Pabelan-online.com, UMS – Dua Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) KH Mas Mansur dan Muhammad Abduh menggelar aksi di Taman Djazman, Selasa, 30 September 2025. Aksi yang bertujuan memperingati tragedi-tragedi kelam di bulan September itu juga mengkritik apatisme sivitas akademika.
Ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) KH Mas Mansur, Azhar Ardiansyah mengatakan aksi itu merupakan gabungan dari dua komisariat, yakni IMM Mas Mansur dan IMM Muhammad Abduh. Pihaknya menyatakan aksi tersebut dibuka secara umum, tidak hanya dua komisariat tersebut.
“Kita lintas fakultas, lintas universitas tidak masalah,” ujar Azhar saat diwawancarai di Taman Djazman, Selasa, (30/9/2025).
Ada tiga agenda dalam rangkaian aksi itu. Pertama, mimbar bebas bagi setiap mahasiswa yang memiliki kegelisahan, baik terhadap pemerintahan maupun kampus agar dapat menyuarakan keresahannya. Kedua, tabur bunga, untuk memperingati korban tragedi akhir Agustus lalu, dan ketiga, ditutup dengan doa bersama.
Azhar mengaku tidak menggaet dosen untuk bergabung dalam aksi tersebut. Tujuan dari aksi itu, kata Azhar, karena masyarakat mulai melupakan hal-hal yang ditakutkan terjadi di masa mendatang. Mengingat adanya kasus penculikan aktivis di Yogyakarta.
“Kita semacam terbutakan gitu dengan hal itu. Makanya kita harus mengingat apa yang telah terjadi di masa lalu,” ucapnya.
Melalui aksi itu, ia ingin mengajak para mahasiswa untuk refleksi diri bersama mengenai kelamnya September Hitam. Seperti halnya kasus Munir, yang tidak ada transparansi dari kebijakan pemerintah mengenai kasus tersebut.
“Aktivis sekarang pun sudah mulai diculik. Tapi kita juga tidak tahu motifnya di balik itu,” kata Azhar.
Ia menilai, aksi ini penting karena fungsi dari mahasiswa salah satunya adalah “agent of change serta “social control” yang dapat mengontrol kekuatan dari masyarakat untuk memahami dinamika yang terjadi di bulan-bulan sebelumnya.
“Karena ketika kita tidak memahami sejarah, kita dituntut untuk terjadi melakukannya,” ujarnya.
Azhar menganggap aksi ini merupakan teguran bagi para dosen yang kurang memedulikan apa yang telah terjadi. Ia menilai bahwa sebenarnya para dosen paham atas tragedi-tragedi di masa lampau.
“Harusnya mereka itu ikut berperan, Ikut menyadarkan para mahasiswa,” ujarnya.
Azhar juga menyampaikan, minimnya peserta yang hadir bukanlah sebuah rintangan yang menghentikan mahasiswa untuk tetap melek terhadap peristiwa-peristiwa kelam. Poinnya adalah bagaimana aksi itu dapat merawat spirit dan kesadaran individu menjadi kesadaran kolektif.
Ia menilai mahasiswa UMS masih sangat apatis. Menurutnya, UMS sendiri sebenarnya bisa bergerak bersama. Ia berharap dengan adanya aksi sini dapat menggugah semangat dan kesadaran kolektif. “Yang terpenting bagaimana kita berperan, sadar bahwa di masa lalu terjadi aktivitas buruk oleh pemerintah,” ucap Azhar.
Salah satu peserta aksi bernama Nida menyebutkan alasannya mengikuti aksi ini. Ia peduli serta bersimpati pada kemanusiaan dan keadilan rakyat yang sampai saat ini masih banyak terabaikan. “Karena aku menyadari, bahwa kalau misal aku tidak ikut menyuarakan gimana nanti nasibnya kalau ternyata aku ikut jadi salah satu korban di kemudian hari,” ujarnya di Taman Djazman pada (30/09/25).
Nida menilai bahwa aksi ini bagus untuk diikuti. Melihat dari sisi kemanusiaan, baginya apa yang kita lakukan di hari ini akan dituai di kemudian hari. Ia mengkritik soal sejarah-sejarah yang diajarkan di bangku sekolah itu jauh berbeda dengan apa yang dipahami di masa perkuliahan. Saat ini, sejarah-sejarah yang ditulis ulang yang ternyata, kata Nida, tidak sesuai dengan kenyataan.
“Kita tidak tahu efeknya dalam jangka pendek ini akan seperti apa. Tapi untuk jangka panjangnya, kita bisa tahu arahnya akan ke mana, termasuk gerakan seperti ini juga menjadi gerakan pencerdasan,” ucap Nida.
Reporter: Mg. Fadela Vianasari Herma Putri & Mg. Rohmani Wening Estuningtyas
Editor: Muhammad Farhan