Belum Ada Tindak Lanjut Polisi terhadap Kejanggalan Tewasnya Iko Juliant Junior

LPM Pabelan

Foto: Dok. Instagram @fhunnes

Pabelan-online.com, UMS – Tim Kuasa Hukum keluarga korban menemukan sejumlah kejanggalan atas tewasnya mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) Iko Juliant Junior. Polisi tidak melibatkan pihaknya dalam proses menindaklanjuti kasus tersebut.

Tim Kuasa Hukum keluarga korban Naufal Sebastian mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dari kasus tewasnya Iko Juliant Junior. Pertama, polisi meralat Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang sebelumnya di Jl. Doktor Cipto menjadi Jl. Veteran dekat Polda Jateng. Ia menyangsikan ketidaktahuan polisi atas kejanggalan tersebut.

“Itu jadi kejanggalan pertama, masa polisi tidak tahu?” ujarnya lewat telepon Instagram pada Selasa, (23/09/2025).

Kedua, Iko meninggal pada tanggal 31 Agustus 2025, pada saat demo-demo besar terjadi. Kemudian Iko diantar oleh brimob bersirine ke Rumah Sakit (RS) Kariadi. Menurut Naufal, luka luka yang dialami Iko tidak lazim seperti bukan luka orang yang kecelakaan. 

“Lebih mirip dengan luka benda tumpul, sejalan dengan hasil pemeriksaan dari Rumah Sakit Kariadi bahwa luka yang dialami terutama pada bagian perut samping luka benda tumpul, bukan kebaret seperti orang kecelakaan,” ucapnya.

Ketiga, menurut polisi, Iko Meninggal karena bertabrakan dengan motor lain. Namun, sampai sekarang, ujarnya, ia tak pernah tahu siapa pengendara motor yang menabrak Iko Juliant. Pengendara motor itu juga tidak pernah datang ke rumah keluarga korban seperti menyampaikan bela sungkawa. “Sampai sekarang kita tidak tahu itu orangnya ada atau enggak,” ujarnya.

Almarhum Iko tiba di rumah sakit pukul 3.10 dan menurut polisi kecelakaan terjadi jam 3.05. Artinya, kata Naufal, hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai ke RS. Hal itu, baginya, tidak masuk akal karena upaya pertolongan pertama itu membutuhkan waktu lebih dari 5 menit. 

“Ada informasi dari saksi yang menerangkan bahwa korban meninggal bukan karena kecelakaan. Motornya jatuh dilempar oleh benda tumpul,” kata Naufal.

Selain itu, ada hasil visum di rumah sakit, tetapi hanya bisa diakses oleh pihak kepolisian. Anehnya, tutur Naufal, informasi soal lawan kecelakaan Iko datang ke rumah sakit 2 jam setelah kedatangan Iko. Hal itu, tidak lazim jika kecelakaan di waktu yang sama-sama dan dalam keadaan darurat. 

“Harusnya datangnya bersamaan atau beda cuma 10 menit dengan kondisi yang sama sama darurat tapi kedatangannya beda,” jelas Naufal.

Pihaknya sudah menyampaikan kepada pihak kepolisian agar dilibatkan dalam proses dan lain-lain. Namun, sampai sekarang proses-proses itu terjadi tanpa melibatkan pihaknya. 

Ia mengaku sudah bersurat ke sejumlah pihak untuk turut menginvestigasi proses kejadian ini. Sebab, sampai saat ini tidak ada CCTV yang ditunjukkan kejadian di TKP. Padahal, tutur Naufal, di situ terdapat CCTV dan terjadi di sekitar pagar Polda. “Masa Polda tidak punya CCTV di setiap sudut? Sampai sekarang kami sudah bersurat meminta CCTV-nya, tatapi tidak merespons,” kata Naufal menyangsikan kejanggalan CCTV.

Bentuk pendampingan hukum terhadap keluarga korban sudah diberikan kepada Pusat Bantuan Hukum Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum (PBH IKA FH) UNNES. Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan bantuan ekonomi dengan menggalang dana. 

“Kami galang dana terkumpul 50 juta lebih untuk keluarga dan bantuan perawatan/pengobatan  selama korban di rumah sakit. Pendampingan psikologi kami mintakan kepada pihak LPSK,” ujarnya.

Terakhir, pihaknya sudah mengirimkan surat protes ke Kompolnas karena keluarga sangat terpukul ketika rumah keluarga korban didatangi rombongan berseragam polisi. “Itu membuat takut dan cemas keluarga korban. Mestinya kalau datang mereka menghubungi kami selaku tim kuasa hukum koordinasi dulu, bukan datang langsung bawa rombongan berseragam,” tuturnya. 

Ia mengatakan, saat ini pihaknya masih terus menginvestigasi, mengumpulkan bukti dan fakta dari saksi-saksi. “Sementara itu yang masih dilakukan. Kasus ini belum ada update terbaru lagi. Terakhir kami mengirimkan surat protes ke Kompolnas karena keluarga sangat terpukul,” kata Naufal di akhir wawancara.

Rektor Unnes S Martono tidak merespons wawancara yang dikirim lewat surat elektronik sejak 18 September 2025. Begitu pun Polda Jateng, saat dihubungi via WhatsApp, keduanya kompak tidak merespons atas kasus ini hingga berita ini diterbitkan.

Reporter: Aulya Rahma Santi

Editor: Muhammad Farhan

Also Read

Tinggalkan komentar