satu halaqah sehingga kegiatan itu dibuat dalam bentuk semenarik mungkin agar dapat membuat mentee lainnya juga tertarik mengikuti mentoring. Ia mengusulkan peninjauan ulang agar dapat dilihat mana yang harus direvisi dan dievaluasi sehingga dapat dilakukan perbaikan.
“Jadi mungkin dibuat mungkin ada kekhususan inovasi-inovasi baru untuk membuat ketertarikan terhadap mentoring ini,” harapnya.
Koordinator Umum Mentoring Pusat, Muhammad Robi Hidayat, membenarkan adanya pemanggilan mentor oleh LPPIK untuk dimintai pertanggungjawaban. Ia menepis bahwa pemanggilan itu sebagai bentuk peringatan, melainkan pendataan guna mengetahui penyebab ketidaklulusan para mentee.
“Kita menitipkan (mentee–red). Jadi yang kita titipkan itu benar-benar diajar atau tidak, atau ada faktor-faktor lain. Jadi para mentor itu berhak untuk memberikan penjelasan terhadap mentee-menteenya,” ungkapnya saat diwawancarai lewat WhatsApp pada Kamis (05/06/2025).
Ia menjelaskan bahwa fokus utama mentoring ini adalah untuk menuntaskan bacaan Al-Qur’an dari mahasiswa yang belum lancar membaca Al-Qur’an agar nantinya dapat lulus dalam Tes Baca Al-Qur’an (TBA) yang ke-2. Ia menyayangkan apabila terdapat mahasiswa yang telah mengikuti kelas mentoring selama satu tahun tetapi bacaan Al-Qur’annya tidak tuntas.
Perihal sanksi, ia menyebut bahwa tidak ada hukuman yang akan diterima oleh mentor. Mentor hanya akan diminta untuk menjelaskan permasalahan yang dihadapi di lapangan manakala mentoring dilakukan sehingga bisa diambil kesimpulan untuk dievaluasi.
“Para mentor ini, kan digaji juga, dikasih insentifnya, jadi jangan sampai insentif yang dikasih itu dibuat main-main gitu,” tegasnya.
Robi tidak khawatir adanya potensi krisis mentor yang semakin parah karena kebijakan yang ia buat. Sebaliknya, ia justru percaya akan selalu ada mentor yang mendaftar. Keputusan itu ia ambil sepihak dengan pertimbangan saran-saran dan akan dilaksanakannya TBA kedua.
“Saya, kan, sebagai ketua mentoring tidak mau ini dianggap main-main gitu. Ketika memimpin mentoring, saya mengeluarkan kebijakan ini satu arah. Kebijakannya pure dari saya sendiri,” ujar Robi.
Reporter: Nabil Isnan Sutarno
Editor: Nashiruddin Amin