Pabelan-online.com, UMS – Tak hanya menyediakan ayam goreng tepung, Warung Makan Mbok Maya cabang Kampus 1 juga menyediakan buku bacaan bagi para pengunjung untuk meningkatkan literasi.
Di pojok belakang Gedung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) kampus 1, sejumlah buku terpampang di tepi jalan tempat mahasiswa berlalu-lalang. Bukan di perpustakaan atau taman baca sebagaimana biasanya, melainkan di sebuah rak sederhana di Warung Makan Mbok Maya.
Warung Makan Mbok Maya kampus 1 adalah cabang dari Kantin Teknik samping Parkiran Psikologi. Sebelum dijadikan warung, tempat itu adalah taman baca yang kemudian diubah menjadi warung yang bekerja sama dengan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan Boga.
Tak hanya menyediakan makanan, Warung Mbok Maya juga menyediakan buku sebagai bahan bacaan para mahasiswa yang mampir di sana. “Salah satu hal yang ingin kita sediakan, selain produk makanan dan minuman, adalah literatur, buku bacaan,” tutur Rian Pratama, Pemilik Warung Makan Mbok Maya saat ditemui warung miliknya, Kamis, (18/09/25).

Buku-buku yang tersedia di warung itu adalah milik Rian pribadi dan teman-teman seatapnya. Dulunya, Rian juga pernah memampang buku-bukunya untuk kegiatan di luar kampus, seperti halnya perpustakaan jalanan.
“Sebagian buku sudah diambil pemiliknya masing-masing, tapi buku-buku saya yang belum kebaca semua, daripada numpuk, saya taruh di sini,” ucapnya.
Ia mengaku belum ada pihak yang berdonasi untuk buku-buku di warungnya. Rian bercerita, di hari kedua buka warung, ada seorang dosen yang memerhatikan buku-buku yang ada warungnya. “Mas, kok ada apa itu di pojokan?” tanya dosen itu.
“Oh, itu buku, Pak. Kita coba buka perpustakaan umum kecil-kecilan di sini,” jawab Rian kepada dosen itu.
Dosen itu menimpali, “Bagus, Mas. Bisa buat teman-teman baca di sini,”
Ada sekitar 70 sampai 80 buku yang dipajang di rak warung itu. Genrenya pun beragam: novel, novel romansa, sejarah, buku pergerakan, buku agama, dan beberapa buku motivasi. “Rata-rata buku indie dari penulis independen,” kata Rian.
Ia menyebut jika warung itu layaknya stand biasa. Buku-buku yang ada di situ tidak untuk disewakan, tetapi bisa dibaca secara cuma-cuma, sambil didiskusikan bersama. “Yang penting, bukunya gak dibawa pulang.”
Rian juga membolehkan para pengunjung meminjam buku koleksinya sepanjang sudah mendapat izin darinya. “Misalnya, ‘Aku pinjam bukunya, ya, 2-3 hari lagi aku kembalikan.’ Gak masalah,” jelasnya.
Alasannya menaruh buku-buku di warung itu adalah ingin membudayakan literasi kecil-kecilan. Buku-buku itu hanya akan mubazir jika dibiarkan menganggur saja di rumah, maka cara ini adalah bentuk upayanya menyalurkan buku-bukunya.
Alih-alih merencanakannya jauh-jauh hari, ide memajang buku di warung ini datang secara spontan. Begitu menjalin kerja sama dan melihat tempat itu, ia pun terpikir, “Kasih buku aja di sini,” ucap Rian.
Meski di kampus Warung Makan Mbok Maya bekerja sama dengan AUM dan BOGA, tetapi untuk kerja sama khusus dalam hal kegiatan literasi, ia belum menjalin kerja sama dengan siapa pun. “Semua masih murni dari kami.”
Rian mempunyai harapan agar para mahasiswa berdatangan menyantap hidangan di sana, sembari melihat-lihat, membaca buku, dan berdiskusi. Terlebih, kata Rian, anak muda sekarang mudah terdistraksi oleh media. Informasi di media sosial juga sering kali tidak utuh.
“Jadi, dengan baca buku, pelan-pelan bisa nambah pengetahuan. Baca buku fisik juga punya feel yang beda. Yang penting, buku ada di sini, teman-teman bebas baca dan diskusi,” harap Rian.
Nouval, salah satu pengunjung, menilai jika adanya buku di warung itu adalah gebrakan baru di lingkungan UMS. Ia merasa jarang menemui ruang literasi di kampus. “Ini bisa jadi gebrakan bahwa membaca buku gak cuma di ruang kampus, tapi juga di tempat santai seperti kantin, sambil makan atau nongkrong,” ucap Nouval, Kamis, (18/09/25).
Bagi Nouval, cara ini juga dapat memperkenalkan kepada para mahasiswa bahwa membaca dan mengembangkan minat literasi tidak sesulit itu. Dengan adanya pojok baca, ujarnya, mahasiswa bisa merasa, “Aku makan sambil baca buku, nongkrong sambil baca, sekaligus diskusi. Menarik, lah!” kata Nouval.
Ia merasa bangga menjadi pengunjung warung yang sekaligus juga pembaca buku di sana. Sebagai akademisi, kata Nouval, harus memperkenalkan ke teman-temannya bahwa membaca itu dilakukan dengan membaca apa yang disukai. Terlebih ketika ada banyak orang yang yang menanyakan buku bacaannya. “Itu justru bikin senang.”
Selama di warung itu, ia tidak pernah mendapati orang yang sinis dengan orang yang sedang membaca buku. “Selama gak ada yang mengusik atau mengganggu, gak masalah. Orang-orang di WMM ini chill-chill aja, banyak juga teman-teman organisasi, jadi lingkungannya mendukung,” kata Nouval.
Dengan adanya warung pojok baca di Warung Mbok Maya di kampus 1, ia berharap agar mahasiswa mulai menumbuhkan minat dalam literasi. Sebab, dulu mungkin mahasiswa merasa tidak percaya diri karena tak ada tempat atau lingkungan yang mendukung dan mengakomodasi.
“Aku harap ke depan ada lebih banyak pojok baca di setiap WMM, entah di Kampus 1, 2, 3, atau 4. Ini dibutuhkan mahasiswa saat ini. Selain itu, aku juga harap ini bisa jadi pemicu buat pihak kampus atau birokrat untuk mendukung kegiatan literasi, mungkin sebagai wadah alternatif yang tidak terfasilitasi di ruang kelas,” harap Nouval.
Reporter: Nashiruddin Amin
Editor: Muhammad Farhan